Islam menanamkan pada umatnya sebuah keyakinan bahwa rizki ada di tangan Allah Ta’ala. Manusia tidak memiliki kekuatan untuk menambah dan menguranginya kecuali hanya berusaha. Sedangkan yang menentukan adalah Allah. Islam juga telah menanamkan kepada pengikutnya bahwa tidaklah seseorang mati kecuali rizkinya telah Allah tetapkan kepadanya.
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik karena sesungguhnya suatu jiwa tak akan mati sampai disempurnakan rezekinya walaupun lambat datangnya. Maka bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah rezeki dengan cara yang baik. Ambillah apa yang halal dan jauhilah yang haram." (HR. Ibnu Majah no. 2144)
Maka, orang yang telah mengimani bahwa Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad sallallahu alaihi wasallam sebagai nabinya mesti ridho dengan rizki yang telah diberikan kepadanya. Entah rizki itu banyak ataupun sedikit. Dan tidak layak baginya melihat dengan ta’ajjub kekayaan orang lain karena ia hanya sementara dan pasti akan hilang.
Apakah qona’ah itu?
Qona’ah adalah ridho dengan rizki yang diberikan Allah. Merasa cukup walupun sedikit, dan tidak mengejar kekayaan dengan meminta-minta kepada manusia. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rizki yang secukupnya dan Allah menganugrahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezki yang Allah berikan kepadanya." (HR Muslim no. 1054)
Sifat qona’ah adalah salah satu ciri yang menunjukkan kesempurnaan iman. Karena sifat ini menunjukkan keridhaan orang yang memilikinya terhadap segala ketentuan dan takdir Allah, termasuk dalam hal pembagian rizki. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Akan merasakan kemanisan (kesempurnaan) iman, orang yang ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Rabb-nya dan islam sebagai agamanya serta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulNya." (HR Muslim no. 34)
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam telah mengajarkan pada kita untuk bersyukur dan ridho dengan pemberian Allah berupa rizki, kesehatan, keamanan dan terpenuhinya kebutuhan harian kita. Bahkan bagi mereka yang telah mendapatkan keamanan, sehat jasadnya, memiliki makanan pada hari itu, maka ia telah mendapatkan seluruh kenikmatan dunia. Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa di antara kalian yang memasuki waktu pagi hari dalam keadaan aman pada dirinya, sehat jasmaninya dan dia memiliki makanan pada hari itu, maka seolah oleh dia diberi dunia dengan berbagai kenikmatannya." (HR. At Turmudzi)
Al-Munawi rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang Allah kumpulkan pada dirinya kesehatan jasmaninya, keamanan dalam hatinya, kecukupan dalam makanannya, dan keselamatan keluarganya maka Allah telah mengumpulkan untuknya seluruh nikmat yang barangsiapa mendapatkanya dia seolah-olah telah memiliki dunia sekalipun tidak mendapatkan nikmat selain itu. Maka hendaknya dia tidak menyambut hari itu melainkan dengan syukur kepada Allah dengan memanfaatkan nikmat tersebut untuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bukan dengan bermaksiat kepada-Nya atau bukan dengan lalai dari dzikir kepada-Nya." (Faidhu al-Qadhir)
Dari penjelasan yang telah lalu jelaslah bahwa siapa saja yang terkumpul di dalam dirinya ketiga hal ini, maka pada hari itu seolah-olah dia memiliki dunia seluruhnya. Dan sebenarnya pada kebanyakan manusia telah terkumpul ketiga hal ini dan bahkan mereka memiliki lebih banyak lagi dibandingkan dengan yang disebutkan dalam hadits ini. Namun demikian mereka mengingkarinya dan meremehkan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka dapatkan. Maka mereka sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala:
"Mereka mengetahui ni’mat Allah, kemudian mereka mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang kafir." (QS. An-Nahl:83)
Sifat Qona’ah merupakan harta kekayaan yang tidak ada habisnya. Ia adalah kekayaan jiwa yang tak ternilai. Karena siapa saja yang telah memiliki sifat ini, ibarat orang kaya yang tidak lagi terpengaruh oleh godaan harta dan kedudukan yang dibentangkan dunia untuknya. Ia hanya mengambil dunia seperlunya sesuai dengan kebutuhan. Orang yang memiliki sifat Qona’ah akan selalu bersyukur atas karunia yang diberikan Allah subhanahu wata’ala padanya, tidak mengeluh dan tidak berharap lebih banyak dari rezeki yang telah ditakdirkan Allah padanya. Sifat ini membuat pemiliknya tidak rakus akan dunia, apalagi menjadikan dunia sebagai tujuan hidupnya.
