MUHAMMAD SAW bin ‘Abdullāh adalah pembawa ajaran Islam dan diyakini sebagai nabi Allah (rasul) yang terakhir. Menurut biografi tradisional Muslim (dalam bahasa Arab disebut sirah). Nabi Muhammad lahir diperkirakan sekitar 20 April 570/ 571, di Makkah (“Makkah”) dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).
Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad
sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart,
Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa
baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya
terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup
mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.
Etimologi
“Muhammad” dalam bahasa Arab berarti “dia yang terpuji”.
Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad adalah
penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka
memanggilnya dengan gelar Rasul Allāh, dan menambahkan kalimat Shalallaahu
‘Alayhi Wasallam yang berarti “semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan
kepadanya”; sering disingkat “S.A.W” atau “SAW”) setelah namanya. Selain itu
Al-Qur’an dalam Surah As-Saff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama “Ahmad”,
yang dalam bahasa Arab juga berarti “terpuji”.
Genealogi
Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab
bin Murrah bin Ka’b bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin
an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin
Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan. Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki
ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh. Muhammad lahir
di hari Senin, 12 Rabi’ul Awal tahun 571 Masehi (lebih dikenal sebagai Tahun
Gajah).
Kelahiran
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat
bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Makkah,
di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah
paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu
pengetahuan. Ayahnya, Abdullah, meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib,
ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta,
sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang
kemudian mengasuh Nabi.
Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti
Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi
makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah
beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa’ yang terletak tidak jauh dari
Yatsrib, dan dikuburkan di sana . Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga
oleh kakeknya, ‘Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh
pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya
disekitar Makkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri
Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).
Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad
lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya.
Di kalangan Syi’ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan
langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal;
sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal
atau (2 Agustus 570M).
Berkenalan dengan Khadijah
Ketika Muhammad mencapai usia remaja dan berkembang menjadi
seorang yang dewasa, ia mulai mempelajari ilmu bela diri dan memanah,
begitupula dengan ilmu untuk menambah keterampilannya dalam berdagang.
Perdagangan menjadi hal yang umum dilakukan dan dianggap sebagai salah satu
pendapatan yang stabil. Muhammad menemani pamannya berdagang ke arah Utara dan
secepatnya tentang kejujuran dan sifat dapat dipercaya Muhammad dalam membawa
bisnis perdagangan telah meluas, membuatnya dipercaya sebagai agen penjual
perantara barang dagangan penduduk Makkah.
Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat
dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah
seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula
mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi
Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk
membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan
olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan
sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.
Akhirnya, Muhammad pun jatuh cinta kepada Khadijah kemudian
mereka menikah. Pada saat itu Muhammad berusia 25 tahun sedangkan Khadijah
mendekati umur 40 tahun, tetapi ia masih memiliki kecantikan yang menawan.
Perbedaan umur yang sangat jauh dan status janda yang dimiliki oleh Khadijah,
tidak menjadi halangan bagi mereka, karena pada saat itu suku Quraisy memiliki
adat dan budaya yang lebih menekankan perkawinan dengan gadis ketimbang janda.
Walaupun harta kekayaan mereka semakin bertambah, Muhammad tetap sebagai orang
yang memiliki gaya hidup sederhana, ia lebih memilih untuk mendistribusikan
keuangannya kepada hal-hal yang lebih penting.
Memperoleh gelar
Ketika Muhammad berumur 35 tahun, ia bersatu dengan
orang-orang Quraisy dalam perbaikan Ka’bah. Ia pula yang memberi keputusan di
antara mereka tentang peletakan Hajar al-Aswad di tempatnya. Saat itu ia sangat
masyhur di antara kaumnya dengan sifat-sifatnya yang terpuji. Kaumnya sangat
mencintai beliau, hingga akhirnya beliau memperoleh gelar Al-Amin yang artinya
Orang yang dapat Dipercaya.
Diriwayatkan pula bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan
ke-Esaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat
angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak
yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga
menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu
seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain,
sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq yang memiliki arti Yang Benar.
