Hukum Jual-Beli Saham

Sebagian ummat Islam menganggap bahwa jual-beli saham di Bursa Saham (Stock Market) adalah halal, sementara sebagian lainnya menganggap haram karena termasuk spekulasi atau judi.
Manakah yang benar?


Ada yang berpendapat bahwa jual-beli saham halal dengan alasan sama dengan jual-beli barang lainnya seperti buah atau beras. Hal ini kurang tepat.

Saham itu baik barang maupun nilainya tidak jelas, sehingga membeli atau menjualnya adalah tindakan yang spekulatif. Jangankan saham, buah saja meskipun halal, tapi jika kondisinya belum jelas dilarang diperjual-belikan:
Menurut Jabir bin Abdullah, “Rasulullah s.a.w. melarang penjualan buah-buahan sebelum ia masak.” (Hadis riwayat Bukhari)
Dari Jabir bin Abdullah, "Rasulullah SAW melarang kontrak jual beli hasil buah kebun untuk beberapa tahun lamanya.” (HR Muslim).

Kenapa Nabi melarang hal itu? Karena itu itu tindakan spekulatif, walaupun buah itu halal. Jika buah-buahannya masak, pembeli untung, tapi jika tidak masak atau busuk, maka pembeli rugi. Begitu pula dengan saham.

Jual-beli saham pada pasar sekunder, jika trend grafiknya naik, mungkin semua orang akan senang. Tapi jika grafiknya lurus horisontal, maka jika fluktuatif, akan ada yang menang dan ada yang rugi. Persis seperti judi. Jika ada yang menang, maka ada yang harus menderita. Tidak mungkin semua mendapat kemenangan. Misalnya untuk untung, kita harus beli di harga rendah dan menjualnya di harga tinggi, misalnya kita beli harga saham di harga Rp 1000 dan menjualnya di harga Rp 2000. Agar bisa terjadi seperi itu, tentu ada yang harus membeli di harga tinggi dan menjualnya di harga rendah. Kita mungkin menang, tapi yang lainnya rugi.

Pada kondisi trend grafik menurun, lebih parah lagi. Ada yang rugi sedikit, ada pula yang rugi besar hingga harus menjual rumah atau kehilangan milyaran rupiah. Contoh adalah kasus bunuh dirinya seorang pemain saham yang kalah, sehingga uang nasabahnya sebesar Rp 500 milyar lenyap begitu saja. Dari transaksi jual-beli saham antara tahun 2002-2003, ada sekuritas yang transaksinya merugi hingga Rp 150 milyar, ada pula yang menang hingga Rp 300 milyar. Kemenangan satu pemain saham umumnya berasal dari kerugian pemain lainnya.

Islam mensyaratkan adanya saling kerelaan (senang) di antara pembeli dan penjual:
“Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu makan harta kamu di antara kamu dengan cara yang bathil, kecuali dengan jalan perdagangan dengan adanya saling kerelaan dari antara kamu.” (an-Nisa’: 29)
Kerelaan di atas maksudnya baik pembeli dan penjual tidak kecewa atau dirugikan. Pada transaksi riba, mungkin antara debitur dan kreditur menanda-tangani peminjaman dengan sukarela, tapi pada dasarnya itu haram, karena debitur dirugikan. Demikian pula dengan jual-beli saham terutama ketika grafik rata atau menurun.

Dengan jual-beli saham, berapa banyak pemain saham yang dianggap master dan dikagumi juniornya akhir menderita kekalahan dan bahkan ada yang akhirnya bunuh diri. Seorang pemain saham, bahkan bisa melotot memonitor pergerakan harga saham sepanjang hari agar tidak kehilangan kesempatan menarik keuntungan jika seandainya harga saham turun atau naik.

