Simbol Islam Dikriminalisasi

Sekira tahun 622 M, atau 1 Hijriyah, Rasulullah berhijrah dari Makkah-Madinah, lalu di Madinah beliau mendirikan Daulah (Negara) Islam. Di Madinah itu Nabi melantik wazir (pembantu), hakim, wali (gubernur). Nabi berperan sebagai kepala negara, bahkan juga panglima perang.

Rasulullah Muhammad sendiri terjun dan memimpin 27 perang secara langsung, sebagai kepala negara dan sekaligus sebagai panglima tertinggi.

Sebagai sebuah negara yang memiliki angkatan perang, Rasulullah sebagai kepala negara juga menentukan lambang/simbol negara. Salah satu simbol negara adalah bendera, dan Rasul pun memiliki bendera yang dipakai saat perang ataupun saat kondisi aman dan damai.

Dalam beberapa hadits, simbol Rasulullah ada beberapa jenis, ada yang disebut royah (panji) dan ada yang disebut liwa (bendera).

Liwa biasanya bendera yang menunjukkan posisi pemimpin atau panglima perang, sedang royah adalah panji perang, panji detasemen perang. Tirmidzi, Ibnu Majah, meriwayatkan bahwa "panji (royah) Nabi saw berwarna hitam, dan benderanya (liwa) berwarna putih." Ibnu Abbas menyampaikan, bahwa di bendera dan panjinya "tertulis kalimat La Ilaha illa Allah, Muhammad Rasulullah."

Jadi pada hakikatnya, setiap bendera yang berwarna hitam atau putih dan bertuliskan lafadz syahadah adalah bendera Rasulullah saw.
Adapun simbol negara yang dipimpin semasa Rasulullah adalah stempel yang digunakan dalam surat-surat resmi beliau. Bahwa Anas bin Malik membuatkan cincin stempel bagi Nabi "yang terbuat dari perak bertulis Muhammad Rasul Allah." (HR Bukhari)

Perlu ditegaskan, bahwa ketika satu kelompok menggunakan lambang/simbol ini, tidak serta-merta dianggap mewakili Islam, juga tidak boleh dan tidak pantas, kita mengkriminalisasi simbol/lambang Rasulullah hanya karena image/citra satu atau beberapa kelompok.

Simbol Daulah Islam yang ditentukan oleh Rasulullah ini, kini juga dipakai beberapa harakah atau kelompok Muslim. Misal Hizbut Tahrir mengibar bendera Ar-Royah dan Al-Liwa dalam tiap kesempatannya, bukan berarti ini jadi bendera Hizbut Tahrir, juga Al-Qaida dan yang terakhir ISIS yang menggunakan lambang/simbol bendera dan stempel Rasulullah, tidak lantas ini jadi bendera ISIS.

Yang lebih parah lagi, terjadi monsterisasi dan stigmatisasi negatif terhadap bendera Rasulullah hanya karena bendera ini dipakai ISIS, seperti Jakarta Post, yang beberapa waktu lalu mengkriminalisasi bendera Rasul, dan menggambarkannya seperti tengkorak. Atau seorang pedagang yang ditangkap aparat karena menggunakan kaos berlafadz Tauhid.

Kita sebagai Muslim pun tidak boleh menyebut lambang/simbol Rasulullah sebagai "bendera Hizbut Tahrir", atau "bendera ISIS" karena bendera putih dan hitam yang bertuliskan lafadz syahadat itu adalah bendera kita, benderanya Rasulullah dan kaum Muslim.

Bendera Rasulullah yang berwarna hitam dan putih itu identitas Muslim, adapun ketika dipakai kelompok yang salah itu lain penyikapan. Artinya, yang membawa bendera hitam dan putih bertuliskan syahadat bukan berarti lantas dia pasti teroris, jangan hanya karena ISIS, simbol Islam jadi dikriminalisasi, ditakuti, dijauhi, bahkan dicurigai, dan ditangkap.

Tetaplah bangga dengan bendera Nabi, identitas diri, iman, serta ketaatan, in sya Allah.

No comments:

Post a Comment