Negara Kaya Bernama Indonesia
Renungan Bagi Yang Ulang Tahun
Rasulullah mengatakan bahwa umur rata-rata umatnya berkisar antara 60-70 tahun. Itu artinya, bila seseorang sudah berumur di sekitar 30-35 besar kemungkinan separuh umurnya sudah berlalu. Itu pun kalau dia diberi jatah umur sebanyak itu. Bila jatahnya kurang dari sekian tentu umur yang tersisa lebih sedikit dari yang sudah berlalu.
Dengan demikian, tidak sepantasnya lagi seseorang menghitung maju usianya bila angka 30 sudah terlewati. Seharusnya dia mulai menghitung mundur umurnya. Yang ada di dalam ingatannya adalah tinggal berapa lagi jatah yang tersisa?
Bila kita sadar hal ini, perayaan ulang tahun itu hanya indah bagi anak-anak yang belum mencapai usia baligh. Karena sampai saat itu Allah memberikan nikmat hidup kepadanya tanpa ada catatan dosa yang akan memberatkannya di akhirat.
Sedangkan bagi yang sudah lewat usia baligh, atas dasar apa dia berbahagia hingga harus merayakannya. Umur semakin berkurang, dosa semakin menumpuk, sementara bekal untuk kembali tidak seberapa.
Dari pada berbahagia dengan membakar lilin dan bernyanyi di saat bertambahnya usia, lebih baik bermandikan air mata mengenang dosa dan kesalahan, serta mengingat-ingat semakin dekatnya pertemuan dengan Malaikat Maut.
Agaknya lebih indah dan syahdu hari ulang tahun kita renungkan dengan mentadabburi ayat-ayat berikut ini:
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (QS. Ali Imran: 185)
"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh." (QS. An Nisa': 78)
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al Anbiya': 35)
"Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati." (QS. Al Mu'minun: 15)
"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan." (QS. Al 'Ankabut: 57)
Katakanlah: "Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu, kemudian hanya kepada Tuhanmulah kamu akan dikembalikan". (QS. As Sajdah 11)
Katakanlah: "Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja". (QS. Al Ahzab: 16)
"Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula)." (QS. Az Zumar: 30)
"Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya." (QS. Qaf: 19)
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS. Al Jumu'ah: 8)
"Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan." (QS. Al Munafiqun: 11)
Seraya berdo'a dengan do'anya Nabi Isa:
"Dan salam kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali." (Maryam: 33)
Dan do'a Nabi Yusuf:
"(Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS. Yusuf: 101)
Wallahu a'lam.
Al Maidah 51, Mu'jizat Al Quran
Al Quran memiliki nama lain yaitu Al Furqon yang artinya Pembeda. Melalui kasus Al-Ma'idah ayat 51, Allah SWT benar-benar telah menunjukkan kepada umat Islam perbedaan jatidiri setiap orang; siapa yang termasuk Muslim yang benar, dan siapa yang termasuk golongan munafik.
Allah SWT berfirman:
"Kalau Kami menghendaki, niscaya Kami menunjukkan mereka (kaum munafik) kepada kamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dari tanda-tanda mereka dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka." [QS. Muhammad : 30]
Imam Al-Tabari dalam tafsirnya menjelaskan, "Sungguh kamu akan mengetahui mereka dari tanda-tanda Nifaq (sifat kemunafikan) yang tampak dari mereka dalam konteks ucapan dan perbuatan lahiriah mereka."
Terkait kasus ini, setelah larangan menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin dalam QS al-Maidah ayat 51, berikutnya Allah SWT menjelaskan bahwa sikap terhadap larangan itu akhirnya mengungkap jatidiri kaum munafik.
"Lalu kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hati mereka (kaum munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani) seraya berkata; 'Kami takut akan mendapat bencana.' Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka." [QS al-Maidah: 52]
Menurut Imam Al-Qurtubi, juga Ibn Katsir, yang dimaksud dengan penyakit dalam hati adalah keraguan, kebimbangan dan kemunafikan. Ayat ini menunjukkan bahwa sejak awal posisi orang munafik memang berada di pihak kaum kafir.
Allah SWT juga menegaskan sifat orang munafik ini:
"Kabarkanlah kepada kaum munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) kaum yang menjadikan kaum kafir sebagai teman-teman penolong dengan meninggalkan kaum Mukmin." [QS An-Nisa': 138-139]
Melalui kasus Al Maidah 51 ini, umat Islam harus mencatat dengan huruf tebal siapa saja orang, tokoh, cendekiawan, kelompok atau organisasi—melalui pendapat, sikap, perbuatan dan keberpihakan mereka—yang lebih rela membenarkan atau bahkan membela sang penista; termasuk siapa saja yang tidak merasa terusik sama sekali dengan penistaan oleh pihak tertentu; juga siapa saja yang melecehkan sikap umat Islam, nyinyir memberikan komentar negatif, rajin memberikan ragam cap negatif terhadap sikap dan gerakan umat Islam. Umat harus mencatat bahwa mereka itu—siapapun mereka—adalah kaum munafik yang telah memusuhi Islam dan kaum Muslimin.
Dengan peristiwa tersebut, mudah-mudahan Allah akan memenangkan umat Islam dan akan membongkar serta mempermalukan orang-orang munafik. Insya allah.