“…supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” [Al Hasyr:7]

Jual-beli saham itu terlarang karena melanggar perintah Allah pada surat Al Hasyr ayat 7. Pada Mudhorobah dan Musyarokah, pengusaha yang memerlukan modal bisa mendapat uang dari investor untuk menjalankan usahanya. Jika jual-beli saham diadakan, maka modal yang diperlukan untuk usaha itu akhirnya beredar antara investor satu dengan investor yang lain, sehingga sektor real justru tidak bisa berkembang karena kekurangan dana.

Ada yang berpendapat bahwa semua itu tergantung niat. Jika niatnya membeli saham untuk investasi, maka jual-beli saham di pasar sekunder halal. Jika spekulasi, maka haram. Semudah itukah?
Jika niatnya memang investasi, tentu dia akan menyerahkan modalnya langsung kepada pengusaha yang memerlukan modal baik langsung atau di pasar perdana (IPO). Tapi jika menyerahkan uangnya kepada pemilik saham yang menjual sahamnya (spekulan) di pasar sekunder, itu sama saja dengan spekulasi. Ini mengakibatkan uang hanya beredar di antara sesama pemilik uang seperti yang disebut di atas.

Ada juga pengamat yang berkata bahwa jual-beli saham untuk orang awam yang tidak punya data itu haram, karena resikonya besar. Tapi bagi yang ahli serta punya data, itu halal. Ini sama dengan mengatakan bahwa orang yang tidak mabuk, halal meminum khamar, atau seorang penjudi yang jago halal untuk berjudi. Islam tidak diskriminatif seperti itu.

Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Akan datang suatu masa di mana orang tak peduli akan apa yang diambilnya, apakah dari yang halal atau dari yang haram.” (HR Bukhari)

Seorang investor yang membeli saham kemudian akhirnya dijual lewat Bursa Saham guna mendapatkan capital gain ketika harga naik meski mungkin menjualnya dalam rentang waktu yang lama, tak ubahnya seperti seorang penimbun/spekulator:
“Dari Ma’mar bin Abdullah ra, Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang menimbun (agar harga naik), kecuali orang yang berdosa” (HR Muslim)

Kalau pada perdagangan tradisional setiap rantai berusaha mendekatkan barang ke para pemakai dengan secepat-cepatnya dengan skema:
Produsen->Distributor->Retailer/Pedagang eceran->Konsumen/Rakyat

Maka pada perdagangan saham, 90% lebih justru berputar-putar antara pemain saham. Mereka cenderung menimbun agar harga saham jadi naik:
Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang merusak harga pasar, sehingga harga tersebut melonjak tajam, maka Allah akan menempatkannya di dalam neraka pada hari kiamat.” (HR. At-Tabrani dai ma’qil bin Yasar).

Rasulullah saw. berkata, “Siapa yang melakukan penimbunan barang dengan tujuan merusak harga pasar, sehingga harga naik secara tajam, maka ia telah berbuat salah.” (HR. Ibnu Majah dari Abu Hurairah).

Dari Nu’man bin Basyir ra diberitakan bahwa Nabi bersabda: “Sebenarnya yang halal itu jelas dan yang haram jelas pula. Di antara yang halal dan haram itu ada yang syubhat (tidak jelas), banyak orang tak mengetahuinya. Siapa yang menghindar dari syubhat, dia telah memelihara agama dan kehormatannya. Siapa yang terkena syubhat, maka dia terkena yang haram.” (HR Muslim)

Dari hadits di atas serta kesimpang-siuran status jual-beli saham di pasar sekunder, jelaslah bahwa jual-beli saham itu jika tidak haram, dia adalah syubhat, karena itulah orang berbeda pendapat. Meninggalkan hal syubhat itu lebih utama ketimbang mengerjakannya, apalagi jika bahayanya lebih besar dari manfaatnya.

9 Waktu Utama Membaca Surat Al-Ikhlas

SURAT Al Ikhlas seperti halnya surat-surat yang lain, memiliki banyak rahasia yang terkandung di dalamnya. Dinamakan surat Al Ikhlas, karena dia menyelamatkan orang yang membacanya dari kesulitan dunia akherat, dari kesulitan sakarotul maut, dari kesulitan kegelapan malam dan dari segala kesulitan resiko di hari kiamat.

