The X Factor

(Bukan Kisah Fiksi)

Air yang berasal dari jetpump tertumpah deras dari pipa outlet menuju tangki yang menjulang tinggi di belakang masjid. Tapi anehnya tak ada setetes airpun yang jatuh dari keran saat jamaah akan shalat Subuh.

Pak Radius dengan langkah lebar tergopoh-gopoh memeriksa satu persatu keran kontrol persis di bawah tangki. Tak ada yang salah, tak ada yang mampet. Listrik yang mengaliri mesin pompa tua itu terpaksa dicabut demi menghemat daya.

Adzan Subuh sudah berkumandang 5 menit lalu, seorang jamaah yang tak sempat mengambil air wudhu dari rumahnya dengan cemas menanti air wudhu bisa menetes sekedar untuk membasuh 4 bagian badan yang jadi rukun wudhu. Namun apa daya air tak cukup menuntaskan kewajibannya. Untungnya di toilet wisma Imam masih tersisa segayung air, cukup untuk bersuci seperti kebiasaan Rasul kurang dari 700 mililiter air bersih.

Shalat Subuh berjalan lancar seperti biasanya, berselang 10 menit dari adzan seseorang yang menggantikan sang marbot yang sedang menikmati long week end. Sudah jadi kesepakatan bersama kalau Subuh akan didirikan 10 menit setelah sang Bilal melantunkan Asma Allah. Tak ada keraguan karena yakin sang fajar shodiq telah menjelma.

Halaqoh santai ba'da subuh dihadiri banyak jamaah, temanya kali ini tentang sebuah mimpi besar mewujudkan TPA atau bisa juga berupa fasilitas kesehatan, atau rumah Tahfidz dan fasilitas lainnya. Pak Wempi yang begitu antusias memaparkan peluang CSR yang sayang jika dilewatkan. Bisa jadi, ini akan menjadi proyek besar jangka panjang, bahkan panjang sekali. Mungkin bukan jamaah saat ini yang bisa mewujudkannya. Boleh jadi generasi masa depan. Tak salah Ali bin Abi Tholib pernah bernasehat "Sumber daya terbatas hanya dapat mewujudkan target yang terbatas pula."

Tak terasa jam menunjukkan angka 6. Dengan berat hati pembicaraan ditunda untuk dibahas di rapat Sabtu depan. Ada hak anggota keluarga di rumah yang harus dipenuhi, berkumpul dengan keluarga di saat hari libur jadi hiburan langka yang tak ternilai harganya.

Acungan telunjuk Pak Radius ke arah tangki air menghentikan langkah kaki menuruni anak tangga masjid. Angka 6. Janji yang harus ditunaikan. Jangan sampai rencana jadi berantakan. Namun sepertinya kemaslahatan orang banyak harus jadi prioritas utama. Terbayang orang-orang tak bisa berwudhu saat Khaliq memanggil. Orang tak bisa bersuci selepas hadats.

Tangga kayu usang masih terbujur, bersandar pada tiang-tiang penampung air yang mulai berkarat, hampir 3 tahun menunaikan tugasnya menopang 1000 liter air bagi kepentingan umat.

"Bismillah.." Hanya itu yang bisa terlafal dari lidah. Satu persatu tangga kayu kotak legam melintang dijejaki. Sedikit ragu, saat tangan menggapai rangka segiempat. Satu sisi saja retak, lepas dan terhempas maka pertandingan berakhir. Angka 6 jam dinding melintas tanpa ampun.

Dahan pohon yang menjulur dari tanah kampung milik Haji Sukar mendorong pipa paralon ringkih yang seharusnya menggelontorkan air memasuki tangki. Sekali tarik ujung pipa itu kembali ke tempatnya semula. Dahan pohon yang kekar itu sulit untuk ditaklukkan. Butuh wasilah untuk mematahkannya. Pak Sam yang sedari tadi memegangi tangga, perlahan menapaki tangga, menjulurkan gergaji renta yang sudah saatnya dipensiunkan. Ada rasa khawatir dari raut wajahnya yang mulai menua. Naik dua tangga lagi, niscaya gergaji itu mampu selesaikan pekerjaannya.

Gergaji itu mulai bekerja menggerus lapisan seluloid batang pohon yang entah dari genus apa, secara morfologi pohon ini lebih mirip lamtorogung atau petai cina. Listrik mengaliri pompa saat dinyalakan, pak Susilo yang selama ini mengisi pulsanya tersenyum renyah. Tak sia-sia sisihan infaq demi memberi pelita bagi aktifitas masjid.

Air menggelontor deras memasuki tangki berwarna oranye. Sudah menjadi fitrahnya untuk mengalir dari tempat tinggi ke tempat yg rendah. Begitu memang Qadha yang sudah disuratkan sang Maha Kuasa.

Segala sesuatu terjadi atas kehendakNya. Dia pemilik faktor external, Dia juga yang menentukan hasil akhir. Selama manusia memiliki niat, kemauan dan kemampuan, dengan dilandasi keinginan yang ahsan. Hakikat akan datang mengikuti.

"La haula wala quwwata illa billah"

31 Maret 2014
"Di tengah hilir mudik pembeli dan teriakan penjual pakaian di Thamrin City"


No comments:

Post a Comment