Fathul Makkah, Nasib Hindun dan Abu Sufyan
Fathul Makkah (penaklukan kota Mekah) merupakan peristiwa penting untuk kemajuan Islam. Peristiwa di mana kaum muslimin berhasil kembali ke kota pertama dakwah Islam dijalankan nabi Muhammad SAW. Dapat dibayangkan perasaan bahagia mendalam para sahabat Nabi. Belum lekang dari ingatan mereka suasana duka yang mendalam saat terpaksa harus keluar dari Mekah. Terusir, terpisah dengan sanak keluarga, menempuh gersangnya sahara, melangkah menjauh dari tempat mereka menghabiskan hari demi hari. Setiap jengkal kota Mekah teramat memberikan kenangan mendalam.
Apa yang dilakukan Nabi Muhammad sungguh jauh dari sangkaan. Tidak ada pertumpahan darah karena kesemena-menaan, tidak ada satu hatipun yang dipaksa untuk masuk Islam, justru sebaliknya keselamatan dan perlindungan yang mereka dapatkan. Satu hal yang sangat di luar sangkaan adalah penyataan Nabi bahwa barang siapa yang berhimpun di Abu Sofyan kala itu maka mereka termasuk yang “selamat”.
Hati kecil seolah-olah tak dapat menerima. Bukankah Abu Sofyan begitu memusuhi Islam! Bukankah Abu Sofyan telah memusuhi Nabi dengan hebatnya. Kenapa tak diperintahkan saja untuk membunuhnya? Lupakah Rasulullah ketika Hindun binti ’Utbah istri Abu Sufyan mengunyah-ngunyah jantung Hamzah paman yang teramat dicintainya setelah ditikam tombak seorang budak bayaran Hindun! Lupakah Rasulullah betapa pilunya peristiwa bukit Uhud itu.
Simaklah sekelumit peristiwa Fathul Makkah :
Abu Sufyan segera berlari menuju Makkah. Setibanya di sana, ia langsung berteriak sekuat tenaga, ”Wahai segenap kaum Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah tiba di sini. Ia membawa pasukan yang tidak mungkin kalian lawan, maka menyerahlah. Dan, siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan, berarti dia selamat.”
Mendengar teriakan suaminya, Hindun segera mendekat dan memegang kumis suaminya, seraya berkata, ”Bunuh saja orang yang sama sekali tidak berguna ini. Engkau adalah seorang tokoh yang sungguh memalukan!”
Abu Sufyan membalas, ”Wahai segenap orang Quraisy, jangan termakan oleh ucapan wanita ini. Aku tidak main-main. Muhammad datang dengan pasukan yang tidak mungkin kalian lawan. Siapa yang masuk rumah Abu sufyan, maka dia selamat.”
Orang-orang Quraisy berkata, ”Celakalah engkau! Bagaimana mungkin rumahmu cukup menampung kami semua?”
Abu Sufyan berkata lagi, ”Siapa yang masuk ke dalam rumahnya masing-masing, maka dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam masjid, maka dia selamat.”
Mendengar keterangan tersebut, orang-orang Quraisy segera berhamburan menuju rumah masing-masing dan masjid.
Di saat-saat seperti itulah, Islam masuk ke dalam hati Abu Sufyan. Ia menemui Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam dan berkata, ”Wahai Rasulullah, hancurlah sudah Quraisy. Besok, yang tersisa dari Quraisy tinggal namanya saja.”
Rasulullah berkata, ”Siapa yang masuk rumah Abu Sufyan, maka dia selamat. Siapa yang meletakkan senjata, maka dia selamat. Dan siapa yang masuk ke dalam rumahnya, maka dia selamat.”
Dan demikianlah, Rasulullah sudah memaafkan Abu Sufyan. Salah satu tokoh yang berperan besar dalam menyakiti kaum muslimin di permulaan dakwah Rasulullah. Dan bagaimanakah nasib Hindun. Bagaimanakah nasib perempuan yang telah mengunyah jantung Hamzah paman kesayangan Muhammad yang syahid ditombak budak hitam atas suruhan Hindun di perang Uhud. Berikut petikan peristiwa setelah fathul makkah :
Tak lama berselang setelah pasukan muslimin memasuki kota Makkah, Hindun mengutarakan keinginannya untuk memeluk Islam pada Abu Sufyan,
Abu Sufyan menjawab, ”Kemarin, aku melihat engkau sangat benci mengucapkan kata-kata seperti itu.”
Hindun berkata, ”Demi Allah, aku tidak pernah melihat pemandangan manusia menyembah Allah dengan sebenar-benarnya di dalam masjid, seperti yang kulihat tadi malam. Demi Allah, mereka datang ke sana, lalu menunaikan shalat; berdiri, ruku’, dan sujud.”
Setelah membai’at kaum laki-laki, Rasulullah membai'at kaum wanita. Di antara wanita-wanita yang berbai’at, terdapat Hindun binti ’Utbah. Ia datang memakai pakaian yang tertutup. Ia takut dikenali oleh Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam karena tindakannya terhadap Hamzah di masa lalu.
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berkata, ”Aku meminta kalian berjanji untuk tidak menyekutukan apapun dengan Allah (syirik).” Umar menyampaikan yang dikatakan Rasulullah kepada kaum wanita dan memastikan jawaban mereka.
Rasulullah melanjutkan, ”Dan tidak boleh mencuri.”