Ternyata ada waktu tertentu yang dianjurkan membaca surat Al-Ikhlas. Berikut sembilan waktu yang dianjurkan untuk mengamalkan surat Al-Ikhlas:

Pertama: Waktu Pagi Dan Sore Hari
Pada malam hujan lagi gelap gulita kami keluar mencari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat bersama kami, lalu kami menemui beliau. Rasulullah bersabda, “Apakah kalian telah shalat?” Namun sedikitpun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“. Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Beliau bersabda, “Katakanlah“. Namun sedikit pun aku tidak berkata-kata. Kemudian beliau bersabda, “Katakanlah“. Hingga aku berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku katakan?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Katakanlah (bacalah surat) QUL HUWALLAHU AHAD DAN QUL A’UDZU BIRABBINNAAS DAN QUL A’UDZU BIRABBIL FALAQ ketika sore dan pagi sebanyak tiga kali, maka dengan ayat-ayat ini akan mencukupkanmu (menjagamu) dari segala keburukan.” (HR. Abu Daud no. 5082 dan An Nasai no. 5428. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Kedua: Sebelum Tidur
“Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika berada di tempat tidur di setiap malam, beliau mengumpulkan kedua telapak tangannya lalu kedua telapak tangan tersebut ditiup dan dibacakan ’Qul huwallahu ahad’ (surat Al Ikhlash), ’Qul a’udzu birobbil falaq’ (surat Al Falaq) dan ’Qul a’udzu birobbin naas’ (surat An Naas). Kemudian beliau mengusapkan kedua telapak tangan tadi pada anggota tubuh yang mampu dijangkau dimulai dari kepala, wajah, dan tubuh bagian depan. Beliau melakukan yang demikian sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari no. 5017)

Ketiga: Ketika Hendak Meruqyah
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak tidur, beliau akan meniupkan ke telapak tangannya sambil membaca QUL HUWALLAHU AHAD (surat Al Ikhlas) dan Mu’awidzatain (Surat An Naas dan Al Falaq), kemudian beliau mengusapkan ke wajahnya dan seluruh tubuhnya. Aisyah berkata, “Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (sama seperti ketika beliau hendak tidur).”  (HR. Bukhari no. 5748)

Keempat: Wirid Seusai Shalat (Sesudah Salam)
 “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan padaku untuk membaca mu’awwidzaat  di akhir shalat (sesudah salam).” (HR. An Nasai no. 1336 dan Abu Daud no. 1523. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Yang dimaksud mu’awwidzaat adalah surat Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar Al Asqolani. (Fathul Bari, 9/62)

Kelima: Dibaca Ketika Mengerjakan Shalat Sunnah Fajar (Qobliyah Shubuh)
“Sebaik-baik surat yang dibaca ketika dua raka’at qobliyah shubuh adalah Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan Qul yaa ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun).” (HR. Ibnu Khuzaimah 4/273. Syaikh Al Albani mengatakan dalam Silsilah Ash Shohihah bahwa hadits ini shahih. Lihat As Silsilah Ash Shohihah no. 646). Hal ini juga dikuatkan dengan hadits Ibnu Mas’ud.

Keenam: Dibaca Ketika Mengerjakan Shalat Sunnah Ba’diyah Maghrib
“Aku tidak dapat menghitung karena sangat sering aku mendengar bacaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat pada shalat dua raka’at ba’diyah maghrib dan pada shalat dua raka’at qobliyah shubuh yaitu Qul yaa ayyuhal kafirun (surat Al Kafirun) dan qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash).” (HR. Tirmidzi no. 431. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Ketujuh: Dibaca Ketika Mengerjakan Shalat Witir Tiga Raka’at
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca pada raka’at pertama: Sabbihisma robbikal a’la (surat Al A’laa), pada raka’at kedua: Qul yaa ayyuhal kafiruun (surat Al Kafirun), dan pada raka’at ketiga: Qul huwallahu ahad (surat Al Ikhlash) dan mu’awwidzatain (surat Al Falaq dan An Naas).” (HR. An Nasai no. 1699, Tirmidzi no. 463, Ahmad 6/227)

