Mengapa Rasulullah Saw. tidak membatasi empat orang isteri saja, padahal qur'an membatasi jumlah isteri ketika beliau sedang beristeri sembilan orang, dan mengapa tidak ditalak selebihnya?
Sejarah telah mengabarkan kepada kita, bahwa beliau monogami bersama Siti Khadijah selama dua puluh lima tahun. Saat-saat dimana jiwa muda bergelora. Juga, Siti Khadijah lebih tua dari beliau lima belas tahun. Beliau tidak nikah, kecuali setelah Siti Khadijah wafat. Ketika Rasulullah berusia lima puluh tiga tahun, ditambah dengan aktifitas dakwah yang padat, salat tahajud sampai kaki beliau bengkak, ikut bertempur memerangi orang-orang kafir, menerima tamu-tamu yang berkunjung, mengadakan perjanjian-perjanjian damai demi keamanan dengan Yahudi, orang-orang munafik, dan kabilah-kabilah tetangga, dll.
Yang jika ditelaah, satu orang anak manusiapun tidak mampu melakukan berbagai aktifitas yang padat tadi. Mungkinkah, Rasulullah masih punya waktu banyak dan tenaga yang cukup untuk bersenang-senang dengan isteri-isterinya?
Belum lagi kehidupan beliau yang penuh dengan kezuhudan dan kesederhanaan. Sampai-sampai, saat beliau sangat lapar, dua butir batu beliau gunakan untuk menonggak perutnya, agar rasa lapar tidak terasa. Makan hanya dengan tiga butir kurma dan dapurnya hampir tidak pernah berasap. Juga, keseringan puasanya. Padahal umatnya dilarang puasa wisal (bersambung) sedangkan beliau sendiri puasa wisal sampai tiga hari berturut-turut.
Pertanyaannya; masihkan tersisakah nafsu sahwat Beliau ?
Kalau Rasulullah pengagum sex, mengapa beliau memilih isteri-isteri yang sudah lanjut usia, lemah dan juga memilih Siti Aisyah yang masih kecil?
Mengapa pula Rasulullah memilih janda-janda? Sejarah membuktikan, bahwa semua isteri Rasulullah adalah wanita-wanita lanjut usia, lemah, dan janda. Kecuali Siti Aisyah. Bahkan sebagian mereka telah sangat lanjut usia. Seperti Siti Khadijah, Siti Saudah, dan Siti Zainab binti Khuzaimah. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pengagum sex paling suka bila isterinya bersolek dan berpakaian yang paling indah. Apa yang kita saksikan dengan isteri-isteri Rasulullah. Mereka ketika meminta beliau agar nafkah ditambah, langsung Allah memerintahkan mereka untuk memilih salah satu dari dua hal; ditalak atau hidup bersama Rasulullah dengan kezuhudan dan kesederhanaan. (Q.S: al-Ahzab: 28-29).
Saat itu pilihan mereka adalah Allah, Rasulullah, dan kenikmatan surga. Lalu Allah dan Rasulullah-pun meredhai mereka.
Berikut adalah sebab-sebab Rasulullah poligami;
Beliau SAW nikah dengan Siti Saudah binti Zam'ah yang janda ditinggal mati suami. Sedangkan kerabatnya adalah orang-orang musyrik. Usia Siti Saudah kala itu enam puluh enam tahun. Lebih tua dengan beliau lima belas tahun. Demi tidak membiarkan Siti saudah dalam kesendirian, sebatang kara. Karena kalau dia kembali ke kerabatnya yang musyrik, maka Islamnya akan terancam. Sebelumnya Siti Aisyah bermimpi, bahwa Siti Saudah menjadi isteri Rasulullah. (Sahihul Jami': 915).
Rasulullah nikah dengan Siti Aisyah dan Siti Hafsah sebagai penghargaan kepada keduanya, juga kepada kedua orang tua keduanya. Sebab kedua bapak mereka adalah menteri beliau (Abu Bakar As-shiddieq dan Umar bin Khaththab). Hal ini demi tidak menghalangi keduanya untuk menziarahi Rasulullah kapan saja.