Kerasulan
Muhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang
yang senang dengan kekerasan dan pertempuran dan menjelang usianya yang ke-40,
ia sering menyendiri ke Gua Hira’ sebuah gua bukit sekitar 6 km sebelah timur
kota Makkah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur. Ia bisa berhari-hari
bertafakur dan beribadah disana dan sikapnya itu dianggap sangat bertentangan
dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut dan di sinilah ia sering berpikir
dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan
kebodohan.
Pada suatu malam sekitar tanggal 17 Ramadhan/ 6 Agustus 611,
ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira’, Malaikat Jibril mendatanginya.
Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta
membaca. Ia menjawab, “Saya tidak bisa membaca”. Jibril mengulangi tiga kali
meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama. Akhirnya, Jibril
berkata:
“Bacalah dengan
menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah,
dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan
(menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.(Al-Alaq 96: 1-5) ”
Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad.
Ketika itu ia berusia 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut perhitungan tahun
kamariah (penanggalan berdasarkan bulan), atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut
perhitungan tahun syamsiah (penanggalan berdasarkan matahari). Setelah
pengalaman luar biasa di Gua Hira tersebut, dengan rasa ketakutan dan cemas
Muhammad pulang ke rumah dan berseru pada Khadijah untuk menyelimutinya, karena
ia merasakan suhu tubuhnya panas dan dingin secara bergantian. Setelah hal itu
lewat, ia menceritakan pengalamannya kepada sang istri.
Untuk lebih menenangkan hati suaminya, Khadijah mengajak
Muhammad mendatangi saudara sepupunya, yaitu Waraqah bin Naufal, yang banyak mengetahui
nubuat tentang nabi terakhir dari kitab-kitab suci Kristen dan Yahudi.
Mendengar cerita yang dialami Muhammad, Waraqah pun berkata, bahwa ia telah
dipilih oleh Tuhan menjadi seorang nabi. Kemudian Waraqah menyebutkan bahwa
An-Nâmûs al-Akbar (Malaikat Jibril) telah datang kepadanya, kaumnya akan
mengatakan bahwa ia seorang penipu, mereka akan memusuhi dan melawannya.
Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka
waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan
Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al-
Qurʾān
(bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan
sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian
ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan,
tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan
As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi “mereka
yang menyerahkan diri kepada Allah”, yaitu penganut agama Islam.
Mendapatkan pengikut
Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama
terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang
percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta
golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zaid bin Haritsah dan
Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama
Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan,
Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidah bin Harits, Amr bin Nufail
masuk Islam dan bergabung membela Muhammad. Kesemua pemeluk Islam pertama itu
disebut dengan As-Sabiqun al-Awwalun.
Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Makkah,
sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan
yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah)
ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke
negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Makkah. Muhammad
sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil
(320 km) di sebelah Utara Makkah.
Hijrah ke Madinah
Di Makkah terdapat Ka’bah yang telah dibangun oleh Nabi
Ibrahim. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka’bah dalam
suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan
mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk
menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah
sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah).
Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Makkah di suatu tempat
bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu
bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Makkah.
Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib
datang lagi ke Makkah. Mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu
sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum
menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang
orang-orang Islam Makkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju
untuk berhijrah ke kota itu.
Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan
Makkah, masyarakat jahiliyah Makkah berusaha menghalang-halanginya,
karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam
akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang
lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Makkah
pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal
sebagai Madinah atau “Madinatun Nabi” ( kota Nabi).
Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah
pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (shalat) dan bermasyarakat di
Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa
serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu
perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian,
perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang
sekutu umat Islam.
Penaklukan Makkah
Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad
berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang.
Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah
tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada tahun berikutnya.
Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia
menaklukkan Makkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah
haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka’bah, dan kemudian
memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Makkah.
Akhlak Rasulullah
Sejarah menjadi saksi bahwa semua kaum di Arab sepakat
memberikan gelar kepada Muhammad saw “Al-Amin”, artinya orang yang terpercaya,
padahal waktu itu beliau belum dinyatakan sebagai Nabi. Peristiwa ini, belum
pernah terjadi dalam sejarah Mekkah dan Arabia . Hal itu menjadi bukti bahwa
Rasulullah saw memiliki sifat itu dalam kadar begitu tinggi sehingga dalam
pengetahuan dan ingatan kaumnya tidak ada orang lain yang dapat dipandang
menyamai dalam hal itu. Kaum Arab terkenal dengan ketajaman otak mereka dan
apa-apa yang mereka pandang langka, pastilah sungguh-sungguh langka lagi
istimewa.