Kedelapan: Dibaca Ketika Mengerjakan Shalat Maghrib (Shalat Wajib) Pada Malam Jum’at
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika shalat maghrib pada malam Jum’at membaca Qul yaa ayyuhal kafirun’ dan ‘Qul ‘ huwallahu ahad’. ” (Syaikh Al Albani dalam Takhrij Misykatul Mashobih (812) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Kesembilan: ketika shalat dua rak’at di belakang maqom Ibrahim setelah thowaf
“Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan maqom Ibrahim antara dirinya dan Ka’bah, lalu beliau laksanakan shalat dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut, beliau membaca Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas) dan Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun). Dalam riwayat yang lain dikatakan, beliau membaca Qul yaa-ayyuhal kaafirun (surat Al Kafirun) dan Qulhuwallahu ahad (surat Al Ikhlas).” (Disebutkan oleh Syaikh Al Albani dalam Hajjatun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, hal. 56)

Meskipun ada anjuran 9 waktu di atas. Namun membaca surat Al-Ikhlas tidaklah terpaku pada 9 waktu tersebut. Di mana pun kapanpun boleh membaca surat Al-Ikhlas sebagai bentuk dzikir kepada Allah SWT. Wallahu a’lam. [Reni Fatwa/islamposdotcom]

Masjid Jin



Masjid Jin adalah sebuah masjid yang terletak di Kampung Ma’la, tidak jauh dari pekuburan Kota Makkah.

Penamaan masjid tersebut terkait erat dengan suatu peristiwa yang sangat langka dan penting yang berkaitan dengan bangsa jin dan dakwah Islam.

Peristiwa yang dimaksud adalah masuk Islamnya serombongan jin di masjid tersebut setelah mendengar dan menghayati lantunan ayat-ayat suci Al Quran yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW.

Pada kesempatan itu, para jin berbaiat (berjanji setia) untuk beriman kepada Allah SWT, mengikuti ajaran Islam, dan menyebarkan agama Allah di kalangan mereka. Oleh sebab itu, masjid ini dikenal juga dengan nama Masjid Al-Bai’ah, yakni masjid tempat serombongan jin melakukan baiat.

Peristiwa besar ini diungkapkan oleh Allah SWT dalam Alquran surat Al-Ahqaf ayat 29-32:
“Dan (ingatlah) ketika Kami hadapkan serombongan jin kepadamu yang mendengarkan Alquran, maka tatkala mereka menghadiri pembacaan (nya) lalu mereka berkata, “Diamlah kamu (untuk mendengarkannya)!”

“Ketika pembacaan telah selesai mereka kembali kepada kaumnya (untuk) memberi peringatan. Mereka berkata, “Hai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan kitab (Alquran) yang telah diturunkan sesudah Musa yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada kebenaran dan kepada jalan yang lurus.”

“Hai kaum kami terimalah (seruan) orang yang menyeru kepada Allah dan berimanlah kepada-Nya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosa kamu dan melepaskan kamu dari azab yang pedih. Dan orang yang tidak menerima (seruan) orang yang menyeru kepada Allah maka dia tidak akan melepaskan diri dari azab Allah di muka bumi dan tidak ada baginya pelindung selain Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”

Dalam suatu riwayat yang dimuat Imam Bukhari dan Imam Tirmidzi yang berasal dari Ibnu Abbas, disebutkan bahwa peristiwa pertemuan antara Rasulullah SAW dan serombongan jin itu terjadi ketika Rasulullah SAW dan serombongan sahabat sedang dalam perjalanan menuju Pasar Ukkaz.

