Kesabaran Suami Terhadap Istri

Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman amirul mukminin, Umar bin Khattab. Ia ingin mengadu kepada khalifah karena tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Sebagai seorang suami dan laki-laki, ia merasa diremehkan dan diinjak-injak harga dirinya. Begitu sampai didepan rumah khalifah, orang tersebut mengucapkan salam dan menunggu khalifah membuka pintu rumahnya. Saat menunggu, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah, terdengar istri Umar sedang mengomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. tapi, tak sepatah kata pun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengar istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Umar keluar dari rumahnya untuk menemui sang tamu. Ia tidak mendapatkan seorang pun disana, ternyata sang tamu sudah meninggalkan pintu rumahnya. Karena orang itu masih terlihat oleh Umar, maka ia memanggilnya, "Ada perlu apa wahai saudaraku?' tanya Umar setelah orang itu balik lagi kepadanya.

"Wahai Amirul mukminin, aku datang kepadamu hendak menyampaikan keluhanku tentang perilaku istriku yg kurang baik dan kurang menghormatiku. Begitu lancangnya mulutnya merendahkanku. Namun, tatkala aku mendengar suara istrimu dengan suara tinggi memarahimu, sedang engkau tidak membantah sedikitpun, aku segera berbalik tidak jadi melapor. Aku malu pada diriku sendiri melihatmu memperlakukan istri, padahal engkau seorang pemimpin negara.”

Umar menasehati, "wahai saudaraku, aku bersabar terhadap istriku, karena itu haknya. Dialah yg menyiapkan makanan untukku, mencuci dan membersihkan pakaianku, yang menyusui anak-anakku. Padahal, semua itu bukanlah kewajibannya, apalagi aku merasa damai bersama dirinya, karena dialah yang menyelamatkan aku dari perbuatan yang haram. aku bersabar karena semua hal tersebut".

Orang itu menjawab, "Wahai Amirul mukminin, seperti itu juga sebenarnya yang telah diperbuat istriku kepadaku". Umar memberi nasihat, "Sabarlah kamu, semoga Allah selalu memberimu kesabaran".

Kisah-kisah Para Pemburu Mayat Korban Tsunami

Aneh, Mayat Itu Begitu Harum

MAYAT-MAYAT itu seperti tak ada habisnya. Setelah 45 hari pascabencana tsunami, sedikitnya sudah 112.000 mayat yang sudah ditemukan dan dikuburkan. Namun, proses pencarian mayat masih berlanjut. Diperkirakan, mayat yang berada di bawah reruntuhan, gedung, rumah, maupun terendam di rawa-rawa dan belum terevakuasi, jumlahnya masih banyak.

Harus diakui, proses evakuasi mayat merupakan pekerjaan yang cukup berat. Selain jumlahnya demikian banyak, medan yang harus dilalui para relawan juga sangat berat. Bisa dikatakan, tingkat kesulitan yang dihadapi relawan mengevakuasi mayat tak ada bedanya antara hari pertama pascabencana dengan hari ke-45. Serbasulit dan penuh risiko.

Sebagian besar, mayat-mayat berada di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk total. Akibatnya, para pemburu mayat mesti mengangkat satu per satu puing-puing yang menutup mayat. Kecuali kalau ada alat berat, pekerjaan evakuasi bisa lebih mudah. Namun, karena jumlah alat berat sangat terbatas, para relawan pun tak terlalu banyak berharap dari alat tersebut. Mereka bekerja secara manual, dengan tangan-tangan mereka.

Satu hal yang patut diberi penghargaan, para relawan seperti tak kenal lelah mengevakuasi mayat. Setiap hari mereka mencari, mengais-ngais di antara reruntuhan, untuk kemudian mengangkat dan menguburkan mayat-mayat tersebut di tempat yang sudah disediakan. Mereka tak dibayar. Bahkan mereka datang ke Aceh dengan ongkos sendiri dan setiap hari makan dengan uang sendiri.

Di antara kelompok pemburu mayat yang paling menonjol, selain Satkorlak Nasional adalah Front Pembela Islam (FPI). Sejak bencana terjadi, FPI telah menurunkan lebih dari 1.300 anggotanya. Saat ini secara bergiliran mereka masih bertugas mencari mayat. Rata-rata setiap hari ada 600 anggota FPI bertugas untuk mencari mayat, tersebar di berbagai daerah bencana di Aceh. Setiap harinya, mereka masih bisa menemukan 100 hingga 300 mayat. Seperti pada Rabu (2/2), FPI menemukan 130 mayat yang tertimbun dalam sebuah ruko di Kedah, Banda Aceh. Mayat-mayat itu sudah hancur, karena lama tertimbun di reruntuhan rumah. Untuk bisa mendapatkan mayat sebanyak itu, mereka harus bekerja selama tiga jam lebih.

Sekjen FPI, Husni Harahap, kepada "PR" mengemukakan, FPI akan terus mencari mayat di Aceh. Menurutnya, mencari mayat lalu menguburnya adalah fardu kifayah. "Alasan kita terus mencari mayat, karena menyelesaikan jenazah hukumnya fardu kifayah. Kita yakin orang yang mati tenggelam adalah syahid. Kita tidak mau membiarkan orang mati syahid, dibiarkan begitu saja. Di Aceh ini masih banyak mayat dengan kondisi rusak, bahkan ada yang dimakan anjing. Itu tidak bisa kita biarkan, maka FPI terus berusaha mencari mayat-mayat di sini," jelas Husni.

Hal lainnya, kata Husni, yang menjadi pertimbangan FPI terus mencari mayat adalah jika mayat-mayat berserakan tidak segera dievakuasi, dikhawatirkan akan memunculkan virus yang membahayakan orang yang masih hidup. Jika sampai virus-virus yang datang dari mayat itu muncul, orang yang sehat atau selamat, bisa terkena musibah lagi. FPI sendiri, lanjut Husni, tidak menghitung berapa mayat yang sudah mereka evakuasi. Biasanya, yang menghitung adalah petugas di bagian penguburan.

Husni mengakui, ada beberapa kejadian aneh dalam mengangkat mayat ini. Misalnya, ada anak buahnya saat malam tiba berteriak-teriak. Tapi, setelah itu mereka zikir bersama untuk menenangkan orang yang berteriak-teriak tadi. Setelah tenang, mereka pun bekerja kembali seperti biasa.

Bagi anggota FPI sendiri, menemukan mayat merupakan sebuah kebahagiaan sendiri. Makin banyak mayat ditemukan, makin gembiralah mereka. Sebaliknya, kedukaan sering muncul saat pulang dari lokasi bencana tanpa menemukan mayat satu pun. "Jadi, kadang kita menjadi sedih, misalkan dari pagi hingga siang tidak juga mendapatkan mayat. Kita sedih, seolah pekerjaan ini sia-sia. Sedihnya lagi, misalkan saja kita melihat ada mayat di tumpukan gedung, tapi ketika akan diambil, susah sekali," ungkap komandan lapangan pencari mayat ini.

Kesedihan lain, ujar Husni, saat relawan akan mengangkat mayat, tiba-tiba mereka memegang tangannya, lalu copot begitu saja. "Aduh hati ini, terasa sedih," katanya.

Pengalaman Heru, santri yang juga salah seorang relawan pemburu mayat anggota FPI asal Jakarta, lain lagi. Ia punya pengalaman yang membuatnya susah untuk dilupakan hingga sekarang. Saat mencari mayat memasuki minggu ketiga di daerah Lampeuk, Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar, bersama rekan lainnya, mereka mengangkat mayat-mayat yang masih berserakan.

Namun, ketika itu Ia menemukan satu mayat yang ternyata masih utuh. Padahal, memasuki minggu ketiga mayat-mayat umumnya sudah rusak. Hal lain yang membuatnya benar-benar terkejut, mayat laki-laki yang diperkirakan masih berusia muda itu, menebarkan aroma harum. "Saat mengangkat mayat itu, kita semua tertegun. Biasanya, mayat-mayat yang lain saat diangkat baunya menusuk hidung. Tapi mayat yang satu ini, malah harum. Saya yakin Allah telah menjaga jenazah itu," kenang Heru.

Relawan lain, Agus, mengaku punya pengalaman yang aneh selama mencari mayat. Suatu hari ia menemukan mayat bertubuh besar. Logisnya, mayat itu berat. Namun aneh, justru saat diangkat terasa ringan. Ia sempat berpandangan dengan rekan lain saat angkat mayat itu. Mereka juga mengaku mayat itu ringan sekali. "Apakah mungkin tertolong oleh amalannya yang banyak, sehingga mayatnya ringan," katanya. Lain waktu Agus mendapatkan mayat bertubuh kurus, tapi beratnya bukan main.

Sejumlah pengalaman juga diungkapkan para relawan. Salah satunya diceritakan oleh Kurnia. Ia mengaku sering mimpi aneh setelah sehari sebelumnya mengangkat mayat. Ia pernah mengangkat mayat seorang ibu yang terjepit pohon. Setelah memotong pohon itu dengan susah payah, akhirnya mayat ini bisa diangkat. "Malamnya, saya bermimpi orang itu hadir. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Sepertinya orang itu mengucapkan terima kasih," paparnya.

Muhammad Iqbal relawan yang tergabung dalam Tim SAR Nasional, juga membeberkan pengalamannya. Muhammad Iqbal yang juga pegawai Dinas Perhubungan Pemprov Aceh ini, mengaku ada dua kejadian yang baginya sulit dilupakan. Kejadian pertama, saat mencari mayat di daerah Lhoknga, Aceh Besar. Saat memasuki hari ketiga bencana, ia mulai turun mencari mayat. Ia menemukan mayat ibu sedang memeluk anaknya, tertimbun pohon besar. Rambut anaknya, tergulung kawat, sedangkan kaki ibunya juga tergencet pohon.

Karena sulit, diputuskanlah kaki ibu itu dipotong. Sedangkan untuk mengevakuasi anaknya, dipotong pula rambutnya yang terbelit kawat. Setelah itu, mayat ibu dan anak itu dimasukkan ke dalam kantong mayat, berikut potongan kaki dan rambut anaknya. Mereka dimasukkan ke dalam satu kantong mayat. Kantong mayat itu pun dimasukkan ke dalam truk untuk dikirim ke tempat pemakaman missal. Sebelum dimakamkan, semua mayat biasanya difoto terlebih dahulu.

Yang membuat Muhammad Iqbal terperanjat, ketika kantong mayat berisi ibu dan anak itu dibuka, posisi kedua mayat itu seperti posisi pertama ditemukan oleh Tim SAR. Mereka berpelukan, seperti saat ditemukan. Lalu bagian kaki sang ibu yang dipotong, seperti terpasang lagi, alias menyambung. "Kita semua benar-benar terperanjat. Tapi itulah keagungan dari Yang Maha Kuasa," kata Muhammad Iqbal yang juga harus kehilangan banyak keluarganya akibat bencana tsunami.

Pengalaman kedua, saat memasuki hari ke-27 pencarian mayat. Timnya masuk ke daerah Leupung Aceh Besar. Saat itu, ia mencari mayat di antara reruntuhan bangunan. Di daerah itu, yang diperkirakan sekira 12.000 orang meninggal karena tsunami, Iqbal menemukan sosok mayat seorang ustaz. Kepastian bahwa ia seorang ustaz diperoleh dari keterangan warga setempat yang selamat. Yang membuatnya takjub, ternyata mayat ustaz itu masih utuh. Padahal mayat itu sudah hampir sebulan tergeletak.

