Hukum rajam (stoned to death) adalah hukum (Syari'at) milik kaum Yahudi dan sejak zaman dulu sudah diterapkan oleh kaum Yahudi.
Bagi pelaku zinah diberlakukan hukuman mati (Imamat 20:10-20) dan rajam sampai mati (Ulangan 22:22-24) dan bahkan setelahnya ratusan tahun kemudian dalam era Hadhrat Yesus a.s., beliau juga menyetujui hukuman bagi penzinah adalah rajam sampai mati (Yohanes 8:3-5).
Lebih lanjut kita lihat dalam Ensiklopedi Perjanjian Baru, Penerbit Kanisius Yogyakarta, buah tangan Xavier Leon-Dufour, hal. 613 menyebutkan:
"Zinah, yaitu hubungan seksual antara laki-laki (yang sudah atau belum beristri) dengan perempuan yang sudah bersuami dilarang oleh Hukum, sebab hubungan yang demikian memperkosa hak milik suami terhadap istrinya. Kedua pelaku zinah harus dihukum mati, biasanya dirajam oleh seluruh masyarakat, sebab pelanggaran itu menodai seluruh masyarakat. Apa yang dahulu berlaku bagi perempuan saja, oleh Yesus dinyatakan sebagai hal yang berlaku bagi laki-laki pula ..."
Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum rajam sampai mati bagi pelaku zinah sesungguhnya sesuai ajaran agama mereka masih tetap berlaku bagi kaum Yahudi dan Kristen.
Namun dari kalangan non-Muslim sering kita dengar mereka katakan bahwa hukum rajam yang pada zaman ini dan masih diterapkan oleh sebagian umat Islam merupakan warisan Islam. Pendapat seperti itu tidak benar, karena sesungguhnya hukum rajam sampai mati berasal dari Bible.
Al-Qur'an Karim, sebagai sumber hukum yang tertinggi, telah final menetapkan bahwa hukuman bagi kasus perzinahan adalah DERA (24:2-5) dan tidak pernah ditemukan hukuman rajam bagi pelaku zinah dalam Al-Qur'an. Dan, Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang menerima taubat dan perbaikan diri atas orang yang melakukan perzinahan (24:5).
Jadi, tidak relevan lagi jika hukum rajam (lempar batu sampai mati/stoned to death) bagi kasus perzinahan masih dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam, dan kemudian diterapkan pada zaman ini oleh beberapa golongan Islam yang bercita-cita ingin mengubah suatu negara dengan syari'at versi mereka dan menerapkan kembali seutuhkan hukum rajam (atau hukum lainnya), yang justru bertentangan dengan al-Qur'an Karim.
Padahal ulama-ulama Islam sendiri, masih dianggap ada musykil, dengan ayat mutasyabihat.
Untuk memahami bagaimana hukum rajam yang sebenarnya, menurut Al-Quran, penulis dengan penuh kerendahan hati, mengemukakan musykilah yang terdapat didalam penafsiran ayatnya untuk menjernihkan ajaran Islam yang mengutamakan akhlak.
Rajam hukum sampai mati (stoning to death) bagi pezina laki-laki dan perempuan yang sudah atau pernah menikah (muhshan) harus diakui merupakan hukum hudud, yang kontroversial, di kalangan ulama dan fuqaha. Terdapat perbedaan pendapat tentang hukum dasarnya (dalil naql), baik penetapan hukum rajam, maupun metode pelaksanaannya.
Dalam Al- Quran, tidak ada sebuah ayatpun yang memerintahkan, harus di rajam orang yang telah berzina, jika telah pernah nikah. Yang ada, dalam Al-Quran, hanyalah perintah cambuk, seratus kali. Dapat dilihat pada ayat yang artinya : “ Perempuan yang berzina, dan laki-laki yang berzina, maka deralah keduanya, (masing-masing) seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka, disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang beriman “ (QS. Al-Nur (24) : 2).
Mengenai ayat lain yang ditafsirkan sebagian Ulama yang menggiring kaum penzina di rajam, yaitu : “ Terhadap wanita yang mengerjakan perbuatan “ fahisyah ” (keji), hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu, yang menyaksikannya. Kemudian apabila empat saksi itu telah memberikan penyaksian, maka kurunglah ( wanita-wanita penzina itu ) dalam rumah sampai menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan yang lain kepadanya “ (QS.al-Nisa’ (4) :l5).
