Frederick Blake Burks
(Mantan Penerjemah Departemen Luar Negeri Amerika Serikat)
Selama tinggal di Indonesia saya ditemani oleh seorang polisi yang bekerjasama dengan saya, karenanya saya pulang ke Amerika dalam keadaan baik dan aman-aman saja. Pada awal tahun lalu saya juga didampingi oleh seorang pengacara, karena saya diminta untuk menjadi saksi atas peristiwa peledakan-peledakan bom di Indonesia. Sewaktu saya mengungkap hal sebenarnya yang saya ketahui, kontan saja Paul Wolfowitz (Deputi Menteri Pertahanan Amarika) marah-marah tak keruan kepada saya. Tapi dia dan kaki-tangannya tak berani macam-macam, karena kalau dia memperlakukan saya secara tidak bertanggungjawab, tentu saja akan menjadi berita besar di Indonesia dan seluruh dunia.
Beberapa kawan saya yang masih bekerja selaku penerjemah telah menghubungi saya, dan mereka mendukung aktivitas saya dalam mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya terjadi di sekitar orang-dalam di pemerintahan Amerika. Mereka bilang bahwa saya cukup berani melakukan tindakan yang sangat mengandung risiko ini. Tapi bagaimanapun persoalan ini harus ada yang mengungkapkan, dan kalau saya berdiam-diri menyaksikan tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah saya, berarti saya telah melakukan pengkhianatan terhadap bangsa saya, bangsa Indonesia dan seluruh bangsa dunia ini.
Kesalahan dan kesewenangan itu memang tidak hanya dilakukan oleh seorang rejim Amerika saja, tetapi begitu banyak orang yang sedang bermain di belakang rejim itu. Karena itu saya merasa berkewajiban untuk membongkarnya, dan setiap orang Amerika mestinya turut mendukung semua aktifitas yang saya kerjakan ini. Hal ini sangat berkaitan dengan adanya undang-undang khusus bahwa jika ada seorang pemerintah yang tahu mengenai hal-hal yang merugikan rakyat Amerika, ia harus membuka rahasia itu demi kepentingan rakyatnya. Jadi, tidak ada alasan bagi mereka untuk menuduh saya sebagai pengacau atau pelanggar hukum dan undang-undang.
Untuk bicara soal George W. Bush, saya sengaja memposisikan diri selaku peneliti, dan bukan sebagai penerjemah Departemen Luar Negeri. Sudah tiga tahun saya mengadakan penelitian khusus tentang kebobrokan moral ini, karenanya saya tidak merekayasa dan tidak mengada-ada. Di negara kami memang ada kelompok elite penguasa tertentu, yang memang bersikeras untuk tetap berkuasa dan mengeruk keuntungan sebesar mungkin, seakan-akan mereka akan bertahan hidup selama masa ribuan tahun.
Cara-cara yang ditempuh oleh mereka sebetulnya adalah cara-cara usang dan kuno, yakni bagaimana mereka harus membuat orang-orang agar hidup dalam ketakutan dan kengerian. Dan setelah mereka berhasil membuat orang jadi takut, orang-orang itu (atau negeri-negeri berkembang itu) lantas berbondong-bondong menghambur-hamburkan uangnya untuk kepentingan militer, kemudian sepakat memasuki industri yang dipaksakan demi keuntungan mereka. Kini setelah Soviet jatuh, tak ada lagi kesempatan bagi mereka untuk mengadu-domba kita semua, kecuali masalah agama. Menurut mereka, agama adalah bahan empuk untuk memisahkan orang-orang, serta untuk membuat kita saling bertengkar dan bermusuhan.
Selain itu ada juga kelompok tertentu di pemerintahan kami, yang sudah stress dan frustasi, karenanya mereka nekat menginginkan agar kiamat segera datang. Dan sebelum kiamat tentu dibutuhkan Armageddon, karenanya harus diciptakan chaos dan Perang Dunia Ketiga. Kelompok ini memang betul-betul gila dan kalap tak keruan. Mereka menginginkan agar Perang Dunia itu cepat meletus, hingga ketika kiamat betul-betul datang, bagi mereka tidak ada urusan dengan hari akhir atau hari pengadilan Tuhan. Yang penting bagi mereka adalah kenikmatan dan kepuasan menyaksikan dan mendalangi peperangan itu sendiri.
Para elite penguasa itu, baik yang dari partai ataupun bukan, baik yang bersikeras ingin berkuasa maupun yang menjadi oposan, mereka semua sama-sama menginginkan agar penduduk bumi ini saling bertengkar dan bermusuhan. Orang-orang oposan itu, sebagian besar tidak mengerti bahwa mereka sedang ditunggangi dan direkayasa sedemikian rupa. Bahkan menurut saya, George W. Bush sendiri tidak sadar bahwa dirinya sedang diperalat dan dijadikan boneka oleh orang-orang elite yang frustasi dan brutal itu.