"Luar biasa sekali, karena dari sekian ribu mayat yang kita temukan setelah 20 hari bencana berlalu, mayat-mayat itu sudah membusuk dan hancur. Tapi ini, benar-benar utuh. Saya yakin, Allah telah menjaganya," kata relawan yang pernah ikut latihan khusus SAR saat di Akedemi Perhubungan.

Kanda, relawan lainnya, mengaku punya pengalaman aneh, sekaligus menakjubkan. Pada hari kelima pascabencana, Kanda sudah terjun ke lapangan mencari mayat. Karena lokasi pencarian yang jauh, Kanda sempat berjalan kaki sejauh 4 km. Saat itu, kebetulan ia dan rekan-rekannya kehabisan bekal makanan dan minuman. Dalam kondisi normal, apalagi kondisi Aceh saat itu sangat terik, Kanda sudah terkena dehidrasi.

Yang membuatnya aneh, ketika sudah berjalan jauh dan kehausan, Kanda menemukan buah kelapa yang datang entah dari mana. Dari buah kelapa itulah, Kanda, Muhammad Iqbal, dan rekan-rekan relawan bisa menyegarkan dirinya. Mereka pun bisa berjalan lagi sepanjang 3 km. Mereka bisa kuat berjalan, padahal mereka saat itu sambil menggotong mayat yang sudah dievakuasi.

Para relawan pencari mayat memang patut diberi penghargaan. Tanpa mereka, sulit rasanya Aceh bisa seperti sekarang, relatif lebih bersih dan ribuan mayat sudah dikuburkan. Wajar pula jika Menko Kesra Alwi Sihab selaku wakil pemerintah yang bertanggung jawab langsung terhadap upaya pemulihan Aceh pascabencana, secara khusus memberi ucapan terima kasih kepada relawan yang bertugas mencari mayat. "Saya salut dan ucapkan terima kasih kepada para relawan," kata Alwi saat ikut evakuasi mayat di Kedah, Kota Banda Aveh.(Undang Sudrajat/"pr")***

Pikiran Rakyat
Februari 2005

Perbedaan Ikhlas dan Pamrih

Salah satu akhlak tertinggi di dalam agama Islam adalah IKHLAS. Lawannya, PAMRIH. Kenapa Islam mengajarkan keikhlasan? Karena, Allah menghendaki umat Islam menjalani agamanya ‘tanpa pamrih’. Semua aktivitas hidupnya dilakukan lillahi ta’ala ~ ‘karena Allah semata’.

Bersyahadatnya, karena Allah. Shalatnya, karena Allah. Puasanya karena Allah. Zakatnya karena Allah. Dan hajinya pun karena Allah. Demikian pula ketika menolong orang, menuntut ilmu, bekerja, menjadi pejabat, menjadi ustadz dan ustadzah, menjadi hakim, jaksa, polisi, profesional, dan apa pun aktivitasnya, semua dijadikan sebagai proses belajar IKHLAS dalam mengagungkan Allah semata.

Lantas, bagaimanakah membedakan ibadah yang ikhlas dan ibadah yang penuh pamrih? Pada dasarnya: Orang yang ikhlas, menjalankan agama KARENA ALLAH semata. Sedangkan orang yang pamrih, melakukan ibadah karena ingin memperoleh sesuatu untuk keuntungan DIRINYA. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

Orang yang ikhlas meniatkan shalatnya karena Allah semata, persis seperti doa iftitah yang dibacanya: ’’inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin ~ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.’’ Sedangkan orang yang pamrih, meniatkan shalatnya untuk mengejar pahala 1x, 27x, 1000x, dan 100.000x. Ada juga yang melakukan shalat Dhuha karena ingin memperbanyak rezeki. Atau shalat tahajud agar punya karomah. Dan lain sebagainya. Orang yang ikhlas, menjalankan puasanya karena taat kepada Allah semata. Karena dengan puasa itu ia akan menjadi jiwa yang lebih suci, sehingga lebih mudah mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan yang pamrih, melakukan puasa karena tujuan-tujuan yang selain mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, ada orang berpuasa agar lulus ujian, agar mendapat jodoh, agar langsing, agar sehat, agar sakti, dlsb. Padahal, semua itu hanya ’dampak’ saja dari ibadah puasa. Tidak usah dipikirkan dan apalagi dijadikan tujuan. Kalau puasanya ’karena Allah’ semata, PASTI semua dampak positip itu akan datang dengan sendirinya.

Orang ikhlas menunaikan zakat dan shodaqohnya karena ingin menolong orang lain, meniru Sifat Allah yang Maha Pemurah. Tetapi, orang yang pamrih mengeluarkan zakat dan sedekah karena ingin dipuji orang, untuk memunculkan rasa bangga di dalam hatinya karena bisa menolong orang, atau yang lebih parah lagi adalah berharap balasan pahala sampai 700 kali dari nominal yang dikeluarkannya. Jadi, ketika dia mengeluarkan uang Rp 1 juta, yang ada di benaknya adalah berharap mendapat BALASAN Rp 700 juta. Berdagang dengan Allah..!

Orang ikhlas menunaikan haji dan umrohnya, karena ingin memperoleh pelajaran berkorban, bersabar, keikhlasan, dan ketaatan, dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan yang pamrih, ingin sekedar BERDARMA WISATA, meskipun diembel-embeli dengan kata RUHANI. Bahkan saat haji banyak orang yang meniatkan hajinya sekedar pada titel HAJI, atau penampilan berkopiah haji, panggilan ’Wak Haji’, dan kemudian membeli sertifikat haji dengan mengubah namanya. Dia berhaji bukan karena Allah, tetapi karena segala macam tujuan selain Allah.

Orang ikhlas mengorientasikan seluruh ibadahnya untuk MENCINTAI ALLAH, dan merendahkan ego serendah-rendahnya sebagai manifestasi syahadatnya: laa ilaaha illallah ~ tiada Tuhan selain Allah. Tetapi orang-orang yang pamrih mengorientasikan ibadahnya untuk mengejar SURGA, sehingga tanpa terasa ia meninggikan egonya, dan mengesampingkan Allah sebagai fokus ibadahnya. Allah bukan tujuan hidupnya. Tuhannya sebenarnya bukanlah Allah, melainkan Surga. Karena, ternyata, imajinasi kebahagiaanya bukan saat dekat dengan Allah, melainkan berada di dalam surga. Yang demikian ini, justru tidak akan mengantarkannya ke surga. Karena surga itu hanya disediakan bagi orang-orang yang mengarahkan seluruh kecintaannya hanya kepada Allah semata. Dan itu tecermin dalam doanya: Allahumma antasalam, waminka salam ... ~ Ya Allah, Engkaulah Kebahagiaan dan Kedamaian Sejati, dan dari-Mu-lah bersumber segala kabahagiaan ...

Maka, marilah kita belajar menjalani seluruh aktivitas kehidupan kita ini dengan IKHLAS. Bukan ikhlas yang diikhlas-ikhlaskan, atau terpaksa ikhlas, melainkan IKHLAS yang dilambari oleh KEPAHAMAN tentang substansi apa yang akan kita lakukan. Semakin paham Anda terhadap apa yang akan Anda lakukan, semakin ikhlas pula anda menjalaninya. Sebaliknya, semakin tidak paham, maka semakin tidak ikhlas pula hati Anda dalam menjalaninya. Terpaksa Ikhlas, karena takut masuk neraka dan tidak memperoleh surga...

Betapa sayangnya, di dunia merasa tersiksa karena TERPAKSA mengikhlaskan ibadahnya, sedangkan di akhirat juga tidak memperoleh buah perbuatannya, karena ia tidak mendasarkan ibadahnya lillahi ta’ala. Surga yang digambarkan sebagai taman-taman yang indah dengan mata air-mata air itu tidak memberikan dampak kenikmatan baginya, karena sesungguhnya keindahan itu dikarenakan KECINTAAN kepada Sang Maha Indah. Mirip dengan orang yang menginap di hotel bintang lima, tetapi hatinya tidak bisa menikmati dikarenakan ia datang kesana dengan TERPAKSA ...

QS. Yunus (10): 105 Dan HADAPKAN-lah wajahmu (orientasi hidupmu) kepada agama dengan TULUS dan IKHLAS dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik (menduakan Allah sebagai tujuan hidup).

QS. Al A’raaf (7): 29 ... Dan LURUSKANLAH wajahmu di setiap shalat dan sembahlah ALLAH dengan MENGIKHLASKAN ketaatanmu kepada-Nya...

QS. An Nisaa’ (4): 125 Dan siapakah yang LEBIH BAIK agamanya daripada orang yang IKHLAS menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun MENGERJAKAN kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim (dan orang-orang yang mengikuti ajarannya) menjadi KESAYANGAN Allah.

Demokrasi Negatif

Jika abad ke-20 ditandai oleh souvenirs yang berisi penemuan-penemuan luar biasa dan mencengangkan, yang membuat hidup manusia menjadi lebih mudah, nikmat, dan tak terduga, maka paruh awal milenium ketiga ini ditandai oleh berbagai kecemasan hingga ketakutan yang mencekam. Sebagian adalah hasil negatif atau ekses souvenirs itu, sebagian lagi memang tampak (bahkan terbukti) direkayasa, sengaja maupun tidak oleh peradaban yang bagiannya sudah out of control ini.

Umumnya kita kini merasa terancam oleh pemanasan global, yang telah mengubah iklim hingga pola hidup. Kita pun dicekam oleh munculnya penyakit-penyakit mematikan yang belum ada presedennya (sebagian diyakini sebagai rekayasa genetik yang jadi bagian dari uji coba senjata kimia), mulai AIDS, ebola, hingga flu burung belakangan ini. Beberapa perang dan ketegangan regional --buah konstelasi politik baru pasca-Perang Dingin-- seperti terjadi di Afghanistan, Irak, Iran, Korea Utara, dan terakhir Georgia-Rusia juga turut menciptakan kecemasan yang kelamaan menjadi global sifatnya.

Belum lagi kisruh-kisruh yang diakibatkan oleh sistem perdagangan tak adil, kerapnya bencana alam, kriminalitas modern, dan sebagainya, menandai awal abad ke-21 ini dengan global fearness yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Masih ada satu hal yang paling mencekam, seolah belati yang mengancam urat leher kita, sebuah istilah yang kini begitu populer, bahkan menyaingi kata demokrasi dan pasar bebas --dua mantra ajaib adab modern-yakni: terorisme.

Distribusi informasi, fakta-data, propaganda, slogan, dan retorika seputar terorisme yang dilansir pihak tertentu membuat masyarakat dunia menghadapi terorisme seperti pandemi yang tiap saat dapat datang dengan aksi yang mematikan.

Hal menarik terjadi ketika umumnya masyarakat dunia memafhumi, terorisme modern ini sesungguhnya tak lebih dari satu image atau ikon yang direkayasa Amerika Serikat demi memenuhi ambisinya menjadi "penguasa dunia", great kingdom atau bangsa penakluk (sebagaimana tertulis di banyak buku sejarah). Mereka membutuhkan musuh, karena mereka membutuhkan perang, karena bisnis perang (dan senjata di dalamnya, tentu) adalah bisnis dunia (baca: mereka) nomor satu. Karena perang juga menjaga semangat progresif, kompetitif, dan persatuan rakyat mereka. Terorisme direkayasa ternyata hanya sebagai bagian dari strategi national interest mereka.

Namun, betapapun kita mafhum, kita tetap tercekam karenanya. Tetap bereaksi positif karenanya. Tetap mengikuti logika dan paradigma insinuatifnya. Bahkan begerak mendukungnya, moral-material, militer-politik, bahkan kultural. Dan terorisme pun hidup di sekujur pori kenyataan kita sehari-hari. Seperti makan siang, sinetron malam, atau koran pagi yang menggelisahkan jika ia tak datang.