Diriwayatkan tentang Rasulullah SAW bahwa segala tutur
kata beliau senantiasa mencerminkan kesucian dan bahwa beliau (tidak seperti
orang-orang kebanyakan di zaman beliau) tidak biasa bersumpah (Turmudzi). Hal
itu merupakan suatu kekecualian bagi bangsa Arab. Kami tidak mengatakan bahwa
orang-orang Arab di zaman Rasulullah saw biasa mempergunakan bahasa kotor,
tetapi tidak pelak lagi bahwa mereka biasa memberikan warna tegas di atas
tuturan mereka dengan melontarkan kata-kata sumpah dalam kadar yang cukup
banyak, suatu kebiasaan yang masih tetap berlangsung sampai hari ini juga.
Tetapi Rasulullah saw menjunjung tinggi nama Tuhan sehingga beliau tidak pernah
mengucapkan tanpa alasan yang sepenuhnya dapat diterima.
Beliau sangat memberikan perhatian, bahkan cermat sekali
dalam soal kebersihan badan. Beliau senantiasa menggosok gigi beberapa kali
sehari dan begitu telaten melakukannya sehingga beliau biasa mengatakan bahwa
andaikata beliau tidak khawatir kalau mewajibkannya akan memberatkan, beliau
akan menetapkan menjadi kewajiban untuk tiap-tiap orang muslim menggosok gigi
sebelum mengerjakan kelima waktu sholat. Beliau senantiasa mencuci tangan
sebelum dan sesudah tiap kali makan, dan sesudah makan beliau senantiasa
berkumur dan memandang sangat baik tiap-tiap orang yang telah memakan masakan
berkumur lebih dahulu sebelum ikut bersembahyang berjamaah (Al-Bukhori)
Dalam peraturan Islam, masjid itu satu-satunya tempat
berkumpul yang ditetapkan untuk orang-orang Islam. Oleh karena Rasulullah saw
sangat istimewa menekankan kebersihannya, terutama pada saat orang-orang
diharapkan akan berkumpul di dalamnya.
Beliau menuntut agar jalan-jalan dijaga kebersihannya dan
tidak ada dahan ranting, batu dan semua benda atau sesuatu yang akan mengganggu
atau bahkan membahayakan. Jika beliau sendiri menemukan hal atau benda demikian
di jalan, beliau niscaya menyingkirkannya dan beliau sering bersabda bahwa
orang yang membantu menjaga kebersihan jalan-jalan, ia telah berbuat amal
sholih dalam pandangan Ilahi.
Diriwayatkan pula bahwa beliau memerintahkan supaya
lalu-lintas umum tidak boleh dipergunakan sehingga menimbulkan halangan atau
menjadi kotor atau melemparkan benda-benda yang najis, atau tidak sedap
dipandang ke jalan umum atau mengotori jalan dengan cara apapun, karena semua
itu perbuatan yang tidak diridhoi Tuhan. Beliau sangat memandang penting upaya
agar persediaan air untuk keperluan manusia dijaga kebersihan dan kemurniannya.
Umumnya, beliau melarang sesuatu benda dilemparkan ke dalam air tergenang yang
mungkin akan mencemarinya, dan memakai persediaan air dengan cara yang dapat
menjadikannya kotor (Al-Bukhori dan Muslim, Kitabal-Barr wal-Sila)
Rasulullah saw sangat sederhana dalam hal makan dan
minum. Beliau tidak pernah memperlihatkan rasa kurang senang terhadap makanan
yang tidak baik masakannya dan tidak sedap rasanya. Jika didapatkannya makanan
sajian serupa itu, beliau akan menyantapnya untuk menjaga supaya pemasaknya
tidak merasa kecewa. Tetapi, jika hidangan tidak dapat dimakan, beliau hanya
tidak menyantapnya dan tidak pernah memperlihatkan kekesalannya. Jika beliau
telah duduk menghadapi hidangan, beliau menunjukkan minat kepada makanan itu
dan biasa mengatakan bahwa beliau tidak suka kepada sikap acuh-tak-acuh
terhadap makanan, seolah-olah orang yang makan itu terlalu agung untuk
memperhatikan hanya soal makanan dan minuman belaka.
