Perang salib dalam arti peperangan fisik sudah berakhir. Namun, satu hal yang harus disadari oleh kaum muslimin, peperangan yang bersifat non fisik sejatinya masih terus berlangsung hingga saat ini. Peperangan inilah yang kemudian disebut dengan istilah al-ghazwul fikri.
Secara bahasa, ghazwul fikri terdiri dari dua kata yaitu ghazwah dan fikr. Ghazwah berarti serangan, serbuan atau invansi. Sedangkan fikr berarti pemikiran. Jadi, secara bahasa ghazwul fikri diartikan sebagai invansi pemikiran.
Sebagian orang menyebut ghazwul fikr dengan istilah perang ideologi, perang budaya, perang urat syaraf, dan perang peradaban. Intinya, ia adalah peperangan dengan format yang berbeda, yaitu penyerangan yang senjatanya berupa pemikiran, tulisan, ide-ide, teori, argumentasi, propaganda, dialog dan perdebatan.
Konon, orang yang pertama kali menyadari pentingnya metode baru dalam menaklukkan Islam adalah Raja Louis IX. Setelah ditawan oleh pasukan muslim di Al-Manshuriyah Mesir pada perang salib ke VII tahun 1254 M, di dalam memoarnya ia menulis: “Setelah melalui perjalanan panjang, segalanya menjadi jelas bagi kita. Kehancuran kaum muslimin dengan jalan konvensional (perang fisik) adalah mustahil. Karena mereka memiliki metode yang jelas dan tegas diatas konsep jihad fii sabilillah. Dengan metode ini, mereka tidak pernah mengalami kekalahan militer.”
Ia melanjutkan: “Barat harus menempuh jalan lain (bukan militer). Yaitu jalan ideologi dengan mencabut akar ajaran itu dan mengosongkannya dari kekuatan, kenekatan dan keberanian. Caranya tidak lain adalah dengan menghancurkan konsep-konsep dasar Islam dengan berbagai penafsiran dan keragu-raguan.”
Dalam artikel berjudul: “Serial Perang Salib Modern #3: Perang Salib, Benarkah?” disebutkan bahwa Raja Louis IX berkata: ”Tidak mungkin meraih kemenangan atas umat Islam melalui peperangan. Kita hanya akan bisa mengalahkan mereka, dengan cara sebagai berikut:
(a) menimbulkan perpecahan di kalangan pemimpin umat Islam. Jika sudah terjadi, perluaslah ruangnya sehingga perselisihan ini menjadi faktor yang melemahkan umat Islam.
(b) Tidak memberi peluang berkuasanya seorang penguasa yang shalih di negeri-negeri Islam dan Arab.
(c) merusak pemerintahan di negara-negara Islam dengan suap, kerusakan dan wanita sehingga fondasi bangunan terpisah dengan puncak bangunan.
(d) mencegah munculnya tentara yang meyakini hak atas tanah airnya, rela berkorban demi membela prinsip tanah airnya.
(e) mencegah terbentuknya persatuan bangsa Arab di kawasan Arab.
(f) Membuat sebuah negara Barat di tengah kawasan Arab, mulai dari Ghaza di sebelah selatan, sampai Antokia di sebelah utara, kemudian ke arah timur, terus memanjang sampai ke Barat.
Sebelum menyimpulkan pengertian ghazwul fikri, perlu diketahui empat kata kunci dan target dari ghazwul fikri ini.
Ifsadul akhlak (merusak akhlak), yaitu memporak-porandakan etika dan moral kaum muslimin sehingga tidak lagi berakhlak sesuai etika dan moral ajaran Islam. Kaum muslimin diserbu dengan budaya permissivisme (paham serba boleh), hedonisme (paham memburu kelezatan materi), gemar bersenang-senang, melepaskan insting tanpa kendali, berlebih-lebihan dalam memuaskan kesenangan perut, mencabut nilai-nilai kesopanan, kesantunan, dan rasa malu dari kalangan pria maupun wanita.
Tahthimul fikrah (menghancurkan pemikiran), yaitu mengacaukan pemahaman kaum muslimin dengan memunculkan berbagai macam isme-isme yang asing dan bertentangan dengan ajaran Islam, seperti: atheisme, materialisme, komunisme, liberalisme, dan lain-lain.
Idzabatus syakhshiyyah (melarutkan kepribadiaan), yaitu menggoyahkan sikap hidup kaum muslimin sehingga enggan beramar ma’ruf nahi munkar dan bahkan bersikap mujamalah (basa-basi), toleran atau ikut-ikutan kepada orang-orang yang menyimpang dari nilai-nilai ajaran Islam. Misalnya dengan dalih HAM, tidak sedikit kaum muslimin ikut-ikutan mentolerir, bahkan melegalkan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama. Contoh: lesbian, gay, biseksual, dan transgander (LGBT).
Ar-Riddah (murtad), yaitu melepaskan kewajiban agama, mengingkarinya, bahkan keluar dari agama.
Target dari ghazwul fikri ini adalah berubahnya pribadi-pribadi muslim sehingga menjadi orang-orang yang memberikan al-wala-u lil kafirin (loyalitas, kesetiaan, dan kecintaan kepada orang-orang yang ingkar kepada Allah Ta’ala).
Menurut Ali Abdul Halim Mahmud seorang doktor dari Al Azhar Mesir, ghazwul fikri merupakan suatu upaya untuk menjadikan:
Bangsa yang lemah atau sedang berkembang, tunduk kepada negara penyerbu.
Semua negara, negara Islam khususnya, agar selalu menjadi pengekor setia negara-negara maju, sehingga terjadi ketergantungan di segala bidang.
Semua bangsa, bangsa Islam khususnya, mengadopsi ideologi dan pemikiran kafir secara membabi buta dan serampangan, berpaling dari manhaj Islam, Al Quran dan Sunnah.
Bangsa-bangsa mengambil sistem pendidikan dan pengajaran negara-negara penyerbu.
Umat Islam terputus hubungannya dengan sejarah masa lalu, sirah nabinya dan salafus saleh.
Bangsa-bangsa atau negara-negara yang diserbu menggunakan bahasa penyerbu.
Ghazwul fikri adalah upaya melembagakan moral, tradisi, dan adat-istiadat bangsa penyerbu di negara yang diserbunya.
Sejak awal, Islam telah memperingatkan kaum muslimin agar waspada terhadap orang-orang kafir dan munafik yang selalu berupaya menyesatkan mereka,
وَدُّوا لَوْ تَكْفُرُونَ كَمَا كَفَرُوا فَتَكُونُونَ سَوَاءً فَلَا تَتَّخِذُوا مِنْهُمْ أَوْلِيَاءَ حَتَّى يُهَاجِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.” (QS. An-Nisa, 4: 89)
*****
Dapat disimpulkan pengertian ghazwul fikri adalah serangan pemikiran, ide, budaya, dan propaganda yang dilancarkan suatu bangsa/peradaban kepada bangsa/peradaban lain sehingga mengalami kelemahan mental dan dapat dikuasai untuk kepentingan mereka.
Wallahu A’lam.