Maka, sebenarnya jadilah Amerika Serikat (bersama strategi, national interest, terorisme, dan berbagai rekayasa citranya) sebagai bagian utama dari kecemasan atau ketakutan itu: ia telah menjadi teror itu sendiri. Bagaimana tidak, jika berbagai kebijakannya di belakangan tahun telah menempatkan Amerika dalam posisi yang diametral oposisional dengan mayoritas publik dunia. Ia seperti merasa berhak menetapkan aturan dan ketentuan sendiri, walaupun itu bertentangan dengan kesepakatan multilateral dalam fora global apa pun: PBB, Bank Dunia, WTO, dan sebagainya.

Maka teror Amerika itu pun melanda kita, melalui dunia perdagangan, seperti enggannya ia melepas subsidi bagi petani mereka sendiri --sebagaimana yang lucunya ia tuntut pada banyak negeri berkembang. Teror penolakan mereka pada Protokol Tokyo tentang pengurangan "efek kaca" sebagai penyebab pemanasan global. Teror Amerika dalam aksi-aksi militer pre-emptive yang diterapkan membabi buta tanpa kesepakatan multilateral. Teror politik yang memaksakan gaya demokrasi Amerika pada negeri-negeri demokratis lainnya. Teror Amerika dalam rekayasa konflik regional dan penciptaan kompetisi senjata di banyak belahan dunia.

Betapa degil, egoistik, sewenang-wenang, dan --sebenarnya-- "kurang ajar"-nya aturan yang seakan melihat manusia lain di luar rumah sendiri sebagai pesakitan, sebagai alien, monster, makhluk purba tiada guna itu. Ameika Serikat kini sungguh telah menjelma menjadi ancaman gergasi dan gigantik melebihi ancaman teror yang ia fiksikan sendiri. Dan marilah kita amati, berbagai hal, souvenirs abad ke-21 ala Amerika itu, diproduksi oleh sebuah negeri yang meklaim dirinya sebagai panutan demokrasi, penghasil dan pengolah demokrasi terbaik di atas bumi ini.

Hasilnya, ternyata, adalah adab-adab negatif, yang menegasikan sekian banyak norma dan nilai kemanusiaan yang disepakati dunia dalam berbagai wadah multilateral. Mengangkangi adab yang umumnya manusia akui sebagai dasar pemanusiaan kita di tengah ketandusan robotik dunia teknologi. Tapi Amerika Serikat tak peduli. Bagi mereka, semua menjadi tak penting. Termasuk demokrasi. Apa pun akan baik jika positif bagi mereka. Tak peduli ia jadi negatif bagian liyan, bagi lainnya.

Demokrasi negatif, karenanya, telah menjadi souvenirs terpenting yang akan diingat anak-cucu kita.

Radhar Panca Dahana

Apakah Kau Terlalu Bebal

A. Mustofa Bisri

Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?
Ketika mobilmu melanda seekor anjing di jalan
Dan kurasakan derak tengkoraknya yang remuk
Digilas ban radialmu aku ingin muntah dan kau ngakak
Sambil mengumpat “mampus kau, najis!”
Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?
Di depan layar datar televisi produk mutakhir di ruang keluarga
Yang lapang dan terang benderang
Kau dan keluargamu menyaksikan gelombang gelap melanda
Beberapa kawasan di dunia bahkan di negerimu sendiri
Sambil melalap pizza dan ayam goreng Amerika.

Di layar kaca dalam warna sesuai aslinya kalian lihat asap mengepul
Orang-orang berlarian tanpa arah bocah-bocah kurus berwajah pucat
Di pelukan ibunya yang meraung-raung di samping mayat lelaki yang terkapar
Berbantalkan sepotong paha kawannya
Terdengar dari speaker stereomu dentuman demi dentuman
Gelegar meriam berbaur dengan lengkingan tangis
Dan jeritan putus asa anak-anak manusia
Layar kaca terus menayangkan gambar hidup orang-orang mati dan yang berangkat mati.

Di Somalia, kerangka-kerangka hidup rakyat tanpa daya
Dikeroyok anjing-anjing dan dikerubuti lalat-lalat yang juga lapar
Puing-puing di Libanon, Palestina, Sarajevo, Kosovo dan Chechnya meruapkan bau bangkai dan mesiu
Di Turki potongan-potongan mayat bergelimpangan di antara reruntuhan bangunan
Seperti kena kutuk, kematian dan pembantaian terus berlangsung di berbagai belahan dunia.

Istrimu menyodorkan piring pizza ke mukamu
Kau menghirup sedap aromanya sebentar lalu menjejalkan sepotong ke mulutmu ).
Asap hitam mengepul di Ambon, asap hitam mengepul di Aceh
Asap hitam mengepul di mana-mana berlapis-lapis gelap
Melanda negerimu sendiri memedihkan mata dan hati.
Kekuasaan dengan dingin terus menggerus yang lemah
Keganasan dengan bangga melalap segala
Kekerasan mencabik-cabik persaudaraan
Dendam membakar sisa-sisa kemanusiaan
Kengerian mencekam di seantero kota dan desa
Ibu pertiwipun bersimbah darah
Air mata tak putus-putus pula mengalir di tanah air.
Dan kau sekeluarga bersendawa setelah mengeroyok makanan Amerika
Dan mereguk kaleng-kaleng coca cola
Pemandangan memilukan pun tak mampu mengusik seleramu
Apalagi kemudian sinetron yang seronok dengan cepat membawamu kembali ke duniamu.

Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?
Kau dan kawan-kawanmu menyaksikan ibu dan saudara-saudara perempuanmu
Diperkosa dan dilecehkan dan birahi kalian tega tegang seperti menonton film biru picisan
O, virus apa gerangan yang telah menyerang nurani kalian?
Pemandangan yang mengerikan sekalipun tak mampu mengganggu nafsumu
Apalagi segera datang tayangan gosip selebritis
Yang penuh gelak tawa mengasyikkan dan menghiburmu.

Bila kau sesekali membicarakan bencana kemanusiaan ini di cafe-cafe
Sambil mendengarkan para artis bernyanyi atau di hotel-hotel berbintang
Sambil mendengarkan para pakar berteori
Kau pun telah merasa ikut berjasa dalam upaya mencari solusi.
Dan setelah itu kehidupan pun kalian jalani seperti biasa
Dengan gaya yang sama dan irama yang sama seolah-olah kalian berada di luar masalah manusia.

Hak Bersama Suami Istri

Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21).

Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)

Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)

Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

SUAMI KEPADA ISTRI

Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)

Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)

Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)

Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)

Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)

Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).

Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)

Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)

Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)


ISTRI KEPADA SUAMI

Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)

Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)

Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)

Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)

Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)

Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)

Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)

Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Sombong dengan Ilmu

Seorang yang memiliki ilmu kadang terkena penyakit sombong dan bangga diri. Kalau ilmu yang dimiliki adalah ilmu-ilmu dunia, sangat mungkin ini terjadi. Namun yang aneh jika ia mempelajari ilmu agama, seharusnya makin bertambah ilmunya bertambah pula kebaikannya.

Ada pertanyaan di sana: “Untuk apakah ia belajar?” Karena niat itulah yang akan menjawab mengapa seorang bertambah ilmu agamanya, malah semakin menjadikannya sombong. Jika ia meniatkan belajarnya untuk beramal dengan ilmunya, maka semakin bertambah ilmunya ia akan semakin shalih. Namun sebaliknya jika ia belajar hanya ingin disebut sebagai alim ulama, atau belajar untuk mengalahkan seseorang, maka tidak akan berkah ilmunya dan tidak akan berbuah dengan amalan-amalan.

Ka’b bin Malik radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مَنِ ابْتَغَى الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ يُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءُ أَوْ تَقْبَلُ أَفْئِدَةَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَإِلَى النَّارِ. (رواه الحاكم، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

“Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapatkan sebutan sebagai ulama atau memperdaya orang-orang yang bodoh atau untuk memalingkan manusia kepadanya, maka atasnya api neraka.” (HR. Hakim, Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahihul Jami’ ash-Shaghir)

Berkata Abu Yusuf Al-Qadhi rahimahullaah: “Wahai kaumku, harapkanlah dengan ilmu kalian keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh tidaklah aku duduk di suatu majelis ilmu yang aku niatkan padanya tawadhu’, kecuali aku bangun dalam keadaan telah mendapat kemuliaan. Sebaliknya tidaklah aku duduk di satu majelis ilmu yang aku niatkan untuk mengalahkan mereka kecuali aku bangun dalam keadaan Allah bukakan aibku. Ilmu adalah salah satu ibadah dan taqarrub.” (Tadzkiratu As-Sami’ wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 47)

Khatib Al-Baghdadi rahimahullaah meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Ilmu menuntut amalan. Kalau ia disambut (diamalkan) ia akan menetap, namun kalau tidak dia akan pergi.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi, melalui Hilya Thalabil ‘Ilmi, hal. 13-14)

Dikatakan pula dalam sebuah syair: “Ilmu akan menjauh dari seorang yang sombong, seperti air bah menjauh dari tempat yang tinggi.” Seringkali seorang yang baru mendapatkan sedikit ilmu terkena penyakit sombong, merasa dirinya sebagai ulama dan melihat orang lain sebagai orang-orang yang bodoh. Inilah yang dijuluki oleh para ulama dengan ‘Abu Syibrin’. Siapakah Abu Syibrin?

Abu Syibrin adalah orang yang baru mendapatkan ilmu pada jengkal pertama. Sedangkan para ulama menyatakan bahwa ilmu mempunyai 3 jengkal. Orang yang mencapai jengkal pertama menjadi sombong, pada jengkal kedua ia menjadi tawadhu’ (rendah hati), sedangkan pada jengkal ketiga ia akan merasa kalau dirinya belum tahu apa-apa. (Lihat sumber yang sama)

Juga sering terjadi pada sebagian pencari ilmu penyakit sombong, merasa dirinya paling shalih dan menganggap orang lain semuanya di bawahnya. Kemudian merasa diri paling dekat dengan Allah dan dicintai-Nya, sedangkan yang lain dianggap orang-orang yang jauh dan tidak dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan biasanya, pada puncaknya dia merasa dosa-dosanya diampuni, sedangkan dosa orang lain tidak akan diampuni.