Jika suatu makanan dihidangkan kepada beliau, senantiasa
beliau menyantapnya bersama-sama semua yang hadir. Sekali peristiwa seseorang
mempersembahkan kurma kepada beliau. Beliau melihat ke sekitar dan setelah
beliau menghitung jumlah orang yang hadir, beliau membagi rata bilangan kurma
itu sehingga tiap-tiap orang menerima tujuh buah. Abu Huroiroh ra meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw tidak pernah makan sekenyang-kenyangnya, walaupun sekedar
roti jawawut (Al-Bukhori).
Sekali peristiwa, ketika beliau melalui jalan tampak
kepada beliau beberapa orang berkumpul mengelilingi panggang anak kambing dan
siap untuk menikmati jamuan. Ketika mereka melihat Rasulullah saw mereka
mengundang beliau ikut serta, tetapi beliau menolak. Alasannya bukan karena
beliau tidak suka daging panggang, tetapi disebabkan oleh kenyataan bahwa
beliau tidak menyetujui orang mengadakan perjamuan di tempat terbuka dan
terlihat oleh orang miskin yang tak cukup mempunyai makanan.
Tiap-tiap segi kehidupan Rasulullah saw nampak jelas
diliputi dan diwarnai oleh cinta dan bakti kepada Tuhan. Walaupun
pertanggung-jawaban yang sangat berat terletak di atas bahu beliau, bagian
terbesar dari waktu, siang dan malam dipergunakan untuk beribadah dan berdzikir
kepada Tuhan. Beliau biasa bangkit meninggalkan tempat tidur tengah malam dan
larut dalam beribadah kepada Tuhan sampai saat tiba untuk pergi ke masjid
hendak sembahyang subuh. Kadang-kadang beliau begitu lama berdiri dalam
sembahyang tahajjud sehingga kaki beliau menjadi bengkak-bengkak, dan mereka
yang menyaksikan beliau dalam keadaan demikian sangat terharu. Sekali peristiwa
Aisyah ra berkata kepada beliau “Tuhan telah memberi kehormatan kepada engkau
dengan cinta dan kedekatan-Nya. Mengapa engkau membebani diri sendiri dengan
menanggung begitu banyak kesusahan dan kesukaran?” Beliau menjawab “Jika Tuhan,
atas kasih sayang-Nya, mengaruniai cinta dan kedekatan-Nya kepadaku, bukankah
telah menjadi kewajiban pada giliranku senantiasa menyampaikan terima kasih
kepada Dia? Bersyukurlah hendaknya sebanyak bertambahnya karunia yang diterima
(Kitabul-Kusuf)
Tuhan telah memberikan mata untuk melihat; maka bukan
ibadah tetapi aniaya kalau mata dibiarkan pejam atau dibuang. Bukan penggunaan
kemampuan melihat secara tepat yang dapat dipandang dosa, melainkan
penyalahgunaan daya itulah yang menjadi dosa…
Siti Aisyah meriwayatkan “Bilamana Rasulullah saw
dihadapkan kepada pilihan antara dua cara berbuat, beliau senantiasa memilih
jalan yang termudah, asalkan bebas dari segala kecurigaan bahwa itu salah atau
dosa. Kalau arah perbuatan itu membuka kemungkinan timbulnya kecurigaan serupa
itu, maka Rasulullah saw itulah orangnya, dari antara seluruh umat manusia yang
paling menjauhinya (Muslim, kitabul-Fadhoil)
Beliau sangat baik dan adil terhadap istri-istri sendiri.