Tiba-tiba Hindun menyela, ”Sesungguhnya Abu Sufyan sangat kikir. Bagaimana jika aku mengambil sebagian hartanya tanpa dia ketahui?”
Abu Sufyan yang berada tidak jauh dari tempat tersebut menimpali, ”Semua yang engkau ambil telah kuhalalkan.”
Mendengar dialog tersebut, Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tersenyum dan langsung mengenalinya. Beliau berkata, ”Engkau pasti Hindun?”
Hindun menjawab, ” Benar. Maafkanlah segala kesalahanku di masa lalu, wahai Nabi Allah. Semoga Allah mengampunimu.”
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melanjutkan, ”Dan tidak boleh berzina.”
Hindun menyela, ”Apakah wanita merdeka suka berzina?”
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam berkata lagi, ”Dan tidak boleh membunuh anak-anak kalian.”
Hindun berkata, ”Kami telah bersusah payah membesarkannya, tapi setelah besar, kalian membunuhnya. Kalian dan mereka lebih mengetahui tentang hal ini.”
Mendengar pernyataan tersebut, Umar tertawa sampai berbaring, sedangkan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam tersenyum.
Rasulullah berkata lagi, ”Dan tidak boleh membuat tuduhan palsu.”
Hindun berkata, ”Demi Allah, tuduhan palsu adalah perbuatan yang sangat jelek. Engkau menyuruh kami untuk melakukan perbuatan baik dan akhlak yang mulia.”
Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam melanjutkan, ”Dan tidak boleh mendurhakaiku dalam perkara yang baik.”
Hindun berkata, ”Demi Allah, saat kami datang di tempat ini, kami sama sekali tidak menyimpan niat untuk mendurhakaimu.”
Itulah sekelumit dari peristiwa fathul makkah, secara emosi sangat sulit kita menerima perlakuan Rasulullah terhadap Abu Sufyan dan Hindun. Tapi begitulah Rasulullah mengajarkan kita, bahwa emosi tidak boleh mengalahkan iman. Walaupun memang sangat sulit untuk kita lakukan. Dan lihatlah buah dari kebijakan Rasulullah terhadap Abu sufyan dan Hindun. Sejarah telah mencatat Abu Sufyan termasuk pejuang Islam dan perawi hadist yang diperhitungkan. Dan Simaklah sepenggal jejak Hindun pada perang Yarmuk:
Ibnu Jarir menyatakan, ”Pada hari itu, kaum muslimin bertempur habis-habisan. Mereka berhasil menewaskan pasukan Romawi dalam jumlah yang sangat besar. Sementara itu, kaum wanita menyemangati setiap tentara muslim yang terdesak dan mundur dari medan laga. Mereka berteriak, ’Kalian mau pergi ke mana? Apakah kalian akan membiarkan kami ditawan oleh pasukan Romawi?’ Siapa pun yang mendapat kecaman yang pedas seperti itu, pasti kembali menuju kancah pertempuran.”
Tentara muslim yang sebelumnya hampir melarikan diri, kemudian bertempur kembali membangkitkan semangat pasukan yang lain. Mereka benar-benar terbakar oleh kecaman pedas yang diteriakkan oleh kaum wanita, terutama Hindun binti ’Utbah. Dalam suasana seperti itu, Hindun menuju barisan tentara sambil membawa tongkat pemukul tabuh dengan diiringi oleh wanita-wanita Muhajirin. Hindun membaca bait-bait puisi yang pernah dibacanya dalam perang Uhud.
Tiba-tiba, pasukan berkuda yang berada di sayap kanan pasukan muslim berbalik arah, karena terdesak musuh. Melihat pemandangan tersebut, Hindun berteriak, ”Kalian mau lari ke mana? Kalian melarikan diri dari apa? Apakah dari Allah dan surga-Nya? Sungguh, Allah melihat yang kalian lakukan!” Hindun juga melihat suaminya, Abu Sufyan, yang berbalik arah dan melarikan diri. Hindun segera mengejar dan memukul muka kudanya dengan tongkat seraya berteriak, ”Engkau mau ke mana, wahai putra Shakhr? Ayo, kembali lagi ke medan perang! Berjuanglah habis-habisan agar engkau dapat membalas kesalahan masa lalumu, saat engkau menggalang kekuatan untuk menghancurkan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.”
Zubair bin Al-’Awwam yang melihat semua kejadian itu berkata, ”Ucapan Hindun kepada Abu Sufyan itu mengingatkanku kepada peristiwa Perang Uhud, saat kami berjuang di depan Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam.”
Zubair melanjutkan, ”Saat itu juga, Abu Sufyan membelokkan kudanya dan kembali menuju medan laga. Langkahnya segera diikuti oleh pasukan muslim lainnya. Aku juga melihat kaum wanita bergabung dengan mereka, bahkan bergerak lebih dulu. Aku terkejut ketika ada seorang wanita yang menyerang tentara Romawi yang perawakannya tinggi besar dan menunggang kuda. Wanita itu menarik tubuh tentara tersebut hingga berhasil menjatuhkannya, lalu ia membunuhnya sambil berteriak, ’Inilah bukti yang nyata pertolongan Allah kepada kaum muslimin’.”
Kita terkadang terlanjur memberikan cap si fulan buruk seperti ini. Si fulanah buruk seperti itu. Dan itu berlaku terus menerus. Seolah-olah si fulan takkan berubah. Dan si fulanah akan berlaku seperti itu selamanya.
