Telah menjadi tabiat manusia menyukai perkataan yang lembut dan membenci perkataan yang kasar. Untuk itu seorang mukmin hendaknya selalu berusaha bertutur kata yang baik pada yang didakwahinya.
Dengar tutur kata yang lembut diharapkan yang didakwahi dapat menerima apa yang disampaikan sehingga tidak berpaling atau malah memusuhi.
Bukan sebaliknya, mudah menghakimi dengan istilah 'haram', 'kafir' 'bid'ah' dan istilah lain yang membuat alergi orang yang didakwahi.
Mari kita simak kisah Nabi Musa dan Harun ‘alaihimas salam saat mereka diutus untuk mendakwahi Fir’aun. Allah berfirman,
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (QS Thaha: 43-44)
Meskipun Fir’aun telah berbuat lancang yaitu mengatakan dirinya Tuhan, Allah tetap memerintahkan Nabinya Musa dan Harun untuk mendakwahinya dengan tutur kata yang lembut. Sebagian ahli tafsir mengatakan yang dimaksud perkataan lembut (qoulan thoyyiiban) dalam ayat diatas adalah FirmanNya,
Dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri dan kamu akan kubimbing ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?” (QS An Nazi’at: 18-19)
Kalau kita cermati kalimat dalam ayat diatas kita, dapati kalimat tersebut cukup lembut, sederhana, tidak kasar dan mudah dicerna.
Pertama, kalimat tersebut dimulai dengan “Adakah keinginan bagimu..” yaitu berupa tawaran, bukan perintah atau paksaan. Jika berupa perintah atau paksaan tentu tidak mengenakkan dihati yang didakwahi.
Kedua, kalimat tersebut berisi ajakan untuk “membersihkan dan mensucikan diri” yang mana semua manusia tentu menginginkannya.
Ketiga, tidak mengatakan “saya hendak sucikan kamu”, tetapi mengatakan “sebaiknya kamu mensucikan diri”. Tentu yang kedua ini jelas lebih lembut dan yang didakwahi merasa dihormati.
Keempat, mengajak dan mengingatkan untuk kembali ke jalan Tuhannya. Tuhan yang telah menciptakan, memberi rizki dan kenikmatan, yang seyogyanya kita bersyukur padaNya.
Demikianlah Allah memerintahkan dan mengajari nabi dan utusanNya untuk berdakwah dengan perkataan yang lembut. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dan teladan.
Abu Zakariya Sutrisno. Riyadh, 12 Sya’ban 1434
No comments:
Post a Comment