Khalifah Ali dan Seorang Yahudi

Hakim: “Wahai Amirul Mukminin, apa yang kamu adukan?”
Ali: “Baju besi ini jatuh dari untaku, ia memiliki tanda-tanda begini dan begini. Dan orang Yahudi ini telah menemukannya.”

Hakim: “Wahai Yahudi, apa yang kamu katakan?”
Yahudi: “Baju perang ini adalah milikku karena ia ada di tanganku.”

Hakim: “Setelah memeriksa tanda-tandanya, baju besi itu persis seperti yang dikatakan Amirul Mukminin. Namun begitu, engkau perlu mendatangkan dua saksi ya Amirul Mukminin”

Ali kemudian memanggil seorang tentaranya dan Hasan, putranya sendiri. Merekalah yang akan memberikan kesaksian bahwa baju besi itu adalah milik Ali.

Hakim: “Kesaksian tentara ini diterima. Sedangkan kesaksian Hasan bin Ali tidak bisa diterima.”

Ali: “Wahai hakim, tidakkah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda sebagaimana yang diriwayatkan Umar bin Khattab bahwa Hasan dan Husein adalah pemimpin pemuda dan penghuni surga?”
Hakim: “Benar, aku mendengarnya.”

Ali: “Lalu mengapa kesaksian pemimpin pemuda penghuni surga tidak diperbolehkan?”
Hakim: “Bukan begitu Amirul Mukminin. Yang menjadi masalah adalah, dia ini anakmu sendiri.”

Mendengar dan menyaksikan jalannya pengadilan ini, hati orang Yahudi terus bergetar. Bagaimana mungkin ada pengadilan seperti ini, bagaimana mungkin ada agama seadil dan seindah ini.

Ia pun kemudian menyela, “Wahai Amirul Mukminin, ini sebenarnya adalah baju besimu. Ambillah! Aku telah menyaksikan seorang kepala negara yang untuk urusan baju besi saja mau datang ke pengadilan dan hakimnya yang seorang muslim pun memutuskan dengan sangat adil dan jujur. Ambillah baju besi yang kutemukan saat terjatuh dari untamu ini dan saksikanlah bahwa aku hari ini bersyahadat."

Apakah saat ini masih ada pemimpin yang memposisikan dirinya setara dengan rakyat biasa di depan hukum?

No comments:

Post a Comment