Ironisnya, rakyat Amerika sendiri yang intelek dan progresif, banyak yang mengira bahwa semua kesewenangan dan kejahatan itu hanya diprakarsai oleh seorang Bush saja, padahal orang-orang di belakang dialah yang punya kemampuan canggih untuk merekayasa dan mendalangi semuanya itu. Hal ini karena seorang presiden pada zaman ini, di negara manapun, terlalu bergantung pada para penasehatnya. Seorang Bush terlalu sibuk untuk mengadakan acara ini acara itu, menghadiri pertemuan ini perayaan itu dan seterusnya. Dia hanya menerima informasi yang diperlukan saja dari para penasehatnya. Nah, di Amerika Serikat, orang-orang yang bermain di belakang para penasehat itulah yang sanggup mengontrol dan mengendalikan segala kejahatan itu.
Kalau akhir-akhir ini dikenal dengan istilah “teori konspirasi”, mereka memang bekerjasama untuk suatu tujuan tertentu. Bukan hanya untuk keuntungan bisnis dan bagi-bagi pendapatan, tetapi mereka ngotot mencari jalan pintas untuk mengeruk keuntungan besar secepat-mungkin. Dalam keadaan darurat dan peperangan, orang-orang itu seenaknya mengambil keputusan bahwa pemerintah membutuhkan dana sebanyak miliaran dollar hanya dalam waktu sekejap. Bukti-buktinya sangat jelas. Belakangan ini saya menerima berita dari CBS bahwa Menteri Pertahanan Amerika mengaku telah kebobolan uang sebanyak 2 hingga 3 miliar dollar, yang mestinya dimanfaatkan untuk Departemen Pertahanan.
Anehnya, pengumuman itu justru disampaikan sehari sebelum terjadinya peristiwa WTC dan Pentagon. Tentu saja kita dapat mudah menebak bahwa dana sebesar itu pastilah dikantongi oleh mereka sendiri, dan sebagiannya dipakai untuk kepentingan proyek-proyek hitam yang selama ini dirahasiakan kepada bangsa Amerika dan seluruh bangsa dunia. Kalau mereka sekadar menjalankan bisnis, paling banter mereka hanya bagi-bagi penghasilan atau prosentasi pendapatan.
Logikanya, kalau suatu kelompok sukses dalam berbisnis, masing-masing hanya akan menerima keuntungan 10 persen atau hanya 20 persen saja. Tetapi di masa darurat perang, mereka akan menganggap bahwa momen itu adalah rezeki nomplok yang tidak kepalang tanggung buat mereka. Anggaran yang dialokasikan untuk Perang Irak saja, coba bayangkan, hanya dalam tempo satu tahun mereka sudah menghambur-hamburkan ratusan miliar dollar. Dan kalau kita mengerti tentang jejak uang, tentulah uang sebanyak itu mustahil diperoleh dari bisnis besar model apapun.
Proyek-proyek hitam itu sudah berjalan selama masa puluhan tahun, namun tidak boleh diakui keberadaannya secara hukum. Salah satu proyek itu di antaranya untuk kepentingan intelijen, karena Amerika tidak mau tersaing oleh negara manapun, bahkan tidak seorang pun boleh tahu tentang teknologi yang terus-menerus sedang dikembangkan.
Rakyat Amerika pada umumnya tidak boleh tahu tentang hal ini. Bahkan para wartawan dan dunia pers sudah dikontrol secara ketat oleh para elite penguasa dan jaringannya. Pada tahun 1980 hingga 1990-an di Amerika terdapat lebih dari 50 perusahaan pers, di antaranya cukup banyak perusahaan-perusahaan pers terkemuka dan terpercaya. Tapi sekarang perusahaan-perusahaan itu telah digabung oleh konglomerasi pers, hingga kini tinggal 8 saja untuk semua pangsa pasar. Karenanya kalau ada wartawan yang independen, jujur dan berani, dia akan menghadapi risiko ditolak oleh atasannya, dan saya punya banyak kenalan yang mengalami nasib seperti itu. Ketika mereka berani memberitakan persoalan yang sebenarnya untuk membuka suatu tabir yang digelapkan, mereka kemudian diganggu dan dipecat dari perusahaan itu. Kalaupun mereka menggugat sampai ke persidangan, hal ini akan sulit dimenangkan oleh seorang wartawan.
Sebuah buku menarik telah mengisahkan banyak kehidupan para wartawan yang mengalami nasib menyedihkan seperti itu. Buku itu berjudul “Into the Buzzsaw”, ditulis oleh Kristina Borjesson. Dari buku ini saja mestinya orang-orang Amerika bisa paham dan mengerti tentang dunia pers di negerinya. Tapi aneh sekali, buku itu resensinya tidak pernah dimuat oleh satu media manapun di Amerika, padahal penulisnya adalah seorang terkenal pemenang hadiah Pulitzer.
