“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir.” (Qs. Al-Maidah [5] : 54)
Allah ta’ala mengabarkan tentang ke Maha Kuasaan-Nya, bahwa barangsiapa yang berpaling dari menolong Dienul-Islam dan menegakan syariat-Nya, maka Allah Ta’ala akan menggantinya dengan yang jauh lebih baik, lebih kuat tekadnya dan lebih lurus pendiriannya. Syaikh Abdullah Azzam rahimahullah berkata tentang ayat ini, “Ayat ini berisi ancaman dari Allah Ta’ala bagi siapa saja yang meninggalkan perjuangan menegakkan kalimat Allah sekaligus berita gembira tentang sifat-sifat mu’min sempurna yang akan terus istiqomah di jalan dakwah ilallah.”
Generasi pengganti inilah yang mewujudkan cinta kasih kepada Allah dalam bentuk persaudaraan sesama mu’min. Sehingga cintanya kepada saudaranya dilandasi cinta kepada Allah Ta’ala. Hubungan silaturahim dipagari dengan aturan yang telah Allah tetapkan, yaitu Al-Qur’anul Karim yang telah dicontohkan oleh generasi awal, Rasul dan para sahabatnya. Mereka saling melengkapi, bekerjasama, tolong menolong dan saling mendoakan.
Rasulullah bersabda:
“Seorang mu’min terhadap mu’min yang lain adalah seperti sebuah bangunan di mana sebahagiannya menguatkan sebahagian yang lain.” (Mutafaqun ‘Alaih)
Dilandasi dengan cinta kasih, kaum mu’min menjadi bangunan yang kokoh, kaljasadail wahid atau kalbunyanum marshush yang antara satu anggota dengan yang lainnya saling bahu membahu, topang menopang, kuat menguatkan, sokong menyokong, benar membenarkan. Mereka berada dalam satu nafas, satu perasaan dan satu rasa. Mereka tidak akan pernah menemui saudaranya terlantar, tidak akan menemui saudaranya kesusahan, mereka tidak akan pernah menemui saudaranya kesakitan, kecuali ia bangkit membantu dan menolongnya.
“Perumpamaan orang-orang mu’min dalam hal berkasih sayang dan saling cinta-mencintai adalah seperti sebatang tubuh. Apabila salah satu anggotanya mengadu kesakitan, maka seluruh anggota tubuh yang lain turut merasa sakit”. (Mutafaqun ‘Alaih)
“Tolonglah saudaramu, baik yang dzalim ataupun yang didzalimi”. Sahabat bertanya kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, kami bisa menolong bila ia dianiaya, maka bagaimana kami menolongnya bila ia menganganiaya? Jawab Beliau: Kamu cegah ia dari menganiaya, itu berarti kamu menolongnya dari penganiayaan.” (HR. Bukhari)
Hadits ini menerangkan tentang kewajiban seorang muslim menolong saudaranya seiman, baik kepada saudara yang dzalim maupun yang didzalimi. Menolong saudara yang dzalim yaitu mencegahkanya dari berbuat dzalim, sedangkan menolong saudara yang didzalimi yaitu membantunya dari kedzaliman.
Aplikasi ukhuwwah adalah memberikan pertolongan baik moril maupun materiel kepada saudara yang membutuhkan hingga saudaranya terlepas dari kesukaran atau kesusahan ynag dihadapinya. Rasulullah saw menegaskan hal tersebut dalam hadits berikut.
“Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim lain. Beliau tidak boleh mendzalimi dan menyusahkannya. Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, maka Allah pun akan berkenan memenuhi hajatnya. Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan kepada seorang muslim, maka Allah akan melapangkan salah satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan Hari Kiamat nanti. Barangsiapa yang menutup aib seseorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada Hari Kiamat”. (Mutafqun ‘Alaih)
“Siapa yang melapangkan suatu kesukaran dunia pada seorang mu’min, Allah akan melapangkan baginya kesukaran hari kiamat. Dan siapa yang meringankan baginya kemiskinan seorang miskin, Allah akan meringankan baginya didunia dan akhirat. Dan siapa yang menutup kejelekan seorang muslim, Allah akan menutup kejelekannya di dunia adan akhirat. Allah selalu menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya”. (Bukhari-Muslim).