Ketika sampai di daerah Tihamah, Rasulullah SAW dan rombongannya berhenti untuk melaksanakan Shalat Fajar. Rupanya, shalat Fajar yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabat tersebut mengakibatkan terhalangnya berita-berita langit yang biasa dicuri dengar oleh para syetan (jin yang kafir). Bahkan, syetan-syetan (jin-jin kafir) yang sedang mencoba mencuri berita tersebut mendapat lemparan bintang- bintang sehingga terpaksa pulang ke tempat kaumnya.

Sesampai di tempat kaumnya, syetan-syetan (jin-jin kafir) tersebut ditanya oleh kaumnya, “Apa yang menyebabkan kalian terhalang mendapat berita langit?”

Mereka menjawab, “Kami terhalang mendapatkan berita langit, bahkan kami dikejar oleh bintang-bintang.”

Kaum syetan menjawab, “Tidak mungkin ada halangan antara kita dengan berita langit. Pasti ini ada sebabnya!”

Pimpinan mereka memerintahkan, “Menyebarlah kalian ke barat dan ke timur. Carilah penghalang tersebut!”

Lalu syetan-syetan (jin-jin) tersebut menyebar ke seluruh pelosok jagad mencari penyebab terhalangnya berita langit tersebut. Sebagian di antara mereka sampai ke daerah Tihamah tempat Rasulullah SAW dan para sahabat berhenti. Ketika itu Rasulullah SAW tengah melakukan shalat Subuh.

Para jin tersebut mendengar dan memerhatikan dengan seksama bacaan Rasulullah SAW. Kemudian mereka berkata, “Demi Allah, pasti inilah yang menyebabkan kita terhalang dari berita langit.”

Mereka sangat kagum terhadap ayat-ayat Alquran yang mereka dengar. Mereka mengimaninya. Mereka lalu pulang ke kaumnya dan menyampaikan kejadian yang mereka alami. Kaum mereka pun menerima dan mengimani ajaran yang dibawa tersebut.

Peristiwa ini pula yang melatarbelakangi turunnya Al Quran surah al-Jin ayat 1. Ayat ini menginfomasikan kepada Nabi Muhammad SAW tentang peristiwa alam gaib yang terjadi di sekeliling Rasulullah SAW dan para sahabat ketika itu. Rasulullah SAW kemudian menyampaikan pemberitahuan Allah SWT tersebut kepada para sahabat dan umat Islam.

Dalam surah Al-Jin, Allah SWT memberikan informasi, “Katakanlah (hai Muhammad): “Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan (Alquran), lalu mereka berkata: ‘Sesungguhnya kami telah mendengarkan Alquran yang menakjubkan, yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman ke padanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan Tuhan kami, dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran Tuhan kami, Dia tidak beristeri dan tidak (pula) beranak.”

BIODATA RASULULLAH SAW


  • Nama : Muhammad bin Abdullah bin Abdul Mutthalib bin Hashim. 
  • Tanggal lahir : Subuh hari Senin, 12 Rabiul Awal bersamaan 20 April 571 Masehi (dikenali sebagai Tahun Gajah; peristiwa pasukan gajah Abrahah yang menyerang kota Makkah). 
  • Tempat lahir : Di rumah Abu Talib, Makkah Al-Mukarramah. 
  • Nama ayah : Abdullah bin Abdul Muttalib bin Hashim. (Meninggal sebelum Rasulullah lahir)
  • Nama ibu : Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf. 
  • Pengasuh pertama : Barakah Al-Habsyiyyah (digelar Ummu Aiman, budak perempuan dari ayah Rasulullah SAW). 
  • Ibu susu pertama : Thuwaibah (budak perempuan Abu Lahab). 
  • Ibu susu kedua : Halimah binti Abu Zuaib As-Saadiah (lebih dikenali Halimah As-Saadiah. Suaminya bernama Abu Kabsyah).


USIA 5 TAHUN 
Peristiwa pembelahan dada Rasulullah SAW yang dilakukan oleh dua malaikat untuk mengeluarkan bagian syaitan yang wujud di dalam hatinya.