Ya. Begitulah emosi terkadang dominan menguasai penilaian. Hingga kesalahan seseorang di masa lalu menjadi faktor dominan penilaian. Atau mungkin menjadi “faktor mati” dalam menilai. Sehingga seolah-olah orang itu takkan pernah berubah. Jika hitam, maka hitamlah selamanya. Jika buruk maka buruklah selamanya. Walaupun orang tersebut telah menyadari keburukannya, berupaya untuk memperbaiki dirinya sehingga mungkin dia lebih mulia dan lebih baik daripada kita dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya.
Astaghfirullah, seharusnya kita bisa melihat apa yang ingin Rasulullah sampaikan lewat perlakuan dia terhadap Abu Sufyan dan Hindun.
Astaghfirullah hal adzhim, ampuni dosa hambaMu ya Allah untuk semua hilaf dan dengki dalam hati.
Astaghfirullah hal adzhim, untuk semua emosi yang kadang lebih dominan dari keimanan pada Mu ya Allah.
Aamiin...
Rasulullah Wafat
Sekitar tiga bulan sepulang menunaikan haji wada’, beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menderita sakit yang cukup serius.[1]
Beliau pertama kali mengeluhkan sakitnya di rumah Ummul-Mukminin Maimunah radliyallaahu ’anhaa[2]. Beliau sakit selama 10 hari,[3] dan akhirnya wafat pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul-Awwal[4] pada usia 63 tahun.[5]
Dan telah shahih (satu riwayat yang menyatakan) bahwa sakit beliau tersebut telah dirasakan semenjak tahun ketujuh pasca penaklukan Khaibar, yaitu setelah beliau mencicipi sepotong daging panggang yang telah dibubuhi racun yang disuguhkan oleh istri Sallaam bin Masykam Al-Yahudiyyah. Walaupun beliau sudah memuntahkannya dan tidak sampai menelannya, namun pengaruh racun tersebut masih tersisa.[6]
Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam meminta ijin kepada istri-istrinya agar diperbolehkan untuk dirawat di rumah ’Aisyah Ummul-Mukminiin.[7] Ia (’Aisyah) mengusap-usapkankan tangan beliau pada badan beliau sambil membacakan surat Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas).[8].
Ketika beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dalam keadaan kritis, beliau berkata kepada para shahabat :
هلموا أكتب لكم كتابًَا لا تضلوا بعده
”Kemarilah, aku ingin menulis untuk kalian yang dengan itu kalian tidak akan tersesat setelahnya”.
Terjadi perselisihan di antara mereka. Sebagian berkeinginan memberikan alat-alat tulis (sebagaimana permintaan beliau), sebagian yang lain tidak setuju karena khawatir hal itu justru akan memberatkan beliau. Belakangan menjadi jelas bahwa perintah untuk menghadirkan alat tulis itu bukan merupakan hal yang wajib, namun merupakan sebuah pilihan.
Ketika mendengar ’Umar bin Al-Khaththab radliyallaahu ’anhu mengatakan : (حسبنا كتاب الله) ”Kami telah cukup dengan Kitabullah”; maka beliau tidak mengulangi permintaannya tersebut. Seandainya hal itu merupakan satu kewajiban, tentu beliau akan menyampaikannya dalam bentuk pesan.
Sebagaimana pada saat itu beliau berpesan secara langsung kepada mereka agar mengeluarkan orang-orang musyrik dari Jazirah ’Arab dan agar memuliakan rombongan delegasi yang datang ke Madinah.[9]
Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam memanggil Fathimah radliyallaahu ’anhaa yang kemudian membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah menangis. Beliau memanggil kembali dan membisikinya yang dengan itu kemudian Fathimah tersenyum.
Setelah wafat, Fathimah menjelaskan bahwa ia menangis karena dibisiki bahwa beliau akan wafat, dan ia tersenyum karena dibisiki bahwa ia merupakan anggota keluarganya yang pertama yang akan menyusul beliau.[10]
Dan salah satu tanda nubuwwah tersebut akhirnya terbukti.
Sakit yang beliau derita semakin bertambah berat sehingga beliau tidak sanggup keluar untuk shalat bersama para shahabat. Beliau shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda :
مروا أبا بكر فليصل بالناس
”Suruhlah Abu Bakr agar shalat mengimami manusia”.
’Aisyah berusaha agar beliau shallallaahu ’alaihi wasallam menunjuk orang lain saja karena khawatir orang-orang akan berprasangka yang bukan-bukan kepada ayahnya (Abu Bakr). ’Aisyah berkata :
إن أبا بكر رجل رقيق ضعيف الصوت كثير البكاء إذا قرأ القرآن
”Sesungguhnya Abu Bakr itu seorang laki-laki yang fisiknya lemah, suaranya pelan, mudah menangis ketika membaca Al-Qur’an”.[11]
Namun beliau tetap bersikeras dengan perintahnya tersebut. Akhirnya Abu Bakr maju menjadi imam shalat bagi para shahabat.[12] Pada satu hari, Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam keluar dengan dipapah oleh Ibnu ’Abbas dan ’Ali radliyallaahu ’anhuma untuk shalat bersama para shahabat, dan kemudian beliau berkhutbah. Beliau memuji-muji serta menjelaskan keutamaan Abu Bakr radliyallaahu ’anhu dalam khutbahnya tersebut dimana ia (Abu Bakr) disuruh memilih oleh Allah antara dunia dan kahirat, namun ia memilih akhirat.[13]
Khutbah terakhir yang beliau sampaikan tersebut adalah 5 hari sebelum wafat beliau. Beliau berkata di dalamnya :
إن عبدًا عرضت عليه الدنيا وزينتها فاختار الآخرة
”Sesungguhnya ada seorang hamba yang ditawari dunia dan perhiasannya, namun justru ia memilih akhirat”.