Diriwayatkan dalam hadits qudsi dari Jundub Al-Bajaly radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ رَجُلاً قَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهَ لِفُلاَنٍ. قَالَ اللهُ: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَى عَلَيَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ؟ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ. (رواه مسلم)

Sesungguhnya ada seseorang berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan.” Maka Allah berfirman: “Siapa yang lancang mengatakan atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni fulaan?! Sungguh Aku telah mengampuni fulan dan menggugurkan amal-amalmu.” (HR. Muslim)

Kisahnya secara rinci diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَانَ رَجُلاَنِ فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ مُتَوَاخِيَانِ وَكَانَ أَحَدُهُمَا مُذْنِبًا وَالآخَرُ مُجْتَهِدًا فِي الْعِبَادَةِ وَكَانَ لاَ يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُوْلُ: أَقْصِرْ! فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ. فَقَالَ: خَلَّنِي وَرَبَّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيْبًا؟! فَقَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهَ لَكَ أَوْ لاَ يُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ. فَقُبِضَ رُوْحُهُمَا فَاجْتُمِعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا؟! فَقَالَ لِلْمُذْنِبِ: اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلآخَرِ: اذْهَبُوْا بِهِ إِلَى النَّارِ. (رواه أحمد وأبو داود، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

Sesungguhnya dahulu di kalangan Bani Israil ada dua orang yang bersaudara. Salah satunya seorang pendosa, sedangkan yang lainnya seorang yang rajin beribadah. Dan bahwasanya sang ahli ibadah selalu melihat saudaranya bergelimang dosa, maka ia berkata: “Kurangilah!” Pada suatu hari ia mendapatinya dalam keadaan berdosa, maka ia berkata: “Kurangilah!” Berkata si pendosa: “Biarkanlah antara aku dan Rabb-ku! Apakah engkau diutus untuk menjadi penjagaku?” Sang ahli ibadah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!” Atau: “Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga!” Dicabutlah ruh kedua orang tersebut dan dikumpulkan di sisi Allah. Maka Allah berfirman kepada ahli ibadah: “Apakah engkau mengetahui tentang Aku? Ataukah engkau merasa memiliki apa yang ada di tangan-Ku?” Dan Allah berkata kepada si pendosa: “Pergilah engkau dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku!” Dan berkata kepada ahli ibadah: “Bawalah ia ke dalam neraka!” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ ash-Shaghir)

Tidaklah kaum khawarij mengkafirkan kaum muslimin , kecuali karena kesombongan. Mereka merasa tidak pernah berdosa, sehingga menganggap orang yang berdosa sebagai kafir. Tidaklah mereka menghalalkan darah kaum muslimin kecuali karena kesombongan. Dan tidaklah kaum mu’tazilah dan rasionalis (JIL) meremehkan ilmu fiqh dan hadits, kecuali karena kesombongan pula.

Berkata Al-Anasi rahimahullaah: “Hati-hatilah dari penyakit para pembesar yaitu kesombongan. Sesungguhnya kesombongan, bangga diri dan kedengkian adalah awal dari kemaksiatan yang Allah dimaksiati dengannya. Maka ketahuilah bahwa merasa tinggi di hadapan gurumu, itu adalah kesombongan, menolak faedah ilmu dari orang-orang yang di bawahmu adalah kesombongan dan tidak beramal dengan apa yang diketahui juga merupakan belumbang kesombongan dan tanda kalau dia akan terhalangi dari ilmu.” (Siyar, juz IV, hal. 80)

Hubungan Adab dengan Ilmu Adab berkaitan erat dengan ilmu. Tidak ada adab tanpa ilmu dan tidak ada ilmu tanpa adab. Berkata ‘Abdullah ibnul Mubarak rahimahullaah: “Hampir-hampir adab itu merupakan dua pertiga ilmu.” (Sifatu Shafwah, Ibnul Jauzi, juz 4, hal. 120)

Oleh karena itu para ulama mendidik anak-anak mereka dengan adab dan akhlaq terlebih dahulu sebelum mendapatkan ilmu. Berkata Abu ‘Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri rahimahullaah: “Mereka (para ulama) tidak mengirimkan anak-anaknya untuk mencari ilmu hingga mendidiknya dengan adab, akhlaq dan ibadah selama 20 tahun.” (Hilyatul Auliya, Abu Na’im Asbahani, juz 6, hal. 367 melalui Min Hadyi Salaf, Dr. Muhammad Zahrani, hal. 23)

Mereka membedakan antara pendidikan (tarbiyyah) dan pengajaran (ta’lim). Yakni anak-anak mereka dididik, dilatih dengan akhlaq dan adab yang baik, baru kemudian mereka dikirim kepada para ulama. Dengan demikian ketika menimba ilmu, mereka dalam keadaan memiliki adab dan akhlaq yang baik serta jauh dari kesombongan. Hingga ilmu yang mereka dapatkan menjadi berkah.

Berkata Abu Zakariya Yahya bin Muhammad An-Anbari (w 344H): “Ilmu tanpa adab adalah seperti api tanpa kayu bakar. Sedangkan adab tanpa ilmu seperti badan tanpa ruh.” (Al-Jami li Akhlaqi ar-Rawi, Al-Baghdadi 1/80, melalui Min Hadyi Salaf, Dr. Muhammad Zahrani, hal. 24)

Muhammad bin Isa Az-Zajjaj rahimahullaah juga mengatakan: “Aku mendengar Abu Ashim berkata: ‘Barangsiapa yang mencari ilmu hadits, maka ia sedang mencari ilmu yang paling mulia di dunia ini. Maka seharusnyalah ia menjadi orang yang paling mulia akhlaqnya.’” (Al-Jami’ li Akhlaqi ar-Rawi, 1/78) Lupakah kita kalau sesungguhnya ilmu yang kita punya akan ditanya tentang konsekuensi amalannya? Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ. (رواه الترمذي وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba hingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya apa yang telah ia diamalkan, tentang hartanya darimana dia dapatkan dan kemana dikeluarkan, dan tentang badannya untuk apa ia gunakan.” (HR. Tirmidzi, Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih Jami’ ash-Shaghir) Tidakkah kita pernah mendengar kisah seorang yang dilemparkan ke tengah-tengah api neraka, keluar seluruh isi perutnya dan berputar-putar seperti keledai yang menggiling gandum? Siapakah ia?

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابَهُ فَيَدُوْرُ بِهَا فِي النَّارِ كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ. فَيُطِيْفُ بِهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ: يَا فُلاَنُ! مَا أَصَابَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَانَا عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُ: بَلَى قَدْ كُنْتُ آمَرَكُم بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ آتِيْهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيْهِ. (متفق عليه)

Didatangkan seseorang pada hari kiamat, kemudian dilemparkan ke dalam api neraka hingga keluar seluruh isi perutnya dan berputar-putar seperti keledai yang sedang menggiling gandum. Maka penduduk neraka mengelilinginya seraya berkata: “Apa yang menimpamu wahai fulaan? Bukankah engkau menyuruh kami pada yang baik dan mencegah kami dari yang mungkar?” Ia menjawab: “Sungguh aku memang menyuruh yang baik, tapi aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang yang mungkar, tapi aku justru mengerjakannya.” (HR. Bukhari Muslim)

Dengan kata lain, orang tersebut adalah seorang da’i yang berdakwah dengan ilmunya. Namun ia tidak mengamalkan apa yang telah diketahuinya. Seorang yang Berilmu tidak akan Berhenti Belajar Berkata Sa’id ibnu Jubair rahimahullaah: “Seseorang akan tetap disebut ulama (orang yang berilmu) selama dia belajar. Adapun jika dia berhenti mencari ilmu dan menganggap dirinya telah cukup, maka dia menjadi orang yang paling bodoh.” (Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Berkata Ibnu Jama’ah rahimahullaah: “Janganlah seorang sombong menolak untuk mengambil faedah ilmu yang ia belum ketahui dari orang yang di bawahnya! Bahkan hendaklah ia bersungguh-sungguh mencari faedah ilmu, karena hikmah adalah milik seorang mukmin di manapun ia temui hendaklah ia mengambilnya.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi, Khatib Al-Baghdadi, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Berkata murid dari Imam Syafi’i yang bernama Khumaidi rahimahullaah: “Aku menemani Imam Syafi’i dari Makkah ke Mesir. Maka aku mendapatkan faedah dari beliau masalah-masalah fiqh, dan beliau mengambil faedah dariku ilmu hadits. Dan telah shahih riwayatnya bahwa para shahabat juga mengambil riwayat dari kalangan tabi’in.” (Tadzkiratu as-Sami’ wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Berkata Waqi’, Sufyan ibnu Uyainah dan Abu ‘Abdillah Al-Bukhari rahimahumullaah: “Sungguh seorang ahli hadits tidak dikatakan sempurna atau seseorang tidak dikatakan berilmu, hingga ia mengambil dari orang yang di atasnya, dari yang sekelasnya dan juga dari yang di bawahnya.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi, Khatib Al-Baghdadi, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Wallaahu a’lam.

Oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 121
17 Dzulqa’dah 1427 H (8 Desember 2006)

Liku-liku Laki-laki yang Tak Pernah Laku-laku

Keprihatinan kelompok yang protes terhadap ajang Miss Universe ini tidak lepas dari eksploitasi dan ekshibisionis. Seperti diketahui ada tiga prinsip utama dalam ajang kecantikan tersebut, yaitu beauty, brain, dan behavior (kabarnya peserta dari Indonesia dibekali satu lagi ”pemberi restu” dengan B keempat, yaitu belief).

Secara umum mungkin kita setuju dengan 3B itu meskipun kita tidak tahu keseluruhan proses penilaian. Khusus untuk 2B terakhir kita hanya diberi informasi sedikit sekali yang sudah terpotong-potong. Yang pasti, saat kontes diperlihatkan penekanannya lebih banyak pada kecantikan. Mereka dikatakan cantik jika semua pakaian yang dipakai serasi dengan tubuh.

Sayangnya, definisi cantik masih sangat bias. Ukuran cantik adalah jika memiliki tubuh tinggi, langsing, dan berkulit putih. Persis tipikal perempuan Barat. Lihat saja produk kecantikan yang selalu menggiring pemirsa pada pesan white is beautiful. Apakah putih identik dengan cantik? Saya pikir pendapat ini tidak adil.

Kembali pada standar cantik yang tidak hanya bias jender tetapi juga bias ras, bagaimana dengan peserta yang tidak berasal dari Barat? Kita bisa lihat mereka pasti lebih mendekati kriteria di atas. Misalnya peserta dari Afrika Selatan yang asli ”bule”. Tidak bisa dimungkiri ini adalah ajang eksploitasi, meskipun pesertanya melakukan secara sukarela.

Dunia perempuan pun tidak terlepas dari pro dan kontra tentang kriteria cantik. Gerakan feminis yang lebih suka mendahulukan brain dan behavior daripada beauty menolak konsep cantik yang diciptakan dunia kapitalis yang sesungguhnya berorientasi seksual patriarkis.

Di Australia bahkan di Amerika sebagai kiblatnya kapitalis, gerakan membuat ajang tandingan untuk protes terhadap Miss Universe yang bias tersebut. Pesan yang disampaikan adalah cantik itu tidak harus kurus, tinggi, langsing, putih, dan seksi. Cantik tidak dapat diukur oleh selera penilai (laki-laki), melainkan sangat individual. Setiap orang berhak yakin dirinya cantik tanpa harus ada tekanan dari luar. Cantik lebih berorientasi pada sikap dan kepribadian.

Peserta dalam ajang ”Miss Tandingan” dapat dilihat dalam berbagai tampilan, mulai dari sangat kurus, gemuk sekali, berkulit hitam, putih, coklat, pendek, tinggi, dan seterusnya. Penilaian ditekankan pada sikap sejauh mana seseorang dapat menerima dan menghargai kekurangan dan kelebihan dirinya secara positif. Tentu saja brain dan behavior diutamakan di sini. Tidak heran jika kita dapat menyaksikan ada ajang Miss Biggest, Miss Clever, dan sebagainya.

Sikap kelompok yang pro terhadap eksploitasi kecantikan (seksual) mungkin akan melontarkan kalimat sinis ”cemburu tanda tak mampu”. Namun, tidaklah senaif itu. Sebenarnya sikap yang tepat adalah memberi perlawanan terhadap patriarchy sexual oriented tersebut. Setiap perempuan memiliki kesadaran memelihara kebebasan diri untuk tidak dimanfaatkan kepentingan kapitalis yang patriarkis sehingga eksploitasi terhadap perempuan dalam segala bentuk dapat dihindari.

Ekshibisionis antara perempuan di Miss Universe dengan laki-laki di Muscle Mania menurut saya tetap berbeda orientasi. Saya setuju jika dikatakan eksploitasi dan komersialisasi lebih memegang peran di dalam Miss Universe meskipun itu dikatakan hak asasi.