Jika, pada suatu saat salah seorang di antara mereka tidak dapat membawa diri
dengan hormat yang layak terhadap beliau, beliau hanya tersenyum dan hal itu
dilupakan beliau. Pada suatu hari beliau bersabda kepada Siti Aisyah ra, Aisyah
jika engkau sedang marah kepadaku, aku senantiasa dapat mengetahuinya” Aisyah
ra bertanya “Bagaimana?” Beliau menjawab “Aku perhatikan jika engkau senang
kepadaku dan dalam percakapan kau menyebut nama Tuhan, ‘Kau sebut Dia sebagai
Tuhan Muhammad. Tetapi jika engkau tidak senang kepadaku, ‘Kau sebut Dia
sebagai Tuhan Ibrahim” Mendengar keterangan itu Aisyah tertawa dan mengatakan
bahwa beliau benar”
Beliau senantiasa sangat sabar dalam kesukaran dan
kesusahan., Dalam keadaan susah, beliau tak pernah putus asa dan beliau tak
pernah dikuasai oleh suatu keinginan pribadi… Sekali peristiwa beliau menjumpai
seorang wanita yang baru ditinggal mati oleh anaknya, dan melonglong dekat
kuburan anaknya. Beliau menasehatkan agar bersabar dan menerima taqdir Tuhan
dengan rela dan menyerahkan diri. Wanita itu tidak mengetahui bahwa ia ditegur
oleh Rasulullah saw dan menjawab “Andaikan engkau pernah mengalami sedih
ditinggal mati oleh anak seperti yang kualami, engkau akan mengetahui betapa
sukar untuk bersabar di bawah himpitan penderitaan serupa itu.” Rasulullah saw
menjawab “Aku telah kehilangan bukan hanya seorang tetapi tujuh anak”. Dan
beliau terus berlalu.
Karakter Rasulullah
Beliau senantiasa dapat menguasai diri. Bahkan ketika
beliau sudah menjadi orang paling berkuasa sekalipun selalu mendengarkan dengan
sabar kata tiap-tiap orang, dan jika seseorang memperlakukan beliau dengan
tidak sopan, beliau tetap melayaninya dan tidak pernah mencoba mengadakan
pembalasan.
Rasulullah saw mandiri dalam menerapkan keadilan dan
perlakuan. Sekali peristiwa suatu perkara dihadapkan kepada beliau tatkala
seorang bangsawati terbukti telah melakukan pencurian. Hal itu menggemparkan,
karena jika hukuman yang berlaku dikenakan terhadap wanita muda usia itu,
martabat suatu keluarga sangat terhormat akan jatuh dan terhina. Banyak yang
ingin mendesak Rasulullah saw demi kepentingan orang yang berdosa itu, tetapi
tidak mempunyai keberanian. Maka sahabat Usama diserahi tugas melaksanakan itu.
Usama menghadap Rasulullah saw, tetapi serentak beliau mengerti maksud tugasnya
itu, beliau bersabda, “Bangsa-bangsa telah celaka karena mengistimewakan
orang-orang kelas tinggi tetapi berlaku kejam terhadap rakyat jelata. Sungguh,
jika Fathimah anak perempuanku sendiri melakukan kejahatan, aku tidak akan
segan-segan menjatuhkan hukuman yang adil “ (Al-Bukhori, Kitabul-Hudud) .
Rasulullah saw senantiasa prihatin memikirkan untuk
memperbaiki keadaan golongan yang miskin dan mengangkat taraf hidup mereka di tengah-tengah
masyarakat. Seorang wanita muslimah biasa membersihkan masjid Nabi di Madinah.
Rasulullah saw tidak melihatnya lagi beberapa hari dan beliau menanyakan
ihwalnya. Disampaikan kepada beliau bahwa ia sudah meninggal. Beliau bersabda,
“Mengapa aku tidak diberi tahu kalau ia meninggal? Aku pasti ikut dalam
sembahyang janazahnya” dan menambahkan. Barangkali kalian tidak memandangnya
cukup penting karena ia miskin. Anggapan itu salah. Bawalah aku ke kuburnya.”
Kemudian beliau pergi ke sana dan mendoa untuk dia (Al-Bukhori,
Kitabus-Salat).]
Abu Musa Al-Asy’ari meriwayatkan jika seorang miskin
menghadap Rasulullah saw dan mengajukan permintaan, beliau biasa bersabda
kepada orang yang ada disekitar beliau, “Kemudian juga hendaknya memenuhi
permintaannya itu sehingga mendapat pahala sebagai orang yang berperan serta
dalam menggalakkan perbuatan baik’ (Al-Bukhori dan Muslim), dengan tujuan
membangkitkan rasa cenderung untuk menolong si miskin di satu pihak dalam hati
para sahabat dan dipihak lain menimbulkan kesadaran dalam hati kaum
fakir-miskin adanya cinta-kasih saudara-saudara mereka yang kaya.