Dari kedua ayat tersebut diatas, (S. Al-Nur 2 dan S. Al-Nisa l5), jelas sekali, tidak menggunakan kata rajam. Yang ada, hanya kata “dera seratus” dan mengurung di rumah sampai ajalnya datang, atau ada cara lain. Disamping itu, khusus surah Al-Nur l5 dengan kata “ fahisyah ” itu, ada dua tafsirnya. Pertama zina biasa, yang kedua, zina luar biasa, yaitu antara perempuan dengan perempuan (homoseks). Berarti, belum tentu zina biasa dan itupun hukumannya bukan rajam. Kemudian syarat yang lebih besar dalam persaksian, ada empat orang saksi mata melihat langsung secara transparan, persis pedang dimasukkan ke dalam sarungnya. Apa mungkin hal ini terjadi bagi orang normal? Hampir mustahil. dapat disaksikan.
Hadis dha’if:
Yang digunakan oleh ulama yang cenderung menghukum rajam kaum penzina muhshsan (yang sudah kawin), adalah hadis ahad (dha’if). Dari seorang perawi Ubadah bin Shamit saja. Katanya Nabi bersabda : “ Ambillah olehmu dariku, Allah telah membukakan jalan bagi mereka; lajang dengan lajang, dicambuk seratus kali, dan dibuang selama setahun, janda dengan duda, dicambuk seratus kali dan di rajam “.
Jika kita perhatikan hukum yang bersumber dari hukum pertama Al-Quran, dan sumber kedua Hadis, jelas ada perbedaannya. Al-Quran hanya menyebut dera (cambuk) seratus kali (lajang atau janda), sedang Hadis menambah “ dibuang satu tahun ” (lajang), dan di rajam” (janda).
Mengenai kedudukan hukum pertama dan kedua, selalu berbeda. Satu dari Allah dan yang satu dari Nabi. Karena Hadis tidak selalu penjelasan dari Al-Quran, dan juga tidak selalu berlaku universal, tapi terkadang hanya local saja. Maka kita harus hati-hati dan memahaminya juga lain. Apalagi kalau Hadisnya ahad (dha’if). Mengenai Hadis dha’ifpun, ulama Syafie memakainya, jika menyangkut ibadah atau fadhail amal ( pahala-pahala dalam amal ), supaya merangsang pengamalan. Tapi, jika menyangkut hukum, ulama Sunni termasuk Syafie, juga menolak menjadikan rujukan.
Karena adanya kemusykilah dalam hukum rajam tersebut, maka negeri-negeri Islam terjadi penetrapan hukum ini kontraversial. Negara-negara yang menulis dalam konstutusinya berlandaskan Al-Quran, seperti Saudi Arabiyah dan negara-negara Teluk, berusaha menerapkannya. Sebaliknya, negara-negara yang mengadopsi hukum pidana Barat seperti Mesir, Syria, Aljazair dan Maroko tidak memberlakukan hukum rajam.
Di Pakistan sendiri, pernah terjadi diskusi panjang, tentang hukum rajam dengan mengambil qiyas, di zaman nabi, lalu disepakati, bahwa sebenarnya hukuman rajam, tidak ada dalam Al-Quran. Karena itu hukum rajam yang dijalankan sebagian negeri Islam, merupakan hukuman tambahan berkenaan dengan hak Allah (hudduullah yang diputuskan secara ta’zir, kebijakan hakim). Karena kebijakan hakim yang sangat berperanan, maka dera seratus pun dianggap hukum maksimal, lalu memperlakukan yang minimal, yaitu hanya di dera 25 kali, seperti yang dipraktekkan di Sudan.
Yang pernah dipraktekkan Rasul sebelum turunnya Surah al-Nur, sehingga tidak ada ketentuan ini berlaku universal, dan masih harus dilaksanakan yaitu “ Seorang lelaki mendatangi Rasul lalu berkata, “ ya Rasul saya telah berzina “, tapi Rasul tidak menghiraukan dan memalingkan muka, sehingga lelaki itu mengulang sampai empat kali, dan pergi mencari 4 saksi, setelah menghadap Rasul, dengan saksi-saksinya, baru Rasul bertanya, “ apa kamu tidak gila ?’. Di jawab “ tidak “. Kemudian Rasul bertanya lagi, “ apa kamu sudah pernah nikah ?. “ Dijawab “ya”, Kalau begitu, bawalah orang ini dan rajamlah “ (HR. Bukhari).
Jika seorang hakim mengambil hukum qiyas dari hadis dhaif dari Ubadah diatas, atau menggunakan hadis yang sudah mansukh dengan turunnya Surah al-Nur dengan menambah kata “ rajam ” atau meyakini bahwa riwayat Bukhari bersifat universal dan bukan local, serta masih berlaku, mengapa Rasul ketika dilapori 4 kali baru mau menoleh menerima laporan ?. Hakikatnya, agar menghindarkan si pelapor, dari hukuman, karena dasar utama Islam adalah etika (makarim al- akhlaq). Tapi terlihat sipelaku sendiri terlalu bernafsu mau sekali dihukum, lalu dijalankan.