Saya yakin antusiasme penonton (laki-laki) pada Miss Universe lebih besar jika dibandingkan dengan penonton (perempuan/laki-laki) untuk Muscle Mania. Dari sudut eksploitasi dan komersialisasi mungkin saja liku-liku laki-laki tidak pernah laku-laku. Lihat saja iklan dalam produk apa pun pasti disertai sosok perempuan.

Dalam dunia politik pun eksploitasi perempuan tetap ada. Misalnya dalam kampanye setiap kali pemilu termasuk pilkada, hampir semua calon mengundang artis cantik untuk memeriahkan kampanye mereka. Untuk menarik dan merebut perhatian massa? Mengapa harus perempuan? Semua tidak lepas dari eksploitasi.

Pertanyaan kemudian mengapa perempuan mau dieksploitasi? Banyak yang masih beranggapan eksploitasi sama dengan pemaksaan. Bahkan ada yang berkilah selama itu dilakukan dengan sukarela tidak ada yang namanya eksploitasi. Tetapi, jika ada bayaran? Nah...

Tolak eksploitasi

Saya yakin, masyarakat yang memprotes ajang Miss Universe menggunakan alasan kata Timur adalah untuk menunjuk pada prinsip adat ketimuran yang sebenarnya. Meskipun di Jepang marak pornografi, tetapi secara tradisi mereka memiliki nilai budaya yang menjunjung tinggi moral dan kemanusiaan.

Apa yang sekarang terjadi di banyak negara tidak lain adalah akibat perbenturan budaya. Dalam teori sosial dikatakan, persentuhan antara budaya lokal dan luar dapat mengubah tujuan dan orientasi masyarakat ke depan. Alangkah naifnya jika kita mengatakan pornografi merupakan budaya Jepang. Begitu juga di India, ajaran seks dalam Kamasutra tidak untuk dikomersialkan. Apa yang terjadi sekarang di Jepang, India, Indonesia, dan banyak negara Timur lain adalah perubahan dan pengaruh budaya global.

Memang sulit memberi batasan pada istilah pornografi dan pornoaksi jika hanya membatasi pada definisi yang merangsang berahi.

Ada perbedaan pendapat pada pembuat kebijakan tentang definisi yang tak pernah usai yang penuh kepentingan bias jender. Inilah kelemahan itu karena yang sangat sensitif dengan permasalahan demikian adalah perempuan.

Perempuan adalah subjek sekaligus objek utama dalam kedua masalah tersebut. Selama pembuat kebijakan didominasi kelompok patriarkis yang kapitalis, perubahan yang tidak mengeksploitasi perempuan masih sulit diharapkan. Tantangan bagi gerakan perempuan untuk masuk ke dalam dunia kebijakan tersebut. Sudah saatnya semua perempuan bersatu melewati batas partai, agama, ras, dan negara untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Say No to Exploitation!!!

Wanda F Muslim
Research School of Social Science, The Australian National University-Canberra
kompas 9 juli 05

Gerakan Syahwat Merdeka

(Atau tentang rasa malu yang redup tenggelam di tanah air kita)

Reformasi sebagai gelombang raksasa
Membawa perubahan politik dahsyat satu dasawarsa
Dan menumpang masuklah penghancur nilai-nilai luhur bangsa,
Penumpang destruktif pelaksana
Dengan ciri kerja gabungan utama:
Permisif: serba boleh
Adiktif: serba kecanduan
Brutalistik: serba kekerasan
Transgresif: serba melanggar aturan
Hedonistik: serba mau enak, foya-foya
Materialistik: serba benda, diukur

Dan mereka bekerja dengan leluasa, karena tidak ada rasa malu lagi dalam panca indera


Dengan mengusung nilai permisif, serba boleh begitu-begini
Hak orang lain diambil, tanpa rasa malu lagi
Populernya ini disebut korupsi
Dan menjadilah negeri ini menduduki papan atas di dunia koruptif kini
Karena rasa malu terkikis nyaris habis

Nilai permisif yang serba boleh itu menyebabkan hak penggunaan kelamin orang lain
Diambil dicuri tanpa rasa isi
Karena rasa malu sudah sangat erosi

Perilaku adiktif, serba kecanduan di negeri kita ini
Melingkupi alkohol, nikotin, narkotika dan pornografi
Dilakukan orang karena rasa malu yang makin kerdil mengecil

Tingkah laku brutalistik, serba kekerasan
Menyebabkan wajah Indonesia tak lagi ramah dan sopan

Sedikit-sedikit murka, kepalan teracung, kata-kata nista
Menggoyang pagar, merusak kantor, membakar kendara
Bringas, ganas, sampai membunuh sesama bangsa
Begitulah rasa malu sudah habis dan sirna

Kelakuan transgresif, serba melanggar peraturan
Mengakunya progresif, pelopor kemajuan
Tapi sejatinya transgresor, melangkahi merusak tatanan
Mendobrak tabu kepada yang muda diajarkan
Karena rasa malu sudah hancur berantakan

Perilaku hedonistik, serba mau enak dan foya-foya
Memperagakan kekayaan di lautan kemiskinan
Empati jadi direduksi luar biasa
Karena rasa malu sudah raib ke angkasa

Kelakuan materialistik, serba benda
Segala aspek kehidupan diukur dengan uang semata
Cengkeramannya makin terasa dalam perilaku hidup kita
Karena rasa malu akan kita cari kemana

Inilah adegan kehancuran budaya bangsa kita
Salah satu sebab utama, dari banyak faktor yang dapat dieja
Yang sepatutnya kita sebut sambil menangis

Di dalam praktik di masyarakat kita hari ini
Terutama berlangsung sejak Reformasi
Tak ada sosok dan bentuk organisasi resminya
Tapi jaringan kerjasamanya mendunia,
Kapital raksasa mendanainya,
Ideologi gabungan melandasinya
Dengan gagasan neo-liberalisme sebagai lokomotifnya
Dan banyak media massa jadi pengeras suaranya
Dan tak ada rasa malu dalam pelaksanaannya
Inilah Gerakan Syahwat Merdeka
Dan pornografi salah satu komponen pentingnya.

(Taufik Ismail)

Memoar Seorang Koruptor


Kata orang bijak manusia dibentuk oleh alam sekitarnya; berlaku hukum sebab akibat. Dan, koruptor lahir bukan hanya karena keserakahan dan adanya kesempatan, namun juga merupakan produk masyarakat.

Bila ada yang mengajukan pertanyaan, kenapa aku jadi koruptor, jawabnya, aku sudah bosan hidup miskin, dan kenapa tindakan korupsiku tidak terbongkar, jawabannya aku melakukan korupsi berjamaah, saling menjerumuskan dan saling menutup rahasia.

Biografi pendek ini aku tulis bukan karena aku orang bodoh, jika bodoh tentu tak kan mungkin jadi koruptor. Membobol uang negara itu perlu kecerdasan, keahlian khusus, strategi, dan keberanian tiada tara.

Sifat koruptifku berproses lama. Dengan menulis biografi ini beban pikiranku jadi berkurang, minimal merasa seolah-olah, ya seolah-olah dosaku berkurang walau sebetulnya tidak. Pembaca pun jadi mengerti, memaklumi, syukur-syukur mau memaafkan.

Dua hari setelah HUT-ku yang ke-5, ibuku meninggal. Sebulan kemudian ayah menikahi seorang gadis belia. Sejak itu beliau tidak ambil peduli. Hanya waktu aku mau khitan ayah memberi sedikit uang, sepasang pakaian, dan seekor kambing.

Almarhumah ibu cukup berada; sawah dan kebunnya banyak. Perhiasan emas berbentuk gelang, kalung, anting dan cincin bermata berlian, dan seikat besar uang ia simpan dalam kotak di lemari pakaian. Tiga hari setelah jasad ibu dikubur, lemari pakaian almarhumah dibongkar paksa paman atau kakak lelaki tertua ibu. Semua perhiasan dan uang almarhumah dibagi antara paman dan adik-adik perempuannya. Dua bulan kemudian sawah dan kebun ibu juga diperebutkan, yang tersisa untukku hanya tiga pasang pakaianku, selembar sarung almarhumah.

Sejak itu aku diasuh adik nenek. Dengan susah payah nenek muda membesarkanku, menyekolahkanku mulai dari SD di desa kami hingga tamat SMA di ibu kota kabupaten. Selama sekolah deraan hidup aku alami lahir dan batin. Di SMA aku hanya punya pakaian dua stel, sepatu tanpa kaus kaki. Makan dua kali sehari dengan lauk seadanya, kerap sebutir telur itik untuk dua hari, jajan tidak pernah, mandi dengan sabun cuci.

Berawal dari kemiskinan
Impitan kemiskinan menyebabkan aku merasa rendah diri, aku menjauhkan diri dari pergaulan. Satu-satunya yang sering aku kunjungi di kota tempat tinggalku adalah Tia, putri sulung paman. Jika aku pulang kampung, paman menitip uang untuk Tia, aku pun diberi sekadar beli setengah bungkus rokok. Tia sangat cantik dalam pandanganku. Ia siswi sekolah kejuruan putri. Tanpa sadar aku pun jatuh cinta padanya.

Sehari sebelum pulang kampung libur kuartal pertama ketika duduk di bangku kelas III SMA aku ke rumah kos Tia. Bikin janji besoknya bareng pulang ke kampung. Sebelum pamit, sepucuk surat aku berikan padanya. Surat berisi curahan hati dan pernyataan cinta.

Besoknya setiba di terminal aku lihat Tia sudah duduk dalam bis. Aku pun naik, duduk pada bangku di depannya. Ia mencibir lalu meludahi wajahku. Aku malu, merasa dihina di depan umum. Air ludahnya aku bersihkan dengan sapu tangan, sapu tangan itu aku simpan dalam kantong celana.

Aku bersumpah, suatu masa Tia dan keluarganya harus tunduk padaku. Aku bertekad memperistrinya. Untuk itu aku harus keluar dari kemiskinan. Jalan satu-satunya merantau, mengumpulkan uang sebanyak mungkin, dan melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana.

Setelah tamat SMA aku merantau ke Pulau Jawa. Setiba di Ibu Kota aku mengurus KTP, lewat uang semua serba beres.

Pada tahun pertama di Jakarta aku kerja serabutan, mulai dari mencari order untuk perusahaan penyemprot nyamuk hingga bergabung ke dalam CV Dua Jari alias nyopet. Suatu siang ketika nyopet di atas bis kota aku tertangkap tangan, lalu dikeroyok massa. Wajahku babak belur. Seorang oknum berseragam menyelamatkanku, aku dibawanya naik sepeda motor. Di tempat sepi semua uang, kalung, cincin, dan gelang emas miliku diminta paksa.

Bosan jadi copet aku terjun sebagai salesmen, bekerja pada perusahaan pengadaan peralatan kantor. Siang kerja, malam kuliah. Di kampus aku mendapat mata kuliah tak resmi, oknum dosen membisikkan asal ada uang semua bisa diatur, mulai dari indeks prestasi (IP), skripsi, dan ijazah.

Di lapangan pun aku mendapat ilmu khusus. Kepala bagian di beberapa kantor pemerintah yang jadi klienku beri persyaratan. Dari keuntungan yang aku dapat, 75 persen untuk dia dan 25 persen untukku. Lalu, 90 persen barang pesanan dikirim ke kantor, sisanya dikirim ke rumahnya.

"Enak nian jadi oknum pegawai negeri. Setiap bulan terima gaji, hampir tiap hari korupsi, itu pun sambil ongkang-ongkang kaki di kantor pakai AC," gumamku.