Abu Bakr paham bahwa yang dimaksud adalah dirinya. Ia pun menangis. Melihat hal tersebut, orang-orang merasa heran karena mereka tidak paham apa yang dirasakan oleh Abu Bakr.[14]
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam membuka tabir kamar ’Aisyah pada waktu shalat Shubuh, hari dimana beliau wafat, dan kemudian beliau memandang kepada para shahabat yang sedang berada pada shaf-shaf shalat. Kemudian beliau tersenyum dan tertawa kecil seakan-akan sedang berpamitan kepada mereka.
Para shahabat merasa sangat gembira dengan keluar beliau tersebut. Abu Bakr pun mundur karena mengira bahwa Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam ingin shalat bersama mereka. Namun beliau memberikan isyarat kepada mereka dengan tangannya agar menyelesaikan shalat mereka.
Beliau kemudian kembali masuk kamar sambil menutup tabir.
Fathimah masuk menemui beliau shallallaahu ’alaihi wasallam dan berkata : ”Alangkah berat penderitaan ayah”. Maka beliau menjawab :
ليس على أبيك كرب بعد اليوم
”Setelah hari ini, tidak akan ada lagi penderitaan”.[15]
Usamah bin Zaid masuk, dan beliau memanggilnya dengan isyarat. Beliau sudah tidak sanggup lagi berbicara dikarenakan sakitnya yang semakin berat.[16]
Pada saat-saat menjelang ajal, beliau bersandar di dada ’Aisyah. ’Aisyah mengambil siwak pemberian dari saudaranya yang bernama ’Abdurrahman. Ia lalu menggigit siwak tersebut dengan giginya dan kemudian memberikannya kepada beliau shallallaahu ’alaihi wasallam. Beliaupun lantas bersiwak dengannya.[17]
Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam kemudian memasukkan tangannya ke dalam bejana yang berisi air dan membasuh mukanya. Beliau pun bersabda :
لا إله إلا الله إن للموت سكرات
”Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah. Sesungguhnya pada setiap kematian itu ada saat-saat sekarat”.[18]
Dan ’Aisyah samar-samar masih sempat mendengar sabda beliau :
مع الذين أنعم الله عليهم
”Bersama orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah”.[19]
Lalu beliau pun berdoa :
اللهم في الرفيق الأعلى
”Ya Allah, pertemukan aku dengan Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah)”.
’Aisyah mengetahui bahwasannya beliau pada saat itu disuruh memilih, dan beliau pun memilih Ar-Rafiiqul-A’laa (Allah).[20]
__________________________________________________
Foot Note
[1] [Al-Bidaayah wan-Nihaayah, 5/101].
[2] [Fathul-Baariy, 8/129].
[3] [Fathul-Baariy, 8/129].
[4] [Fathul-Baariy, 8/130].
[5] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/150).
[6] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
[7] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/141)
[8] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/131).
[9] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/132).
[10] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 1/208).
[11] Siirah Ibni Hisyaam, 4/330 dengan sanad shahih
[12] Lihat Al-Bidaayah wan-Nihaayah oleh Ibnu Katsir, 5/232-233.
[13] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy 8/141).
[14] Musnad Ahmad (Fathur-Rabbaaniy, 21/222)
[15] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/149).
[16] Sirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
[17] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/139).
[18] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/144).
[19] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136).
[20] Shahih Al-Bukhari (Fathul-Baariy, 8/136); dan Siirah Ibni Hisyaam, 4/329 dengan sanad shahih.
#Sumber Abul-Jauzaa.blogspot.com
Yusuf Abdi Alfarabi
Hukuman yang Tidak Terasa
Hukuman yang Tidak Terasa
Seorang murid mengadu kepada gurunya:
"Ustadz, betapa banyak kita berdosa kepada Allah dan tidak menunaikan hak-Nya sebagaimana mestinya, tapi saya kok tidak melihat Allah menghukum kita?"
Sang Guru menjawab dengan tenang:
"Betapa sering Allah menghukummu tapi engkau tidak terasa"
"Sesungguhnya salah satu hukuman Allah yang terbesar yang bisa menimpamu wahai anakku, ialah: Sedikitnya taufiq (kemudahan) untuk mengamalkan ketaatan dan amal amal kebaikan."
Tidaklah seseorang diuji dengan musibah yang lebih besar dari "kekerasan hatinya dan kematian hatinya."
Sebagai contoh:
Sadarkah engkau, bahwa Allah telah mencabut darimu rasa bahagia dan senang dengan munajat kepadaNya, merendahkan diri kepadaNya, menyungkurkan diri di harapannya?
Sadarkah engkau tidak diberikan rasa khusyu' dalam shalat?