Ketika Islam berangsur-angsur diterima secara umum oleh
bagian terbesar bangsa Arab, Rasulullah saw sering menerima barang dan uang
berlimpah-limpah, beliau segera membagi-bagikan hadiah itu di antara mereka
yang sangat membutuhkan. Sekali peristiwa anak beliau, Fathimah datang
mendapatkan beliau sambil memperlihatkan tapak tangannya yang tebal dan keras
akibat pekerjaan menepung gandum dengan batu, memohon agar diberi seorang budak
untuk meringankan pekerjaannya. Rasulullah saw menjawab, “Aku akan menceriterakan
kepadamu sesuatu yang nanti akan terbukti jauh lebih berharga daripada seorang
budak. Jika engkau akan tidur pada malam hari, engkau hendaknya membaca
SubhanAllah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali dan Allahu akbar 34 kali. Hal itu
akan jauh lebih banyak menolongmu daripada memelihara seorang budak”
(Al-Bukhori).
Beliau senantiasa menganjurkan kepada mereka yang
mempunyai budak-budak supaya memperlakukan mereka dengan baik serta kasih
sayang. Beliau menetapkan bahwa jika si pemilik memukul budaknya atau
memaki-makinya, maka satu-satunya perbaikan yang dapat dilakukannya ialah
memerdekakannya (Muslim, Kitabul-Iman).
Rasulullah saw sangat ingin memperbaiki keadaan wanita di
tengah-tengah masyarakat, menjamin mereka mendapat kedudukan terhormat dan
perlakuan wajar lagi pantas. Islam adalah agama pertama yang memberikan hak
waris kepada wanita.
Jika dalam satu perjalanan beliau ada wanita-wanita yang
ikut serta, beliau senantiasa memberi petunjuk supaya kafilah bergerak lambat
dan berhenti-berhenti secara bertahab. Pada suatu kesempatan serupa itu ketika
orang-orang berjalan cepat, beliau bersabda “Perhatikan kaca! Perhatikan kaca!”
dengan maksud mengatakan bahwa ada wanita-wanita dalam rombongan dan bahwa jika
onta-onta dan kuda-kuda berlari cepat, mereka itu akan menderita dari
bantingan-bantingan binatang-binatang itu (Al-Bukhori, Kitab Al-Adab)
Beliau menetapkan bahwa orang tidak boleh membicarakan
keburukan seseorang yang telah meninggal, melainkan hendaknya menekankan kepada
kebaikan apa saja yang dimiliki almarhum, sebab tidak ada faedahnya
menyebut-nyebut kelemahan atau kejahatan orang yang sudah meninggal. Tetapi
dengan mengemukakan kebaikan-kebaikan almarhum orang akan cenderung mendoakan
(Al-Bukhori).
Perlakuan Rasulullah saw terhadap tetangga dengan ramah
dan penuh perhatian; beliau sangat menekankan agar orang berbakti dan
mengkhidmati orang tua serta memperlakukan mereka dengan baik dan kasih-sayang;
beliau selamanya memilih pergaulan dengan orang-orang baik dan jika melihat
suatu kelemahan pada salah seorang dari para sahabat, beliau menegurnya dengan
ramah secara berempat mata; Rasulullah saw sangat berhati-hati membawa diri
agar tidak timbul kemungkinan adanya salah faham; Beliau tidak pernah
mengemukakan kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan orang lain dan
menasehati orang-orang jangan mengumumkan kesalahan-kesalahan sendiri;
Kesusahan, penderitaan atau kemalangan di saat menjelang wafat, beliau pikul
dengan penuh kesabaran sampai-sampai Fathimah ra tidak tahan melihat ayahnya
dalam keadaan demikian, namun beliau bersabda kepadanya: “Bersabarlah, ayahmu
tidak akan menderita lagi sesudah hari ini”;
Rasulullah saw menekankan agar para sahabat bekerja sama
satu dengan lainnya. Ketika seseorang mengadukan saudaranya yang
bermalas-malasan, beliau bersabda kepadanya: “Tuhan telah mencukupi kebutuhanmu
berkat adanya saudaramu, dan karena itu menjadi kewajibanmu mencukupi
kebutuhannya dan membiarkan dia bebas mengkhidmati agama” (Turmudzi).