USIA 6 TAHUN 
Ibunya Aminah binti Wahab ditimpa sakit dan meninggal dunia di Al-Abwa ' (sebuah kampung yang terletak di antara Makkah dan Madinah). Beliau dipelihara oleh Ummu Aiman (budak perempuan ayah Rasulullah SAW) dan dibiayai oleh kakeknya, Abdul Mutthalib.

USIA 8 TAHUN 
Kakeknya, Abdul Mutthalib meninggal dunia. Beliau dipelihara pula oleh pamannya, Abu Thalib.

USIA 9 TAHUN (Sebagian riwayat mengatakan pada usia 12 tahun). 
Bersama pamannya, Abu Thalib pergi ke Syam untuk urusan perniagaan. Di kota Busra, negeri Syam, seorang pendeta Nasrani bernama Bahira (Buhaira) telah bertemu pemimpin rombongan untuk menceritakan tentang pengutusan seorang nabi di kalangan bangsa Arab yang akan lahir pada masa itu.

USIA 20 TAHUN 
Terlibat dalam peperangan Fijar. Beliau ikut peperangan itu beberapa hari dan bertugas mengumpulkan anak-anak panah saja. Menyaksikan 'perjanjian Al-Fudhul' perjanjian damai untuk memberi pertolongan kepada orang yang dizalimi di Makkah.

USIA 25 TAHUN 
Berkunjung kedua kalinya ke Syam untuk perniagaan barangan Khadijah binti Khuwailid Al-Asadiyah. Perjalanan ke Syam ditemani oleh Maisarah; lelaki suruhan Khadijah. Beliau SAW bersama-sama Abu Thalib dan beberapa orang saudaranya berjumpa Amru bin Asad (ayah dari saudara Khadijah) untuk meminang Khadijah yang berusia 40 tahun ketika itu. Mas kawin adalah sebanyak 500 dirham.

USIA 35 TAHUN 
Banjir besar melanda Makkah dan meruntuhkan dinding Kabah. Pembangunan kembali Kabah dilakukan oleh pembesar-pembesar dan penduduk Makkah. Rasulullah SAW diberi kemuliaan untuk meletakkan 'Hajarul-Aswad' ke tempat asal dan sekaligus meredakan pertengkaran berhubung perletakan batu tersebut.

USIA 40 TAHUN
Menerima wahyu di gua Hira' sebagai Nabi dan Rasul akhir zaman.

USIA 53 TAHUN
Berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah dengan ditemani oleh Saidina Abu Bakar Al-Siddiq. Tiba di Madinah pada tanggal 12 Rabiulawal/ 24 September 622 M.

USIA 63 TAHUN
Wafat Rasulullah SAW di Madinah Al-Munawwarah pada hari Senin, 12 Rabiulawal tahun 11 Hijrah / 8 Juni 632 Masehi.

ISTERI-ISTERI RASULULLAH SAW
1. Khadijah Binti Khuwailid. 
2. Saudah Binti Zam'ah. 
3. Aisyah Binti Abu Bakar (anak Saidina Abu Bakar). 
4. Hafsah binti ' Umar (anak Saidina ' Umar bin Al-Khattab). 
5. Ummi Habibah Binti Abu Sufyan.
6. Hindun Binti Umaiyah (digelar Ummi Salamah). 
7. Zainab Binti Jahsy. 
8. Maimunah Binti Harith.
9. Safiyah Binti Huyai bin Akhtab. 
10. Zainab Binti Khuzaimah (digelar ' Ummu Al-Masakin ' ; Ibu Orang Miskin).