Sejak itu aku pun bercita-cita ingin jadi pegawai negeri. Berbagai upaya ditempuh. Akhirnya uang juga yang bicara. Dengan ijazah sarjana yang cepat didapat berkat uang, aku pun diterima jadi pegawai negeri, juga pakai uang pelicin.

Hari pertama masuk kantor aku mencatat prestasi gemilang sebagai calon koruptor: sebuah pena merek Parker yang tergeletak di sebuah meja berhasil aku kantongi.

Di kantor aku menjalin hubungan dengan semua orang. Bila punya uang aku bagi-bagi pada teman. Tiap sebentar memberi kado hadiah hari kelahiran atau perkawinan pada atasan.

Aku disenangi, jabatanku meroket, selalu berada di tempat basah. Karierku berawal sebagai pegawai biasa, terakhir pada posisi Kepala Biro Pengadaan dan Proyek. Aku berprinsip, jika mendapat rezeki maka yang lain mesti ikut menikmati.

Setahun setelah merantau aku mulai berkirim pada nenek muda; semula kecil, makin lama makin besar. Taraf pertama dapur nenek muda aku suruh perbaiki, setahun kemudian kukirimi uang untuk renovasi rumah.

Paman yang dulu membongkar lemari almarhumah ibu berulang kali menulis surat, berpesan supaya aku jangan mencari istri di negeri orang, dan mohon agar aku segera pulang kampung. Aku pun pulang kampung sebagai pemuda sukses. Dua hari setiba di kampung, paman bersama putri sulung dan bungsunya, Tia dan Carla, datang menemuiku di rumah nenek muda. Tia bertitel sarjana, tapi belum kerja. Carla siswi SMA. Keduanya cantik. Dalam hati aku berbisik, kedua gadis cantik itu mesti jadi milikku.

Paman memohon padaku agar bersedia mempersunting Tia. Anaknya banyak, dia kerepotan memikul biaya rumah tangganya. Dua minggu setelah berada di kampung aku menikah dengan Tia, seminggu kemudian memboyongnya ke Jakarta. Carla juga ikut. Aku berhasil meyakinkan paman, berjanji membiayai sekolahnya di Jakarta.

Pada tahun ketiga pernikahan kami, Tia coba bunuh diri lantaran Carla memberi tahu dari Bandung—tempat ia aku kuliahkan—bahwa ia sedang mengandung anakku. Tentu ada tuduhan aku lelaki tak bermoral. Sebagai koruptor tentu aku tidak bermoral, orang bermoral tak mungkin jadi koruptor.

Waktu menerima SK pensiun aku tercatat sebagai salah seorang koruptor cukup sukses. Di kampung punya tiga rumah mewah, banyak sawah dan kebun. Di rantau memiliki lima rumah, satu di Pondok Indah, satu di Permata Hijau, sebuah di Kapuk Mutiara, sebuah di Jakarta Pusat dan sebuah Villa di Cipanas, tiga buah mobil mewah, setumpuk batangan emas, beberapa deposito bank dalam dan luar negeri, serta memiliki saham di beberapa perusahaan.

Tia tidak berbahagia menikah denganku. Pada hari tuanya ia sakit-sakitan. Kami tidak punya anak, tapi anakku dengan wanita lain ada tujuh orang; sepasang dari Carla, tiga dari dua pembantu yang pernah bekerja pada kami, dan dua lagi dari wanita berlainan. Anak pertama mengidap HIV/AIDS, anak kedua hamil sebelum nikah, dua lainnya kecanduan narkoba, seorang jadi buronan polisi, seorang jadi lesbian, si bungsu masih di taman kanak-kanak.

Aku sendiri, bahagiakah? Entahlah! Ada hasrat untuk tobat, tapi hati dan otak nampaknya sudah terlalu sarat dosa. Yang terbayang bukan senyum bidadari di dalam surga, melainkan api neraka yang menyala.

Ingin tahu siapa aku? Berdirilah di depan cermin, mungkin aku adalah yang bayangannya terlihat pada kaca. Atau, dia itu adalah ayah, paman, saudara atau tetangga Anda sendiri.


Sjamsoeir Arfie, Wartawan
www.kompas.com
Sept. 2006

Karakter Elite Penguasa Amerika Serikat

Frederick Blake Burks
(Mantan Penerjemah Departemen Luar Negeri Amerika Serikat)


Selama tinggal di Indonesia saya ditemani oleh seorang polisi yang bekerjasama dengan saya, karenanya saya pulang ke Amerika dalam keadaan baik dan aman-aman saja. Pada awal tahun lalu saya juga didampingi oleh seorang pengacara, karena saya diminta untuk menjadi saksi atas peristiwa peledakan-peledakan bom di Indonesia. Sewaktu saya mengungkap hal sebenarnya yang saya ketahui, kontan saja Paul Wolfowitz (Deputi Menteri Pertahanan Amarika) marah-marah tak keruan kepada saya. Tapi dia dan kaki-tangannya tak berani macam-macam, karena kalau dia memperlakukan saya secara tidak bertanggungjawab, tentu saja akan menjadi berita besar di Indonesia dan seluruh dunia.

Beberapa kawan saya yang masih bekerja selaku penerjemah telah menghubungi saya, dan mereka mendukung aktivitas saya dalam mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di sekitar orang-dalam di pemerintahan Amerika. Mereka bilang bahwa saya cukup berani melakukan tindakan yang sangat mengandung risiko ini. Tapi bagaimanapun persoalan ini harus ada yang mengungkapkan, dan kalau saya berdiam-diri menyaksikan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah saya, berarti saya telah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa saya, bangsa Indonesia dan seluruh bangsa dunia ini.

Kesalahan dan kesewenangan itu memang tidak hanya dilakukan oleh seorang rejim Amerika saja, tetapi begitu banyak orang yang sedang bermain di belakang rejim itu. Karena itu saya merasa berkewajiban untuk membongkarnya, dan setiap orang Amerika mestinya turut mendukung semua aktifitas yang saya kerjakan ini. Hal ini sangat berkaitan dengan adanya undang-undang khusus bahwa jika ada seorang pemerintah yang tahu mengenai hal-hal yang merugikan rakyat Amerika, ia harus membuka rahasia itu demi kepentingan rakyatnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk menuduh saya sebagai pengacau atau pelanggar hukum dan undang-undang.

Untuk bicara soal George W. Bush, saya sengaja memposisikan diri selaku peneliti, dan bukan sebagai penerjemah Departemen Luar Negeri. Sudah tiga tahun saya mengadakan penelitian khusus tentang kebobrokan moral ini, karenanya saya tidak merekayasa dan tidak mengada-ada. Di negara kami memang ada kelompok elite penguasa tertentu, yang memang bersikeras untuk tetap berkuasa dan mengeruk keuntungan sebesar mungkin, seakan-akan mereka akan bertahan hidup selama masa ribuan tahun.

Cara-cara yang ditempuh oleh mereka sebetulnya adalah cara-cara usang dan kuno, yakni bagaimana mereka harus membuat orang-orang agar hidup dalam ketakutan dan kengerian. Dan setelah mereka berhasil membuat orang jadi takut, orang-orang itu (atau negeri-negeri berkembang itu) lantas berbondong-bondong menghambur-hamburkan uangnya untuk kepentingan militer, kemudian sepakat memasuki industri yang dipaksakan demi keuntungan mereka. Kini setelah Soviet jatuh, tak ada lagi kesempatan bagi mereka untuk mengadu-domba kita semua, kecuali masalah agama. Menurut mereka, agama adalah bahan empuk untuk memisahkan orang-orang, serta untuk membuat kita saling bertengkar dan bermusuhan.

Selain itu ada juga kelompok tertentu di pemerintahan kami, yang sudah stress dan frustasi, karenanya mereka nekat menginginkan agar kiamat segera datang. Dan sebelum kiamat tentu dibutuhkan Armageddon, karenanya harus diciptakan chaos dan Perang Dunia Ketiga. Kelompok ini memang betul-betul gila dan kalap tak keruan. Mereka menginginkan agar Perang Dunia itu cepat meletus, hingga ketika kiamat betul-betul datang, bagi mereka tidak ada urusan dengan hari akhir atau hari pengadilan Tuhan. Yang penting bagi mereka adalah kenikmatan dan kepuasan menyaksikan dan mendalangi peperangan itu sendiri.

Para elite penguasa itu, baik yang dari partai ataupun bukan, baik yang bersikeras ingin berkuasa maupun yang menjadi oposan, mereka semua sama-sama menginginkan agar penduduk bumi ini saling bertengkar dan bermusuhan. Orang-orang oposan itu, sebagian besar tidak mengerti bahwa mereka sedang ditunggangi dan direkayasa sedemikian rupa. Bahkan menurut saya, George W. Bush sendiri tidak sadar bahwa dirinya sedang diperalat dan dijadikan boneka oleh orang-orang elite yang frustasi dan brutal itu.

Ironisnya, rakyat Amerika sendiri yang intelek dan progresif, banyak yang mengira bahwa semua kesewenangan dan kejahatan itu hanya diprakarsai oleh seorang Bush saja, padahal orang-orang di belakang dialah yang punya kemampuan canggih untuk merekayasa dan mendalangi semuanya itu. Hal ini karena seorang presiden pada zaman ini, di negara manapun, terlalu bergantung pada para penasehatnya. Seorang Bush terlalu sibuk untuk mengadakan acara ini acara itu, menghadiri pertemuan ini perayaan itu dan seterusnya. Dia hanya menerima informasi yang diperlukan saja dari para penasehatnya. Nah, di Amerika Serikat, orang-orang yang bermain di belakang para penasehat itulah yang sanggup mengontrol dan mengendalikan segala kejahatan itu.

Kalau akhir-akhir ini dikenal dengan istilah “teori konspirasi”, mereka memang bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu. Bukan hanya untuk keuntungan bisnis dan bagi-bagi pendapatan, tetapi mereka ngotot mencari jalan pintas untuk mengeruk keuntungan besar secepat-mungkin. Dalam keadaan darurat dan peperangan, orang-orang itu seenaknya mengambil keputusan bahwa pemerintah membutuhkan dana sebanyak miliaran dollar hanya dalam waktu sekejap. Bukti-buktinya sangat jelas. Belakangan ini saya menerima berita dari CBS bahwa Menteri Pertahanan Amerika mengaku telah kebobolan uang sebanyak 2 hingga 3 miliar dollar, yang mestinya dimanfaatkan untuk Departemen Pertahanan.

Anehnya, pengumuman itu justru disampaikan sehari sebelum terjadinya peristiwa WTC dan Pentagon. Tentu saja kita dapat mudah menebak bahwa dana sebesar itu pastilah dikantongi oleh mereka sendiri, dan sebagiannya dipakai untuk kepentingan proyek-proyek hitam yang selama ini dirahasiakan kepada bangsa Amerika dan seluruh bangsa dunia. Kalau mereka sekadar menjalankan bisnis, paling banter mereka hanya bagi-bagi penghasilan atau prosentasi pendapatan.

Logikanya, kalau suatu kelompok sukses dalam berbisnis, masing-masing hanya akan menerima keuntungan 10 persen atau hanya 20 persen saja. Tetapi di masa darurat perang, mereka akan menganggap bahwa momen itu adalah rezeki nomplok yang tidak kepalang tanggung buat mereka. Anggaran yang dialokasikan untuk Perang Irak saja, coba bayangkan, hanya dalam tempo satu tahun mereka sudah menghambur-hamburkan ratusan miliar dollar. Dan kalau kita mengerti tentang jejak uang, tentulah uang sebanyak itu mustahil diperoleh dari bisnis besar model apapun.