Sadarkah engkau, bahwa beberapa hari-harimu telah berlalu dari hidupmu, tanpa membaca Al-Qur'an, padahal engkau mengetahui firman Allah:
"Sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini ke gunung, niscaya engkau melihatnya tunduk, retak, karena takut kepada Allah"
Tapi engkau tidak tersentuh dengan Ayat Ayat Al-Qur'an, seakan engkau tidak mendengarnya...
Sadarkah engkau, telah berlalu beberapa malam yang panjang sedang engkau tidak melakukan Qiyamullail di hadapan Allah, walaupun terkadang engkau begadang...
Sadarkah engkau, bahwa telah berlalu atasmu musim musim kebaikan seperti: Ramadhan.. Enam hari di bulan Syawwal.. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, dst.. tapi engkau belum diberi taufiq untuk memanfaatkannya sebagaimana mestinya?
Hukuman apa lagi yang lebih berat dari itu?
Tidakkah engkau merasakan beratnya mengamalkan banyak ketaatan (amal ibadah)?
Tidakkah Allah menahan lidahmu untuk berdzikir, beristighfar dan berdo'a kepadanya?
Tidakkah terkadang engkau merasakan bahwa engkau lemah di hadapan hawa nafsu?
Hukuman apa lagi yang lebih berat dari semua itu?
Sadarkah engkau, yang mudah bagimu berghibah, mengadu domba, berdusta, memandang ke yang haram?
Sadarkah engkau, bahwa Allah membuatmu lupa kepada Akhirat, lalu Allah menjadikan dunia sebagai perhatian terbesarmu dan ilmu tertinggi?
Semua bentuk pembiaran ini dengan berbagai bentuknya ini, hanyalah beberapa bentuk hukuman Allah kepadamu, sedang engkau menyadarinya, atau tidak menyadarinya...
Waspadalah wahai sahabatku, agar engkau tidak terjatuh ke dalam dosa dosa dan meninggalkan kewajiban kewajiban.
Karena hukuman yang paling ringan dari Allah terhadap hambaNya ialah:
"Hukuman yang terasa" pada harta, atau anak, atau kesehatan.
Sesungguhnya hukuman terberat ialah: Hukuman yang tidak terasa ada kematian hati, lalu ia tidak merasakan nikmatnya ketaatan, dan tidak merasakan sakitnya dosa.
Karena itu wahai sahabat-sahabatku, perbanyaklah di sela sela harimu, amalan taubat dan istighfar, semoga Allah menghidupkan hatimu...
Sumber: Diterjemahkan dari Taushiyah Syaikh Abdullah Al-'Aidan di Masjidil Haram
Tertipu Waktu
Sejarah Kristen Dalam Novel "Da Vinci Code"
GEOSPARITUAL: Spiritual Dalam Teori Relativitas
Mayit Memilih BERSEDEKAH Jika Bisa Kembali Hidup ke Dunia
Sebagaimana firman Allah:
"Wahai Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda [kematian]ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah." {QS. Al Munafiqun: 10}
Kenapa dia tdk mengatakan,
"Maka aku dapat melaksanakan umroh" atau
"Maka aku dapat melakukan sholat atau puasa" dll?
Berkata para ulama,
Tidaklah seorang mayit menyebutkan "sedekah" kecuali karena dia melihat besarnya pahala dan imbas baiknya setelah dia meninggal.
Maka, perbanyaklah bersedekah, karena seorang mukmin akan berada dibawah naungan sedekahnya.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa Sallam bersabda,
“Setiap orang akan berada di bawah naungan sedekahnya, hingga diputuskan perkara-perkara di antara manusia.” (HR. Ahmad)
Dan, bersedekahlah atas nama orang-orang yang sudah meninggal diantara kalian, karena sesungguhnya mereka sangat berharap kembali ke dunia untuk bisa bersedekah dan beramal shalih, maka wujudkanlah harapan mereka.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya ada seseorang mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian dia mengatakan,
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya Ibuku tiba-tiba saja meninggal dunia dan tidak sempat menyampaikan wasiat padaku. Seandainya dia ingin menyampaikan wasiat, pasti dia akan mewasiatkan agar bersedekah untuknya. Apakah Ibuku akan mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya?"
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya”.
{HR al-Bukhari no. 1388, Muslim no. 1004}
Dakwah Dengan Lembut
Telah menjadi tabiat manusia menyukai perkataan yang lembut dan membenci perkataan yang kasar. Untuk itu seorang mukmin hendaknya selalu berusaha bertutur kata yang baik pada yang didakwahinya.
Dengar tutur kata yang lembut diharapkan yang didakwahi dapat menerima apa yang disampaikan sehingga tidak berpaling atau malah memusuhi.
Bukan sebaliknya, mudah menghakimi dengan istilah 'haram', 'kafir' 'bid'ah' dan istilah lain yang membuat alergi orang yang didakwahi.
Mari kita simak kisah Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam saat mereka diutus untuk mendakwahi Fir’aun. Allah berfirman,
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS Thaha: 43-44)
Meskipun Fir’aun telah berbuat lancang yaitu mengatakan dirinya Tuhan, Allah tetap memerintahkan Nabinya Musa dan Harun untuk mendakwahinya dengan tutur kata yang lembut. Sebagian ahli tafsir mengatakan yang dimaksud perkataan lembut (qoulan thoyyiiban) dalam ayat diatas adalah FirmanNya,
Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri dan kamu akan kubimbing ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?” (QS An Nazi’at: 18-19)
Kalau kita cermati kalimat dalam ayat diatas kita, dapati kalimat tersebut cukup lembut, sederhana, tidak kasar dan mudah dicerna.