Allah akan menuntut kepada seorang mu’min yang melalaikan tanggung jawab membantu memenuhi hajat saudaranya yang sangat membutuhkan, membiarkan saudara mu’min yang sakit tanpa bisa berobat atau membiarkan saudara mu’min yang kelaparan tanpa bisa mendapatkan makanan. Perhatikan hadits Qudsi di bawah ini:
Rasulullah saw bersabda: “Pada hari kiamat Allah akan memanggil dan berkata: “Hai anak Adam, Aku sakit dan kau tidak menjenguk-Ku”. Jawabnya: Ya Rabbku, bagaimana aku menjenguk-Mu padahal Engkau adalah Rabbul ‘alamin. Firman Allah: Apakah kau tidak tahu bahwa si fulan hamba-Ku sakit, maka kau tidak menjenguk kepadanya. Apakah kau tidak mengetahui sekiranya kau menjengukniscaya kau akan mendapati Aku di sana.
Hai anak Adam, Aku minta makan, maka tidak kau beri makan. Jawabnya: Ya Rabbku, bagaimana aku akan memberi makan, padahal Engkau adalah Rabbul ‘alamin. Firman Allah: Apakah kau tidak tahu bahwa si fulan hamba-Ku minta makan kepadamu, maka kau tidak beri makan. Apakah kau tidak mengetahui sekiranya kau memberi makan kepadanya niscaya kau dapatkan itu pada-Ku.
Hai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi kau tidak beri minum. Jawabnya: Ya Rabbku, bagaimana aku memberi minum, padahal Engkau adalah Rabbul ‘alamin. Firman Allah: Apakah kau tidak tahu bahwa si fulan hamba-Ku minta minum kepadamu, maka kau tidak memberinya. Apakah kau tidak mengetahui sekiranya kau memberi minum niscaya kau mendapatkan itu pada-Ku”. (HR. Muslim).
Firman Allah dalam Qur’an Surat Muhammad [47]: 19
“Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu’min, laki-laki dan perempuan."
Pada ayat di atas Allah memerintahkan kepada kita untuk memohon ampun/berdoa untuk diri kita sendiri dan juga untuk saudara kita sesama mu’min. Saling mendoakan untuk kebaikan saudaranya dan dihilangkan noda hati (iri, dengki) pada dirinya adalah tradisi para sahabat di Madinah yang diajarkan Allah dalam Al-Quran.
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS Al-Hasyr [59]: 10)
Doa seorang muslim untuk saudaranya adalah doa yang mustajab, sebagaimana sabda Rasulullah:
Dari Abu Darda: Rasulullah bersabda: “Doa seorang muslim untuk saudaranya di luar sepengetahuan yang didoakan adalah mustajab. Di atas orang yang berdoa itu ada Malaikat yang ditugaskan supaya tiap ia berdoa baik untuk saudaranya itu disambut: “semoga diterima dan untukmu seperti itu juga”. (HR. Muslim)
Oleh karena itu, harus dibiasakan tradisi saling mendoakan, saudara mendo’akan saudara lainnya, pemimpin mendoakan umatnya, begitu juga sebaliknya umat mendoakan pemimpinnya, suami mendoakan istrinya, istri mendoakan suaminya. Semoga dengan kekuatan dan keberkahan do’a, Allah mencurahkan kebaikan dan kejayaan untuk umat ini. “Sebaik-baik pemimpin kamu adalah mereka yang kamu cintai dan mereka mencintai kamu; mereka mendo’akan kamu dan kamu mendoakan mereka. (HR. Muslim)
Oleh: Hadi Salam
http://an-naba.net/archives/2013/07/cinta-sesama-mumin-sebagai-wujud-cinta-kepada-allah/
No comments:
Post a Comment