Rasulullah saw dalam jual-beli secara terus terang dan
sangat mendambakan orang-orang muslim agar jangan melakukan kelicikan dalam
transaksi atau jual-beli. Beliau senantiasa optimis menghadapi masa depan.
Beliau sangat memusuhi sikap pesimis atau keputusasaan, Beliau bersabda: “Siapa
yang menyebarkan rasa pesimis di kalangan masyarakat, ia bertanggung jawab atas
kemunduran bangsa; sebab pikiran-pikiran pesimis mempunyai kecenderungan
mengecutkan hati dan menghentikan laju kemajuan.
Rasulullah saw memperingatkan para sahabat agar
memperlakukan hewan-hewan dengan baik dan mengecam bersikap kejam terhadap
hewan. Beliau sering menceriterakan tentang wanita Yahudi yang dihukum Allah
swt lantaran membiarkan kucingnya mati kelaparan.
Rasulullah saw
bukan saja menekankan pada kebaikan toleransi dalam urusan agama, tetapi
memberikan contoh-contoh yang sangat tinggi dalam urusan ini. Suatu delegasi
suku Kristen Najron yang telah berdialog selama beberapa jam, meminta idzin
untuk meninggalkan masjid untuk mengadakan kebaktian di tempat yang tenang,
Rasulullah saw bersabda: “Mereka tidak perlu meninggalkan masjid yang memang
merupakan tempat khusus untuk kebaktian kepada Tuhan dan mereka dapat melakukan
ibadah mereka di situ (Az-Zurqani)
Keberanian Rasulullah saw luar biasa, ketika terjadi isu
bahwa pasukan Romawi akan mengadakan pendudukan di Madinah dan ketika ada suara
gaduh di tengah malam, beliau mengadakan penelitian sendiri dengan menaiki
kudanya. Beliau sangat lunak terhadap orang yang kurang sopan terhadap beliau.
Rasulullah saw sangat menaruh penting ihwal asas
menyempurnakan perjanjian. Sekali peristiwa seorang duta datang kepada beliau
dengan tugas istimewa dan sesudah ia tinggal beberapa hari bersama beliau, ia
yakin akan kebenaran Islam dan mohon diperbolehkan bai’at masuk Islam.
Rasulullah saw menjawab bahwa perbuatannya itu tidak tepat karena ia datang
sebagai duta dan telah menjadi kewajibannya untuk pulang ke pusat
Pemerintahannya tanpa mengadakan hubungan baru, jika sesudah pulang ia masih
yakin akan kebenaran Islam, ia dapat kembali lagi sebagai orang bebas dan masuk
Islam.
Beliau sangat menghargai mereka yang membaktikan waktu
dan harta bendanya untuk menghidmati umat manusia. Suku Arab , Banu Tho‘i mulai
mengadakan permusuhan terhadap Rasulullah saw dan kekuatan mereka dapat
dikalahkan dan beberapa orang ditawan dalam sebuah peperangan. Seorang dari
tawanan itu adalah seorang anak perempuan Hatim, seorang yang kebaikan dan
kemurahannya telah menjadi buah bibir bangsa Arab. Ketika anak Hatim
menerangkan kepada Rasulullah saw mengenai silsilah kekeluargaannya, beliau
memperlakukan wanita itu dengan penghormatan yang besar dan sebagai hasil dari
perantaraannya beliau membatalkan semua hukuman yang tadinya akan dijatuhkan
atas wanita itu sebagai tindak balasan terhadap serangan mereka.
Sedemikian agung dan indahnya Akhlaq Muhammad Rasulullah
saw, sebagai hamba teladan umat manusia yang hidup sezaman dengan beliau maupun
umat manusia yang hidup sesudahnya hingga hari Qiamat, karena itu hanya ada
satu syahadat pada beliau saja yang disyari’atkan dalam agama dan wajib
diikrarkan oleh setiap orang yang masuk ke dalam agama Islam, sebagai tekad
untuk mengawali dalam mengikuti dan meneladani kehidupan beliau.
Mamtav keren⭐👍
ReplyDelete