Pertama, kalimat tersebut dimulai dengan “Adakah keinginan bagimu..” yaitu berupa tawaran, bukan perintah atau paksaan. Jika berupa perintah atau paksaan tentu tidak mengenakkan dihati yang didakwahi.
Kedua, kalimat tersebut berisi ajakan untuk “membersihkan dan mensucikan diri” yang mana semua manusia tentu menginginkannya.
Ketiga, tidak mengatakan “saya hendak sucikan kamu”, tetapi mengatakan “sebaiknya kamu mensucikan diri”. Tentu yang kedua ini jelas lebih lembut dan yang didakwahi merasa dihormati.
Keempat, mengajak dan mengingatkan untuk kembali ke jalan Tuhannya. Tuhan yang telah menciptakan, memberi rizki dan kenikmatan, yang seyogyanya kita bersyukur padaNya.
Demikianlah Allah memerintahkan dan mengajari nabi dan utusanNya untuk berdakwah dengan perkataan yang lembut. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan teladan.
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 12 Sya’ban 1434
Rizki Tak Pernah Tertukar
Mencintai Saudaranya Seperti Ia Mencintai Dirinya
Dari Anas bin Malik radhiallahuanhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda, "Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri." (Riwayat Bukhori dan Muslim)
Pelajaran yang terdapat dalam hadits :
1. Seorang mu’min dengan mu’min yang lainnya bagaikan satu jiwa, jika dia mencintai saudaranya maka seakan-akan dia mencintai dirinya sendiri.
2. Menjauhkan perbuatan hasad (dengki) dan bahwa hal tersebut bertentangan dengan kesempurnaan iman.
3. Iman dapat bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.
Pembahasan
Ukhuwah Islamiyyah artinya persaudaraan sesama muslim, sebaiknya tidak hanya sebatas hiasan bibir saja, tapi diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak ayat yang menganjurkan hal itu diantaranya surat Ali Imran 3:103 ''Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk."
Yang berukhuwah sebenarnya bukan hanya muslim dan mukmin saja tapi ukhuwah itu memiliki level masing-masing yaitu;
Ukhuwah Basyariyah; yaitu Persaudaraan antar sesama manusia. Yaitu persaudaraan lintas agama, suku dan ras. Persaudaraan ini terjalin karena sama-sama makhluk Allah yang hidup di bumi ini yang tentu saja terjadi interaksi dan transaksi selama, perbedaan agama, suku bangsa tidak menjadi masalah sehingga hidup saling tolong menolong secara kemanusiaan tidak jadi penghalang.
Ukhuwah Wathaniyah; yaitu Persaudaraan antar bangsa, adalah persaudaraan karena sebangsa dan se tanah air tanpa memandang agama, suku dan ras. Apapun hak dan kewajiban yang ditetapkan di tanah air itu oleh para pemimpinnya semuanya sama, tidak ada yang istimewa, sama semua derajatnya di hadapan bangsa itu.
Ukhuwah Islamiyah : Persaudaraan sesama muslim, adalah persaudaraan karena sama-sama beragama islam tanpa memandang bangsa, golongan dan ras. Apapun bangsanya, darimanapun asalnya tidak menjadi persoalanasal dia seorang muslim, maka terjalinlah persaudaraan.
Ukhuwah Imaniyah : Persaudaraan sesama iman, adalah persaudaraan yang terbangun karena sama-sama menjalankan nilai-nilai iman sesama muslim yang terikat dengan kekuataan komitmen dalam iman dan da'wah. Ukhuwah tidak akan terujud bila kualitas iman antara satu dengan lainnya tidak selevel.
Dalam Al Hujurat 49:10 dengan tegas menyebutkan bahwa persaudaraan mukmin itu sudah dipastikan sehingga harus dijaga sebaik-baiknya; "Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat."
Apa Itu Panama Papers?
Panama Papers sebetulnya hanya istilah saja. Sama seperti Wikileaks.
Kalau Wikileaks berupa bocoran data intelijen dari berbagai negara terutama negara barat. Sementara Panama Papers berisi confidential documents yang dimiliki oleh Mossack Fonseca & Co, Perusahaan hukum yang berpusat di Panama.
Dokumen ini berisi informasi rinci mengenai lebih dari 214.000 perusahaan luar negeri, termasuk identitas pemegang saham dan direkturnya.
Mossack Fonseca & Co jika di Indonesia mirip firma hukum atau notaris yang salah satu pekerjaannya mengesahkan pendirian perusahaan, jadi sebetulnya legal dan tak ada masalah.
Hanya saja di Indonesia salah satu syarat perusahaan baik PT maupun CV harus memiliki TDP (Tanda Daftar Perusahaan) dan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) -dokumen resmi dari pemerintah untuk kegiatan usaha dagang- dimana salah satu syaratnya adalah memegang NPWP untuk pembayaran pajaknya.
Yang jadi pertanyaan, kenapa banyak perusahaan didaftarkan melalui Mossack Fonseca & Co?
Mossack Fonseca & Co membantu membuat perusahaan di luar negeri untuk kepentingan bisnis yang memang butuh entitas bisnis Luar Negeri -baik untuk bisnis international maupun kepentingan merger dan akuisisi- dengan pajak transaksi yang minimal atau bahkan tidak ada pajak.