Rasulullah nikah dengan Umu Salamah (Hindun binti Abi Umayah bin Almuqirah). Karena Umu Salamah adalah salah peserta hijrah ke Habasyah dan Madinah. Suaminya yang baik hati, Abu Salamah meninggal dunia, sedangkan dia mempunyai anak-anak yang butuh asuhan. Maka Rasulullah menikahinya demi memuliakan dia, karena dia penyabar, juga karena dia termasuk golongan orang-orang yang menganut Islam dimasa awal-awal. Dan yang jelas, demi memuliakan mantan suaminya yang begitu baik. Dengan cara mengasuh anak-anaknya. Rasulullah SAW sebenarnya telah berdoa kepada Allah agar Umi Salamah mendapatkan suami yang terbaik. Di malam pertama, Rasulullah menanyai anak-anaknya. Karena beliau tidak melihat mereka nampak bersama ibunya. Umi Salamah menjawab; mereka di rumah paman mereka.
Rasulullah tidak menerima hal itu, lalu memerintahkan kepadanya agar mereka balik. Setelah itu Rasulullah bersabda; "barang siapa yang memisahkan antara orang tua dan anaknya, maka Allah akan memisahkannya dengan orang yang dia cintai di hari kiamat". (Sunan Turmudzi dan Sahihul Jami': 6412). Rasulullah sangat menyayangi anak-anak Umu Salamah. Menimang mereka, bermain bersama, makan bersama.
Adapun Umu Habibah (Ramlah binti Abi Sufyan) mendapatkan terror dari bapak dan saudaranya. Lalu dia hijrah bersama suaminya ke Habsyah. Tiba di sana, suaminya masuk agama Kristen. Jadilah dia dalam kesendirian. Rasulullah kemudian mengirim utusan kepada Raja Habsyah, Najasyi, agar meminangnya untuk Rasulullah, demi memuliakan Umu Habibah. Jika dia kembali kepada kerabatnya, maka dipastikan, dia akan sengsara lagi.
Siti Zainab binti Jahsy adalah sepupu Rasulullah. Allah memerintahkan beliau agar menikahinya, demi menghapus adat tabanni (anak angkat). Karena sebelumnya, Siti Zainab adalah isteri dari anak angkat Rasulullah. Lalu diceraikan suaminya. Siti Juwairiyah binti Harits menjadi tawanan perang Bani Mustaliq. Bapaknya, Harits adalah kepala suku. Ketika Rasulullah kembali ke Madinah. Harits bermaksud hendak menjumpai Rasulullah dan menebus anaknya dengan beberapa ekor onta.
Kala Harits tiba disuatu tempat yang bernama Aqiq, merasa kagum dengan onta-onta disitu dan memilih dua ekor untuk dia sembunyikan tanpa diketahui oleh masyarakat muslim disitu. Setibanya dihadapan Rasulullah, dia berkata; aku datang menebus putriku yang telah kalian tawan. Rasulullah bertanya; mana dua ekor onta yang telah kau sembunyikan di Aqiq tanpa sepengetahuan penduduknya? Harits kaget; Demi Allah, tak seorangpun yang tau hal itu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah Rasulullah.
Lalu Rasulullah memintanya agar menikahkan putrinya dengan beliau. Maka Harits langsung memenuhinya.
Perhatikan, bagaimana Rasulullah memuliakan Siti Juwairiyah, bapaknya (karena dia masuk Islam), dan kerabatnya. Bukan saja Rasulullah membebaskan Siti Juwairiyah, tapi menikahinya. Para sahabatpun langsung membebaskan tawanan-tawanan yang ada pada mereka. Demi hormat kepada keluarga Rasulullah. Tawanan perang Bani Mustaliq kala itu berjumlah sekitar seratus orang.