ANAK-ANAK RASULULLAH SAW 
1. Qasim 
2. Abdullah 
3. Ibrahim 
4. Zainab 
5. Ruqaiyah 
6. Ummi Kalthum 
7. Fatimah Al-Zahra'

Sabda Rasulullah SAW: 
"Sesiapa yang menghidupkan sunnahku, maka sesungguhnya dia telah mencintai aku. Dan sesiapa yang mencintai aku nescaya dia bersama-samaku di dalam syurga." (Riwayat Al-Sajary daripada Anas )

KENALI NABI MUHAMMAD S.A.W. SECARA LAHIRIAH. Begitu indahnya sifat fizikal Baginda, sehinggakan seorang ulama Yahudi yang pada pertama kalinya bersua muka dengan Baginda lantas melafazkan keIslaman dan mengaku akan kebenaran apa yang disampaikan oleh Baginda.

Di antara kata-kata apresiasi para sahabat ialah: 
- Aku belum pernah melihat lelaki yang sekacak Rasulullah saw.. 
- Aku melihat cahaya dari lidahnya. 
- Seandainya kamu melihat Baginda, seolah-olah kamu melihat matahari terbit. 
- Rasulullah jauh lebih cantik dari sinaran bulan. 
- Rasulullah umpama matahari yang bersinar. 
- Aku belum pernah melihat lelaki setampan Rasulullah. 
- Apabila Rasulullah berasa gembira, wajahnya bercahaya spt bulan purnama.
- Kali pertama memandangnya sudah pasti akan terpesona. 
- Wajahnya tidak bulat tetapi lebih cenderung kepada bulat. 
- Wajahnya seperti bulan purnama. 
- Dahi baginda luas, raut kening tebal, terpisah di tengahnya. 
- Urat darah kelihatan di antara dua kening dan nampak semakin jelas semasa marah. 
- Mata baginda hitam dengan bulu mata yang panjang. 
- Garis-garis merah di bahagian putih mata, luas kelopaknya, kebiruan asli di bahagian sudut. 
- Hidungnya agak mancung, bercahaya penuh misteri, kelihatan luas sekali pertama kali melihatnya. 
- Mulut baginda sederhana luas dan cantik. 
- Giginya kecil dan bercahaya, indah tersusun, renggang di bahagian depan. 
- Apabila berkata-kata, cahaya kelihatan memancar dari giginya. 
- Janggutnya penuh dan tebal menawan. 
- Lehernya kecil dan panjang, terbentuk dengan cantik seperti arca. 
- Warna lehernya putih seperti perak, sangat indah. 
- Kepalanya besar tapi terlalu elok bentuknya.
- Rambutnya sedikit ikal. 
- Rambutnya tebal kdg-kdg menyentuh pangkal telinga dan kdg-kdg mencecah bahu tapi disisir rapi. 
- Rambutnya terbelah di tengah. 
- Di tubuhnya tidak banyak rambut kecuali satu garisan rambut menganjur dari dada ke pusat. 
- Dadanya bidang dan selaras dgn perut. Luas bidang antara kedua bahunya lebih drpd biasa. - Seimbang antara kedua bahunya. 
- Pergelangan tangannya lebar, lebar tapak tangannya, jarinya juga besar dan tersusun dgn cantik.


Penyakit Ummat Islam Di Akhir Zaman

Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengabarkan bahwa kelak di masa yang akan datang ummat Islam akan berada dalam keadaan yang sedemikian buruknya sehingga diumpamakan sebagai laksana makanan yang diperebutkan oleh sekumpulan pemangsanya. Lengkapnya hadits tersebut sebagai berikut:


Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam:

“Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanannya.”

Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?”

”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh kalian terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.”

Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” 

Nabi bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)

Ada beberapa pelajaran penting yang dapat kita tarik dari hadits ini:

Pertama, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memprediksi bahwa akan tiba suatu masa di mana orang-orang beriman akan menjadi kumpulan manusia yang menjadi rebutan ummat lainnya. Mereka akan mengalami keadaan yang sedemikian memprihatinkan sehingga diumpamakan seperti suatu porsi makanan yang diperbutkan oleh sekumpulan pemangsa. Artinya, pada masa itu kaum muslimin menjadi bulan-bulanan kaum lainnya. Hal ini terjadi karena mereka tidak memiliki kemuliaan sebagaimana di masa lalu. Mereka telah diliputi kehinaan.