Proyek-proyek hitam itu sudah berjalan selama masa puluhan tahun, namun tidak boleh diakui keberadaannya secara hukum. Salah satu proyek itu di antaranya untuk kepentingan intelijen, karena Amerika tidak mau tersaing oleh negara manapun, bahkan tidak seorang pun boleh tahu tentang teknologi yang terus-menerus sedang dikembangkan.

Rakyat Amerika pada umumnya tidak boleh tahu tentang hal ini. Bahkan para wartawan dan dunia pers sudah dikontrol secara ketat oleh para elite penguasa dan jaringannya. Pada tahun 1980 hingga 1990-an di Amerika terdapat lebih dari 50 perusahaan pers, di antaranya cukup banyak perusahaan-perusahaan pers terkemuka dan terpercaya. Tapi sekarang perusahaan-perusahaan itu telah digabung oleh konglomerasi pers, hingga kini tinggal 8 saja untuk semua pangsa pasar. Karenanya kalau ada wartawan yang independen, jujur dan berani, dia akan menghadapi risiko ditolak oleh atasannya, dan saya punya banyak kenalan yang mengalami nasib seperti itu. Ketika mereka berani memberitakan persoalan yang sebenarnya untuk membuka suatu tabir yang digelapkan, mereka kemudian diganggu dan dipecat dari perusahaan itu. Kalaupun mereka menggugat sampai ke persidangan, hal ini akan sulit dimenangkan oleh seorang wartawan.

Sebuah buku menarik telah mengisahkan banyak kehidupan para wartawan yang mengalami nasib menyedihkan seperti itu. Buku itu berjudul “Into the Buzzsaw”, ditulis oleh Kristina Borjesson. Dari buku ini saja mestinya orang-orang Amerika bisa paham dan mengerti tentang dunia pers di negerinya. Tapi aneh sekali, buku itu resensinya tidak pernah dimuat oleh satu media manapun di Amerika, padahal penulisnya adalah seorang terkenal pemenang hadiah Pulitzer.

Khusus tentang peristiwa WTC dan Pentagon pada tanggal 11 September itu, sebetulnya Amerika punya sistem radar yang sangat hebat. Kalaupun misalnya ada rudal meluncur dari Soviet ke Amerika yang kecepatannya dua kali lipat melebihi pesawat biasa, sistem rudal Amerika akan mudah menjatuhkannya hanya dalam tempo dua atau tiga menit saja. Sistem penangkal ini sangat canggih, meskipun boleh jadi ada yang meleset juga. Namun persoalannya, bagaimana mungkin ada empat pesawat sipil yang gerakannya sangat lambat bisa menghancurkan Pentagon. Ketika menedengar bahwa Pentagon hancur oleh pesawat terbang, hari itu juga saya sudah menebak bahwa peristiwa itu adalah rekayasa dan omong kosong belaka. Secara pribadi saya pernah bekerja dengan para jenderal di Amerika. Saya tahu bahwa mereka punya pesawat khusus yang bisa mendekati pesawat manapun hanya dalam tempo sepuluh menit. Anehnya, sudah 90 menit setelah pembajakan itu, tahu-tahu ada pesawat yang kemudian mengenai Pentagon. Ini sangat tidak mungkin dan hanya siasat bodoh saja.

Selain konstruksi gedungnya yang kuat dan kokoh, ada lagi fakta bahwa gedung WTC-7 yang tingginya sekitar 46 lantai, tiba-tiba gedung itu runtuh pada jam 5.00 sore, padahal tidak terkena pesawat sama sekali. Apa-apaan ini? Kejadian ini sangat mudah dipahami bahwa di dalam gedung itu terdapat berkas dan dokumen-dokumen rahasia yang mengarah kepada para konglomerat besar. Dokumen-dokumen itu bisa memberatkan para konglomerat itu dalam beberapa kasus hukum yang berskala besar.

Kemudian yang lebih serius lagi, boleh jadi markas untuk mengatur semua rekayasa itu terdapat di gedung itu. Saya tahu bahwa markas untuk mengatasi keadaan darurat memang terletak di gedung itu pada lantai 21. Ruangan itu sengaja dibangun oleh Walikota New York, khusus untuk keadaan-keadaan darurat. Ada banyak keistimewaan tersendiri di ruangan satu lantai itu. Jadi semua rekayasa itu sangat mungkin dikontrol dari situ, untuk kemudian dihancurkan sama sekali.

Kalau kita bicara tentang rakyat Amerika, secara jujur saya akui bahwa kebanyakan mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa. Karena mereka terus-menerus ditipu dan dibohongi oleh media-massa. Persoalan ini memang tidak sederhana, dan membutuhkan waktu, kesabaran dan perenungan mendalam, kemudian kita sanggup merangkai mata-rantai kejadian yang terpotong-potong oleh keadaan. Rakyat kebanyakan inginnya serba ringkas dan instan saja, karenanya mereka mudah dikelabui dan dininabobokan oleh pihak-pihak penguasa yang berkepentingan.

Tapi saat ini semakin banyak orang yang tidak mau hanyut ke dalam arus keadaan yang menyesatkan ini, termasuk diri saya sendiri. Kami harus mencari media alternatif untuk menghimpun berita dan informasi secara jujur dan akurat. Beberapa bulan lalu ada jajak pendapat di Reuters khusus mengenai peristiwa 11 September itu. Pertanyaan yang ditampilkan adalah: “Apakah anda percaya bahwa pengeboman itu sudah diketahui oleh pemerintah, tetapi mereka membiarkan saja?”

Hasilnya 49,7 persen dari responden mengatakan “YA”. Namun ironisnya, hasil jajak pendapat Reuters ini tidak pernah diberitakan oleh media-massa satu pun di Amerika. Aneh sekali. Dan saya sendiri hanya tahu dari Website-nya, dan bukan dari surat kabar Amerika.

Syukurlah, beberapa waktu lalu ada seorang dermawan kaya yang langsung memberikan reaksi positif mengenai hasil penelitian Reuters ini, lantas secara sukarela ia membeli halaman iklan dan memasang hasil jajak-pendapat itu pada satu halaman penuh di New York Times selama beberapa hari. Setelah itu barulah semua orang tahu mengenai hasil riset itu. Karena itu saya yakin, dalam waktu dua tahun ke depan seluruh rahasia kejahatan itu akan terbongkar, dan seluruh dunia akan paham tentang seluk-beluk rekayasa pembantaian itu.

Akhirnya ingin saya tegaskan sekali lagi, bahwa target mereka, para elite penguasa yang bermasalah dan frustasi itu, tidak lain bahwa mereka ingin melestarikan ketakutan dan membikin penduduk seluruh dunia jadi takut. Kalau masyarakat sudah jadi penakut, maka mereka akan mudah dimanipulasi dan dininabobokan. Inilah target utama bagi orang-orang jahat yang frustasi dan banyak masalah itu….

Disunting dr K2PSI, Radar Banten dan Koran Tempo
Desember 2005

Berapa Usia Aisyah Saat Menikah dengan Rasulullah

Nabi merupakan manusia tauladan. Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga setiap muslim dapat meneladaninya.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi instruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur dibawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam organisasi-organisasi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur tersebut. Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, bahwa cerita pernikahan gadis berumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadits. Beberapa hadits (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, adalah hadits yang sangat bermasalah.

BUKTI #1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER

Sebagaian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadits yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari Bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadits serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorang pun yang di Madinah, di mana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Madinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.

Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Madinah ke Iraq pada usia tua.

Tahzibu at-Tahzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadits, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : ”Hisham sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq” (Tahzibu at-Tahzib, Ibn Hajar Al-`Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: ”Saya pernah diberitahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq” (Tahzibu at-Tahzib, IbnHajar Al- `Asqala’ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu al-I`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup para periwayat hadits Nabi saw mencatat: ”Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok” (Mizanu al-I`tidal, Al-Dzahabi, Al-Maktabatu’l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN: berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:
pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama dan Abu Bakar menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad saw mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Madinah al-Munawwarah
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

BUKTI #2: MEMINANG

Menurut Thabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain, At-Thabari mengatakan: ”Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya” (Tarikhu al-umam wa al-muluk, At-Thabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara’l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan At-Thabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613 M, Yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610 M).

Thabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikahi. Intinya: Thabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Thabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

BUKTI # 3: UMUR AISYAH JIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UMUR FATIMAH

Menurut Ibn Hajar, ”Fatima dilahirkan ketika Ka’bah dibangun kembali, ketika Nabi SAW berusia 35 tahun… Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah” (Al-isabah fi tamyizi ash-shahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu’l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).

Jika statement Ibn Hajar adalah faktual, berarti Aisyah dilahirkan ketika Nabi berusia 40 tahun. Jika Aisyah dinikahi Nabi pada saat usia Nabi 52 tahun, maka usia Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.

KESIMPULAN: Ibn Hajar, Thabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

BUKTI #4: UMUR AISYAH DIHITUNG DARI UMUR ASMA’

Menurut Abdur Rahman ibn Abi Zannad: ”Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah” (Siyar Al-a’lam An-nubala’, Al-Dzahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu’assasatu’l-risalah, Beirut, 1992).
Menurut Ibn Kathir: ”Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]” (Al-Bidayah wa an-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: ”Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau bebrapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun” (Al-Bidayah wa An-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: ”Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H.” (Taqribu At-tahdzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654,Arabic, Bab fi’l-nisa’, al-harfu’l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Ibnu Hajar, Ibn Katir, dan Abdur Rahman ibn Abi Zannad, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

BUKTI #5: PERANG BADAR DAN UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadits Muslim (Kitabu al-jihad wa as-siyar, Bab Karahiyati al-Isti`anah fi al-Ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu momen penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: ”ketika kita mencapai Shajarah”. Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu al-jihad wa as-siyar, Bab Ghazwi an-nisa’ wa qitalihinna ma`a ar-Rijal): ”Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb].”

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu al-Maghazi, Bab Ghazwati’l-khandaq wa hiya’l-ahza’b): ”Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb.”

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 years akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perangm, dan (b) Aisyah ikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: SURAT AL-QAMAR (BULAN)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: ”Saya seorang gadis muda (jariyah dalam bahasa arab)” ketika Surah Al-Qamar diturunkan (Sahih Bukhari, kitabu at-tafsir, BabQaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa’l-sa`atu adha’ wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah (The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. Jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada
usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah n Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan.

Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane’s Arabic English Lexicon). Jadi, Aisyah, telah menjadi ariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikahi Nabi.

KESIMPULAN: riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

BUKTI #7: TERMINOLOGI BAHASA ARAB

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya ttg pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: ”Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)”. Ketika Nabi bertanya ttg identitas gadis tsb (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaiaman kita pahami dalam bahasa Inggris “virgin“.

Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah “wanita” (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p.210,Arabic, Dar Ihya al-turath al-`arabi, Beirut).

KESIMPULAN: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadits diatas adalah ”wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan.” Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikahnya.

BUKTI #8. TEKS QUR’AN

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur’an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim.

Petunjuk Qur’an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri. Ayat tsb mengatakan : ”Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?” (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang tuanya, Seorang muslim diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan “sampai usia menikah” sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur’an menyatakan ttg butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas di atas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, gadis tsb secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah.

Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun. Sama sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,”berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?” Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur’an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hokum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karean itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

BUKTI #9: IJIN DALAM PERNIKAHAN

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan menanggapi secara keras ttg persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadits dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

Kesimpulan: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami ttg klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

KESIMPULAN:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernha keberatan dengan pernikahan seperti ini, karean ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain.

Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable. Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri.

Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur’an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab berumah tangga.

Milis Daarut Tauhid

Kenapa Rasul Berpoligami?