Hal yang biasa dilakukan di dunia bisnis. Sama halnya dengan membuat perusahaan di Indonesia melalui bantuan notaris dengan biaya 5-15 jutaan rupiah.
Panama Papers berisi daftar perusahaan yang pembuatannya dibantu oleh Mossack Fonseca untuk didaftarkan di BVI (British Virgin Island, negara bekas koloni Inggris yang terletak di laut Karibia) yang bebas pajak. Rata-rata tarif Mossack Fonseca itu 300-700 USD sekali daftar/urusan. Mempunyai perusahaan terdaftar di BVI belum tentu dan memang tidak harus punya rekening di BVI.
Soal Panama Papers itu sekarang sudah menjadi heboh viral dan makin banyak mis-interpretasi dan interpretasi tambahannya.
Sayangnya interpretasinya ditambah-tambahi seolah itu adalah daftar orang yang punya rekening di BVI (di luar negeri), atau lebih seru lagi itu adalah daftar orang atau perusahaan yang mengemplang pajak atau melarikan uang dari Indonesia ke negara asing. Dan viral dis-informasi ini diperparah oleh media massa yang memang mau mencari sensasi dengan tidak membedakan fakta berita dengan opini.
Dan sesungguhnya tidak ada hukum yang dilanggar dengan mendirikan perusahaan di BVI dalam kaitannya untuk memudahkan transaksi international dan memaksimalkan potensi pendapatan dengan pajak yang minim ataupun nihil di negara-negara bebas pajak. Hal itu normal legal business practice biasa saja.
Masalahnya: banyak koruptor atau pengemplang pajak atau penguasa dan pejabat dari berbagai negara yang menjalankan bisnis perusahaannya dengan melakukan transaksi "pencucian uang" lewat BVI.
Maka dengan sudut yang sedikit diubah, media memainkannya sedemikian rupa seolah-olah semua nama perusahaan dan individu yang ada dalam list itu "punya kecenderungan" melakukan hal yang sama (pencucian uang, ngemplang pajak dsb).
Selain itu yang bikin heboh: ternyata banyak pejabat berbagai negara (termasuk Indonesia tentunya) yang mempunyai perusahaan di BVI itu pada waktu mereka masih aktif menjabat dan itu umumnya bertentangan dengan etika bahkan illegal di berbagai negara jika pejabat juga terlibat berbisnis. Namun bagi pihak swasta adalah lumrah menjalankan bisnis, bahkan di luar negeri sekalipun.
Sebenarnya di webnya ICIJ yang memuat bocoran Panama Papers itu ditulis:
"There are legitimate uses for offshore companies and trusts. We do not intend to suggest or imply that any persons, companies or other entities included in the ICIJ Offshore Leaks Database have broken the law or otherwise acted improperly."
Namun dengan diskresi dan mungkin kesengajaan media: sudut pemberitaan diubah karena ada koruptor dan buronan tertera pada daftar Panama Papers kemudian diangkat menjadi "red alert" bahwa siapapun yang ada di situ disamakan dengan koruptor dan penggelap pajak.
Pengaruh Buruk Menonton TV Pada Anak-anak
Pengaruh media terhadap anak makin besar, teknologi semakin canggih & intensitasnya semakin tinggi. Padahal orangtua tidak punya waktu yang cukup untuk memperhatikan, mendampingi & mengawasi anak. Anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton TV ketimbang melakukan hal lainnya.
- Anak merupakan kelompok pemirsa yang paling rawan terhadap dampak negatif siaran TV.
- Data th 2002 mengenai jumlah jam menonton TV pada anak di Indonesia adalah sekitar 30-35 jam/minggu atau 1.560-1.820 jam/tahun. Angka ini jauh lebih besar dibanding jam belajar di sekolah dasar yang tidak sampai 1.000 jam/tahun.
- Tidak semua acara TV aman untuk anak. Bahkan, “Kidia” mencatat bahwa pada 2004 acara untuk anak yang aman hanya sekira 15% saja. Oleh karena itu harus betul-betul diseleksi.
- Saat ini jumlah acara TV untuk anak usia prasekolah dan sekolah dasar per minggu sekitar 80 judul ditayangkan dalam 300 kali penayangan selama 170 jam. Padahal dalam seminggu ada 24 jam x 7 = 168 jam! Jadi, selain sudah sangat berlebihan, acara untuk anak juga banyak yang tidak aman.
- Acara TV bisa dikelompokkan dalam 3 kategori: Aman, Hati-hati, dan Tidak Aman untuk anak.
- Acara yang ‘Aman’: tidak banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis. Acara ini aman karena kekuatan ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami. Anak-anak boleh menonton tanpa didampingi.
- Acara yang ‘Hati-hati’: isi acara mengandung kekerasan, seks dan mistis namun tidak berlebihan. Tema cerita dan jalan cerita mungkin agak kurang cocok untuk anak usia SD sehingga harus didampingi ketika menonton.
- Acara yang “Tidak Aman”: isi acara banyak mengandung adegan kekerasan, seks, dan mistis yang berlebihan dan terbuka. Daya tarik yang utama ada pada adegan-adegan tersebut. Sebaiknya anak-anak tidak menonton acara ini.