Seorang hakim perlu mengetahui, bahwa Al-Quran tidak pernah menyebut istilah “rajam” secara akspelisit. Satu-satunya ayat yang ada adalah istilah “ fahisyah ” itupun mutasyabihat (meragukan)..
Jadi menurut hemat penulis, dalil “merajam” penzina itu lemah sekali. Itulah sebabnya sehingga di Negara Islam Pakistan sudah menghentikan hukum rajam, setelah selesai diskusi panjang ulama, mengenai rajam, yang tidak ditemukan satu ayatpun dalam Al-Quran.
Akhirnya, berdasarkan uraian singkat diatas, yakni alasan rajam, menggunakan ayat “fahisyah” (mutasyabihat) atau hadis dhaif atau hadis yang sudah mansukh dengan turunnya surah Al-Nur, maka kita doakan, semoga banding terakhir bagi TKW Kartini, dapat lolos dari hukum rajam maut yang musykil. Apalagi menurut pengakuannya dilakukan karena dipaksa, sekalipun berteriak keras, tidak ada seorangpun yang mendengarnya. Maka kebijakan ta’zir hakim, hendaknya berlaku lunak, terhadap seorang wanita yang terpaksa jadi pembantu. Dan yang lebih penting diketahui, hukum rajam itu sendiri tidak ditemukan secara ekspelisit dalam Al-Quran. (Wa Allahu a’lam).
H. Mochtar Husein
http://islam-itu-indah.blogspot.com/
thx tag'y gan...
ReplyDeleteilmu yg sangat berguna.
thx tag'y gan...
ReplyDeleteilmu yg sangat berguna.
Saudara ku, Kalo buat pernyataan itu hendaknya yang benar. Rajam warisan yahudi bisa jadi. Karena memang hukum rajam itu budaya di timur tengah.
ReplyDeleteSedangkan, Yesus TIDAK pernah mengizinkan SEORANG pun MENGHAKIMI yang lainnya. Bahkan di Yohannes 8 itu (Tolong Baca Lengkapnya satu pasal itu). Saya jelaskan singkatnya: Karena kebiasaan manusia menghakimi, jadi ahli agama di israel saat itu membawa pelacur untuk diadili dan dilempari batu. Bermaksud menjebak Yesus untuk menemukan kesalahannya. Tapi Yesus mengatakan: Siapa yang tidak berdosa diantara kamu, berhak melempari wanita ini (pelacur tsb). Alhasil tidak ada yg melempar, karena semua manusia berdosa. Jadi pelajarannya Yesus tidak pernah menghendaki kita manusia saling menghakimi, seperti yang telah dilakukanNya juga. Apalagi hukum rajam seperti yang saudara maksud.
Artikelnya sudah lama, tapi tidak apa2 karna saya juga baru membacanya.
Yohanes 8:3-11
ReplyDeleteKonteks
8:3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. 8:4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. 8:5 Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. w Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" 8:6 Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai x Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. y Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. 8:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Iapun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa 1 , hendaklah ia yang pertama melemparkan batu z kepada perempuan itu. a " 8:8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. 8:9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. 8:10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" 8:11 Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau 2 . b Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi c mulai dari sekarang.
Yang bikin konteks dan pernyataan di atas tadi belum sembuh dari virus mungkin. Soalnya dia tidak paham ayat alkitab dan ajaran tentang Yesus.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBaca isi artikel di atas terlihat ajaran Islam membingungkan dlm halam hukum Rajam ini. Antara ayat dlm Quran dan juga antara ayat Quran dgn Hadist yg tidak konsisten dn kontradiksi. Mknya umat muslim bingung mau terapkn yg mana? 🤣🤣🤣🤣
ReplyDeleteBaca isi artikel di atas terlibat ajaran Islam membingungkan dlm halam hukum Rajam ini. Antara ayat dlm Quran dan juga antara ayat Quran dgn Hadist yg tidak konsisten dn kontradiksi. Mknya umat muslim bingung mau terapkn yg mana? 🤣🤣🤣🤣
ReplyDeleteHehe umat Islam tidak bingung. Itu urusan para ulama. Semua bisa didiskusikan karena ini sifatnya ijtihad. Yg membaca saja yg bingung. Jika dia faham khilafiyah dia tdk akan bingung. Kasus org Indo di luar negeri itu bisa diurus oleh Kedubes. Tentu dia punya staff ahli juga dari kalangan ilmuan Islam untuk diskusi. Setiap negara punya hukum masing-masing, mau hukum mati itu hukum Islan atau tidak. Tinggal Kedubes gercep atau tidak.
DeleteAgama Kristen tidak pernah menerapkan hukum Rajam. Ini artikel HOAX. Rajam adalah hukum Yahudi. Yahudi tidak sama dengan Kristen.
ReplyDeleteitupun berlaku Israel di zaman dahulu, zaman now tidak lagi
Delete