Khusus tentang peristiwa WTC dan Pentagon pada tanggal 11 September itu, sebetulnya Amerika punya sistem radar yang sangat hebat. Kalaupun misalnya ada rudal meluncur dari Soviet ke Amerika yang kecepatannya dua kali lipat melebihi pesawat biasa, sistem rudal Amerika akan mudah menjatuhkannya hanya dalam tempo dua atau tiga menit saja. Sistem penangkal ini sangat canggih, meskipun boleh jadi ada yang meleset juga. Namun persoalannya, bagaimana mungkin ada empat pesawat sipil yang gerakannya sangat lambat bisa menghancurkan Pentagon. Ketika menedengar bahwa Pentagon hancur oleh pesawat terbang, hari itu juga saya sudah menebak bahwa peristiwa itu adalah rekayasa dan omong kosong belaka. Secara pribadi saya pernah bekerja dengan para jenderal di Amerika. Saya tahu bahwa mereka punya pesawat khusus yang bisa mendekati pesawat manapun hanya dalam tempo sepuluh menit. Anehnya, sudah 90 menit setelah pembajakan itu, tahu-tahu ada pesawat yang kemudian mengenai Pentagon. Ini sangat tidak mungkin dan hanya siasat bodoh saja.
Selain konstruksi gedungnya yang kuat dan kokoh, ada lagi fakta bahwa gedung WTC-7 yang tingginya sekitar 46 lantai, tiba-tiba gedung itu runtuh pada jam 5.00 sore, padahal tidak terkena pesawat sama sekali. Apa-apaan ini? Kejadian ini sangat mudah dipahami bahwa di dalam gedung itu terdapat berkas dan dokumen-dokumen rahasia yang mengarah kepada para konglomerat besar. Dokumen-dokumen itu bisa memberatkan para konglomerat itu dalam beberapa kasus hukum yang berskala besar.
Kemudian yang lebih serius lagi, boleh jadi markas untuk mengatur semua rekayasa itu terdapat di gedung itu. Saya tahu bahwa markas untuk mengatasi keadaan darurat memang terletak di gedung itu pada lantai 21. Ruangan itu sengaja dibangun oleh Walikota New York, khusus untuk keadaan-keadaan darurat. Ada banyak keistimewaan tersendiri di ruangan satu lantai itu. Jadi semua rekayasa itu sangat mungkin dikontrol dari situ, untuk kemudian dihancurkan sama sekali.
Kalau kita bicara tentang rakyat Amerika, secara jujur saya akui bahwa kebanyakan mereka tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa. Karena mereka terus-menerus ditipu dan dibohongi oleh media-massa. Persoalan ini memang tidak sederhana, dan membutuhkan waktu, kesabaran dan perenungan mendalam, kemudian kita sanggup merangkai mata-rantai kejadian yang terpotong-potong oleh keadaan. Rakyat kebanyakan inginnya serba ringkas dan instan saja, karenanya mereka mudah dikelabui dan dininabobokan oleh pihak-pihak penguasa yang berkepentingan.
Tapi saat ini semakin banyak orang yang tidak mau hanyut ke dalam arus keadaan yang menyesatkan ini, termasuk diri saya sendiri. Kami harus mencari media alternatif untuk menghimpun berita dan informasi secara jujur dan akurat. Beberapa bulan lalu ada jajak pendapat di Reuters khusus mengenai peristiwa 11 September itu. Pertanyaan yang ditampilkan adalah: “Apakah anda percaya bahwa pengeboman itu sudah diketahui oleh pemerintah, tetapi mereka membiarkan saja?”
Hasilnya 49,7 persen dari responden mengatakan “YA”. Namun ironisnya, hasil jajak pendapat Reuters ini tidak pernah diberitakan oleh media-massa satu pun di Amerika. Aneh sekali. Dan saya sendiri hanya tahu dari Website-nya, dan bukan dari surat kabar Amerika.
Syukurlah, beberapa waktu lalu ada seorang dermawan kaya yang langsung memberikan reaksi positif mengenai hasil penelitian Reuters ini, lantas secara sukarela ia membeli halaman iklan dan memasang hasil jajak-pendapat itu pada satu halaman penuh di New York Times selama beberapa hari. Setelah itu barulah semua orang tahu mengenai hasil riset itu. Karena itu saya yakin, dalam waktu dua tahun ke depan seluruh rahasia kejahatan itu akan terbongkar, dan seluruh dunia akan paham tentang seluk-beluk rekayasa pembantaian itu.
Akhirnya ingin saya tegaskan sekali lagi, bahwa target mereka, para elite penguasa yang bermasalah dan frustasi itu, tidak lain bahwa mereka ingin melestarikan ketakutan dan membikin penduduk seluruh dunia jadi takut. Kalau masyarakat sudah jadi penakut, maka mereka akan mudah dimanipulasi dan dininabobokan. Inilah target utama bagi orang-orang jahat yang frustasi dan banyak masalah itu….
Disunting dr K2PSI, Radar Banten dan Koran Tempo
Desember 2005
No comments:
Post a Comment