Mengobati rakus dengan qona’ah
Sifat tamak menguasai orang-orang yang melakukan persaingan dalam urusan dunia dan perhiasannya. Yang demikian itu karena mereka selalu memperhatikan orang-orang yang di atas. Karena apabila manusia melihat kepada orang yang diberikan karunia dalam perkara dunia, nafsunya menuntut seperti hal itu dan menganggap kecil atau remeh nikmat Allah ta’ala yang ada padanya. Ia ingin diberi tambahan supaya bisa menyusul kekayaan pesaingnya atau mendekatinya, inilah realita mayoritas manusia.
Sifat tamak yang berlebihan di dalam jiwa seseorang akan merusak agamanya. Tidak hanya itu, bahkan merusak segala sesutu yang berada di bumi. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
"Tidak ada dua ekor srigala yang dilepas pada kumpulan kambing lebih merusak baginya terhadap agamanya daripada sifat tamak seseorang terhadap harta dan kemuliaan." (Shahih Sunan at-Tirmidzi)
Ketergantungan hati yang berlebihan terhadap perhiasan dunia dan memperbanyak harta memperbudak hamba, mereka itu disebut Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dengan sebutan orang yang celaka:
"Celaka budak dinar dan budak dirham serta budak khumaishah: jika diberi, ia senang, jika tidak diberi, ia marah, celaka dan jatuh terjungkir." (Shahih al-Bukhari)
Semua kerakusan terhadap dunia ini tidak akan terobati kecuali dengan qona’ah. Karena qona’ah akan membawa para pemiliknya menjadi orang-orang kaya di dunia sebelum kaya di akhirat. Betapa banyak orang yang memiliki kekayaan dunia melimpah, tetapi mereka menjadi miskin karena tidak merasa puas dengan kekayaan yang diberikan Allah. Sebaliknya, banyak orang-orang yang untuk makan saja tidak cukup, tetapi mereka pantang untuk meminta, atau mengharap dikasihani orang. Dengan keadaan mereka itu, manusia melihatnya seperti orang kaya. Inilah hakekat kaya yang sesungguhnya. Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
"Kaya yang sebenarnya bukanlah kaya harta benda, akan tetapi kaya yang sebenarnya adalah kaya jiwa." (Shahih al-Bukhari no. 6446)
Marilah kita renungkan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Shahihnya dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya seseorang bertanya kepada beliau radhiyallahu ‘anhuma :
'Bukankah kita termasuk orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin?'
Maka ‘Abdullah berkata: ’Apakah engkau memiliki istri yang engkau bersandar kepadanya?’
Dia menjawab: ’Ya.’
‘Abdullah bertanya lagi: 'Apakah engkau memiliki rumah untuk tempat tinggalmu?’
Dia menjawab: ’Ya.’
Maka ‘Abdullah pun berkata: ’Jadi engkau adalah orang kaya.’
Orang itu berkata lagi: ’Sesungguhnya aku juga memiliki pembantu.’
‘Abdullah pun berkata: ’Maka engkau termasuk salah seorang raja.’ (HR. Muslim).
Yang memjadi pertanyaan adalah, sudahkah kita memiliki sifat qona’ah ini? Atau bahkan kita termasuk orang yang rakus terhadap dunia dengan mengumpulkannya tanpa mempertimbangkan halal dan haram? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi renungan kita agar kita mendapatkan kekayaan di dunia berupa qona’ah sebelum menikmati kekayaan di akhirat.
Wallahu a’lam bis shawab.