Mengapa Rasulullah Saw. tidak membatasi empat orang isteri saja, padahal qur'an membatasi jumlah isteri ketika beliau sedang beristeri sembilan orang, dan mengapa tidak ditalak selebihnya?

Sejarah telah mengabarkan kepada kita, bahwa beliau monogami bersama Siti Khadijah selama dua puluh lima tahun. Saat-saat dimana jiwa muda bergelora. Juga, Siti Khadijah lebih tua dari beliau lima belas tahun. Beliau tidak nikah, kecuali setelah Siti Khadijah wafat. Ketika Rasulullah berusia lima puluh tiga tahun, ditambah dengan aktifitas dakwah yang padat, salat tahajud sampai kaki beliau bengkak, ikut bertempur memerangi orang-orang kafir, menerima tamu-tamu yang berkunjung, mengadakan perjanjian-perjanjian damai demi keamanan dengan Yahudi, orang-orang munafik, dan kabilah-kabilah tetangga, dll.

Yang jika ditelaah, satu orang anak manusiapun tidak mampu melakukan berbagai aktifitas yang padat tadi. Mungkinkah, Rasulullah masih punya waktu banyak dan tenaga yang cukup untuk bersenang-senang dengan isteri-isterinya?

Belum lagi kehidupan beliau yang penuh dengan kezuhudan dan kesederhanaan. Sampai-sampai, saat beliau sangat lapar, dua butir batu beliau gunakan untuk menonggak perutnya, agar rasa lapar tidak terasa. Makan hanya dengan tiga butir kurma dan dapurnya hampir tidak pernah berasap. Juga, keseringan puasanya. Padahal umatnya dilarang puasa wisal (bersambung) sedangkan beliau sendiri puasa wisal sampai tiga hari berturut-turut.

Pertanyaannya; masihkan tersisakah nafsu sahwat Beliau ?

Kalau Rasulullah pengagum sex, mengapa beliau memilih isteri-isteri yang sudah lanjut usia, lemah dan juga memilih Siti Aisyah yang masih kecil?

Mengapa pula Rasulullah memilih janda-janda? Sejarah membuktikan, bahwa semua isteri Rasulullah adalah wanita-wanita lanjut usia, lemah, dan janda. Kecuali Siti Aisyah. Bahkan sebagian mereka telah sangat lanjut usia. Seperti Siti Khadijah, Siti Saudah, dan Siti Zainab binti Khuzaimah. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa pengagum sex paling suka bila isterinya bersolek dan berpakaian yang paling indah. Apa yang kita saksikan dengan isteri-isteri Rasulullah. Mereka ketika meminta beliau agar nafkah ditambah, langsung Allah memerintahkan mereka untuk memilih salah satu dari dua hal; ditalak atau hidup bersama Rasulullah dengan kezuhudan dan kesederhanaan. (Q.S: al-Ahzab: 28-29).

Saat itu pilihan mereka adalah Allah, Rasulullah, dan kenikmatan surga. Lalu Allah dan Rasulullah-pun meredhai mereka.

Berikut adalah sebab-sebab Rasulullah poligami;

Beliau SAW nikah dengan Siti Saudah binti Zam'ah yang janda ditinggal mati suami. Sedangkan kerabatnya adalah orang-orang musyrik. Usia Siti Saudah kala itu enam puluh enam tahun. Lebih tua dengan beliau lima belas tahun. Demi tidak membiarkan Siti saudah dalam kesendirian, sebatang kara. Karena kalau dia kembali ke kerabatnya yang musyrik, maka Islamnya akan terancam. Sebelumnya Siti Aisyah bermimpi, bahwa Siti Saudah menjadi isteri Rasulullah. (Sahihul Jami': 915).

Rasulullah nikah dengan Siti Aisyah dan Siti Hafsah sebagai penghargaan kepada keduanya, juga kepada kedua orang tua keduanya. Sebab kedua bapak mereka adalah menteri beliau (Abu Bakar As-shiddieq dan Umar bin Khaththab). Hal ini demi tidak menghalangi keduanya untuk menziarahi Rasulullah kapan saja.

Rasulullah nikah dengan Umu Salamah (Hindun binti Abi Umayah bin Almuqirah). Karena Umu Salamah adalah salah peserta hijrah ke Habasyah dan Madinah. Suaminya yang baik hati, Abu Salamah meninggal dunia, sedangkan dia mempunyai anak-anak yang butuh asuhan. Maka Rasulullah menikahinya demi memuliakan dia, karena dia penyabar, juga karena dia termasuk golongan orang-orang yang menganut Islam dimasa awal-awal. Dan yang jelas, demi memuliakan mantan suaminya yang begitu baik. Dengan cara mengasuh anak-anaknya. Rasulullah SAW sebenarnya telah berdoa kepada Allah agar Umi Salamah mendapatkan suami yang terbaik. Di malam pertama, Rasulullah menanyai anak-anaknya. Karena beliau tidak melihat mereka nampak bersama ibunya. Umi Salamah menjawab; mereka di rumah paman mereka.

Rasulullah tidak menerima hal itu, lalu memerintahkan kepadanya agar mereka balik. Setelah itu Rasulullah bersabda; "barang siapa yang memisahkan antara orang tua dan anaknya, maka Allah akan memisahkannya dengan orang yang dia cintai di hari kiamat". (Sunan Turmudzi dan Sahihul Jami': 6412). Rasulullah sangat menyayangi anak-anak Umu Salamah. Menimang mereka, bermain bersama, makan bersama.

Adapun Umu Habibah (Ramlah binti Abi Sufyan) mendapatkan terror dari bapak dan saudaranya. Lalu dia hijrah bersama suaminya ke Habsyah. Tiba di sana, suaminya masuk agama Kristen. Jadilah dia dalam kesendirian. Rasulullah kemudian mengirim utusan kepada Raja Habsyah, Najasyi, agar meminangnya untuk Rasulullah, demi memuliakan Umu Habibah. Jika dia kembali kepada kerabatnya, maka dipastikan, dia akan sengsara lagi.

Siti Zainab binti Jahsy adalah sepupu Rasulullah. Allah memerintahkan beliau agar menikahinya, demi menghapus adat tabanni (anak angkat). Karena sebelumnya, Siti Zainab adalah isteri dari anak angkat Rasulullah. Lalu diceraikan suaminya. Siti Juwairiyah binti Harits menjadi tawanan perang Bani Mustaliq. Bapaknya, Harits adalah kepala suku. Ketika Rasulullah kembali ke Madinah. Harits bermaksud hendak menjumpai Rasulullah dan menebus anaknya dengan beberapa ekor onta.

Kala Harits tiba disuatu tempat yang bernama Aqiq, merasa kagum dengan onta-onta disitu dan memilih dua ekor untuk dia sembunyikan tanpa diketahui oleh masyarakat muslim disitu. Setibanya dihadapan Rasulullah, dia berkata; aku datang menebus putriku yang telah kalian tawan. Rasulullah bertanya; mana dua ekor onta yang telah kau sembunyikan di Aqiq tanpa sepengetahuan penduduknya? Harits kaget; Demi Allah, tak seorangpun yang tau hal itu. Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan engkau adalah Rasulullah.

Lalu Rasulullah memintanya agar menikahkan putrinya dengan beliau. Maka Harits langsung memenuhinya.

Perhatikan, bagaimana Rasulullah memuliakan Siti Juwairiyah, bapaknya (karena dia masuk Islam), dan kerabatnya. Bukan saja Rasulullah membebaskan Siti Juwairiyah, tapi menikahinya. Para sahabatpun langsung membebaskan tawanan-tawanan yang ada pada mereka. Demi hormat kepada keluarga Rasulullah. Tawanan perang Bani Mustaliq kala itu berjumlah sekitar seratus orang.

Siti Zainab binti Khuzaimah paling tua disbanding Rasulullah. Suaminya gugur pada perang Uhud. Tiada seorangpun yang mencoba menikahinya. Rasulullah kemudian menikahinya. Zainab binti Khuzaimah terkenal kala itu, dengan panggilan Umu Masakin (ibu para fakir miskin). Karena dia sering berinfak.

Siti Shafiyah binti Huyayyi tertawan pada perang Khaibar. Dalam perang itu suami, bapak, saudara, dan pamannya terbunuh. Rasulullah membebaskannya, demi kasih sayang, hormat, dan agar ada yang menaunginya. Siti Shafiyah sebelumnya bermimpi, bulan purnama jatuh di pangkuannya. Tatkala dia menceritakan mimpinya kepada keluarganya. Pamannya langsung menamparnya dan berkata; kau mau menikah dengan Nabinya bangsa Arab itu.

Secara garis besar, alasan Rasulullah berpoligami adalah :

1. Demi menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.

2. Agar mereka masuk Islam.

3. Agar kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang. Sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa banyak orang yang nampak di luar rumah sebagai seorang yang alim dan bertaqwa, tetapi ketika di dalam rumahnya, sifat-sifat tadi tidak bisa dipertahankan. Maka, demi mengekspos seluruh kepribadian Rasulullah di dalam rumah, dibutuhkan lebih dari seorang isteri. Karena satu saja tidak cukup. Dan kalau hanya seorang isteri, maka akan kemungkinan besar, si isteri akan dituduh menutup-nutupi kejelekan suami, karena saking cintanya kepada suami, saking sibuknya isteri mengurusi rumah tangga, atau karena lupa. Jika informasi tentang kepribadian Rasulullah bersumber dari banyak isteri, maka dipastikan informasi itu sangat benar dan sangat akurat.

Secara naluri, isteri satu-satunya pasti cinta kepada suaminya. Dan cenderung untuk menutupi kejelekan suaminya. Adapun jika isteri banyak, maka cenderung mereka akan benci dan menyebarkan aib-aibnya, walaupun suami mereka sudah meninggal dunia. Belum lagi, jika ternyata yang membunuh pemimpin dan pembesar kaum, serta keluarganya adalah suami mereka. Seperti terbunuhnya keluarga Siti Shafiyah dan Siti Juwairiyah (sebelum keduanya masuk Islam). Lain halnya dengan Rasulullah. Isteri-isterinya ketika selama bergaul dengan beliau, bernaung dalam bimbingan beliau, kepribadian luhur beliau tetap konsisten saat sunyi maupun ramai. Hal ini yang menjadikan, isteri-isterinya bisa dipercaya oleh kaum muslimin atas informasi tentang tingkah laku beliau di rumah.

Sedikit saja ada sikap Rasulullah yang menyimpang dari kepatutan, pasti akan tersebar luas.

4. Rumah-rumah isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam. Lebih lagi, bila ajaran yang menyangkut masalah khusus perempuan.

5. Istri-istri Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir dan besar. Dengan adanya pendidikan dan taujih yang berasal dari guru mereka sekaligus suami mereka, menjadikan mereka lebih mengenal karakter Islam yang kaffah yang bersumber dari Rasulullah SAW langsung dan wahyu yang diberikan kepada Beliau. Dengan adanya istri-istri Rasulullah sebagai duta-duta Islam menjadikan penyebaran dan tarbiyah Islam kepada umat menjadi lebih efisien dan cepat serta terarah.

Poligami yang dilakukan oleh Rasulullah sesungguhnya sarat dengan catatan-catatan penting. Beliau tidak melakukannya secara bebas dan tanpa pertimbangan. Sangat berbeda dengan praktek poligami oleh kebanyakan orang. Umumnya orang berfikir, yang penting tidak lebih dari empat orang isteri, maka bisa saja ganti-ganti isteri. Talak sana sini. Akad sini sana. Adalah Rasulullah, beliau dilarang nikah lagi, selain yang telah ada disisinya. Walaupun salah satu atau semuanya meninggal dunia. (Q.S: al-Ahzab: 52)