Siti Zainab binti Khuzaimah paling tua disbanding Rasulullah. Suaminya gugur pada perang Uhud. Tiada seorangpun yang mencoba menikahinya. Rasulullah kemudian menikahinya. Zainab binti Khuzaimah terkenal kala itu, dengan panggilan Umu Masakin (ibu para fakir miskin). Karena dia sering berinfak.
Siti Shafiyah binti Huyayyi tertawan pada perang Khaibar. Dalam perang itu suami, bapak, saudara, dan pamannya terbunuh. Rasulullah membebaskannya, demi kasih sayang, hormat, dan agar ada yang menaunginya. Siti Shafiyah sebelumnya bermimpi, bulan purnama jatuh di pangkuannya. Tatkala dia menceritakan mimpinya kepada keluarganya. Pamannya langsung menamparnya dan berkata; kau mau menikah dengan Nabinya bangsa Arab itu.
Secara garis besar, alasan Rasulullah berpoligami adalah :
1. Demi menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.
2. Agar mereka masuk Islam.
3. Agar kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa banyak orang yang nampak di luar rumah sebagai seorang yang alim dan bertaqwa, tetapi ketika di dalam rumahnya, sifat-sifat tadi tidak bisa dipertahankan. Maka, demi mengekspos seluruh kepribadian Rasulullah di dalam rumah, dibutuhkan lebih dari seorang isteri. Karena satu saja tidak cukup. Dan kalau hanya seorang isteri, maka akan kemungkinan besar, si isteri akan dituduh menutup-nutupi kejelekan suami, karena saking cintanya kepada suami, saking sibuknya isteri mengurusi rumah tangga, atau karena lupa. Jika informasi tentang kepribadian Rasulullah bersumber dari banyak isteri, maka dipastikan informasi itu sangat benar dan sangat akurat.
Secara naluri, isteri satu-satunya pasti cinta kepada suaminya. Dan cenderung untuk menutupi kejelekan suaminya. Adapun jika isteri banyak, maka cenderung mereka akan benci dan menyebarkan aib-aibnya, walaupun suami mereka sudah meninggal dunia. Belum lagi, jika ternyata yang membunuh pemimpin dan pembesar kaum, serta keluarganya adalah suami mereka. Seperti terbunuhnya keluarga Siti Shafiyah dan Siti Juwairiyah (sebelum keduanya masuk Islam). Lain halnya dengan Rasulullah. Isteri-isterinya ketika selama bergaul dengan beliau, bernaung dalam bimbingan beliau, kepribadian luhur beliau tetap konsisten saat sunyi maupun ramai. Hal ini yang menjadikan, isteri-isterinya bisa dipercaya oleh kaum muslimin atas informasi tentang tingkah laku beliau di rumah.
Sedikit saja ada sikap Rasulullah yang menyimpang dari kepatutan, pasti akan tersebar luas.
4. Rumah-rumah isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam. Lebih lagi, bila ajaran yang menyangkut masalah khusus perempuan.
5. Istri-istri Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir dan besar. Dengan adanya pendidikan dan taujih yang berasal dari guru mereka sekaligus suami mereka, menjadikan mereka lebih mengenal karakter Islam yang kaffah yang bersumber dari Rasulullah SAW langsung dan wahyu yang diberikan kepada Beliau. Dengan adanya istri-istri Rasulullah sebagai duta-duta Islam menjadikan penyebaran dan tarbiyah Islam kepada umat menjadi lebih efisien dan cepat serta terarah.
Poligami yang dilakukan oleh Rasulullah sesungguhnya sarat dengan catatan-catatan penting. Beliau tidak melakukannya secara bebas dan tanpa pertimbangan. Sangat berbeda dengan praktek poligami oleh kebanyakan orang. Umumnya orang berfikir, yang penting tidak lebih dari empat orang isteri, maka bisa saja ganti-ganti isteri. Talak sana sini. Akad sini sana. Adalah Rasulullah, beliau dilarang nikah lagi, selain yang telah ada disisinya. Walaupun salah satu atau semuanya meninggal dunia. (Q.S: al-Ahzab: 52)
No comments:
Post a Comment