Kedua, pada masa itu muslimin tertipu dengan banyaknya jumlah mereka padahal tidak bermutu. Sahabat menyangka bahwa keadaan hina yang mereka alami disebabkan jumlah mereka yang sedikit, lalu Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyangkal dengan mengatakan bahwa jumlah muslimin pada waktu itu banyak, namun berkualitas rendah.

Hal ini juga dapat berarti bahwa pada masa itu ummat Islam sedemikian peduli dengan kuantitas namun lalai memperhatikan aspek kualitas. Yang penting punya banyak pendukung alias konstituen tapi kurang peduli apakah mereka berkualitas atau tidak. Sehingga kaum muslimin menggunakan tolok ukur mirip kaum kuffar dimana yang banyak pasti mengalahkan yang sedikit. Mereka menjadi gemar menggunakan prinsip the majority rules (mayoritas-lah yang berkuasa) yakni prinsip yang menjiwai falsafah demokrasi modern. Padahal Allah menegaskan di dalam Al-Qur’an bahwa pasukan berjumlah sedikit dapat mengalahkan pasukan musuh yang jumlahnya lebih besar dengan izin Allah.

“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah ayat 249)

Pada masa dimana muslimin terhina, maka kuantitas mereka yang besar tidak dapat menutupi kelemahan kualitas. Sedemikian rupa sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengumpamakan mereka seperti buih mengapung. Coba perhatikan tabiat buih di tepi pantai. Kita lihat bahwa buih merupakan sesuatu yang paling terlihat, paling indah dan berjumlah sangat banyak saat ombak sedang bergulung. Namun buih pulalah yang paling pertama menghilang saat angin berhembus lalu menghempaskannya ke udara.

Ketiga, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mengisyaratkan bahwa jika ummat Islam dalam keadaan terhina, maka salah satu indikator utamanya ialah rasa gentar menghilang di dalam dada musuh menghadapi ummat Islam. Artinya, sesungguhnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam lebih menyukai ummat Islam senantiasa berwibawa sehingga disegani dan ditakuti musuh. Dewasa ini malah kita melihat bahwa para pemimpin berbagai negeri berpenduduk mayoritas muslim justru memiliki rasa segan dan rasa takut menghadapi para pemimpin kalangan kaum kuffar dunia barat. 

Alih-alih mengkritisi mereka, bersikap sama tinggi sama rendah saja sudah tidak sanggup. Sehingga yang kita lihat di panggung dunia para pemimpin negeri kaum muslimin menjadi –maaf- pelayan jika tidak bisa dikatakan anjing piaraan pemimpin kaum kuffar. Mereka menjulurkan lidah dengan setia mengikuti kemauan sang majikan kemanapun mereka pergi. Padahal Allah menggambarkan kaum muslimin sebagai manusia yang paling tinggi derajatnya di tengah manusia lainnya jika mereka sungguh-sungguh beriman kepada Allah.

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Ali Imran ayat 139)

Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam kemudian menjelaskan apa sesungguhnya yang melatarbelakangi ummat Islam di masa itu sehingga menjadi terhina dan kehilangan kemuliaannya.

Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam: “Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit Al-Wahan.” (HR Abu Dawud 3745)

Jadi, Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menyebut penyakit ummat Islam tersebut dengan istilah ”Al-Wahan”. Suatu istilah baru yang menyebabkan para sahabatpun bertanya-tanya. Sehingga Nabi shollallahu ’alaih wa sallam mendefinisikannya dengan uraian yang singkat namun sangat jelas.

Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah Al-Wahan itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Dawud 3745)

Penyakit Al-Wahan merupakan penyakit yang boleh dikatakan sangat dominan dewasa ini menjangkiti ummat manusia, termasuk ummat Islam. Karena kita sedang menjalani era paling kelam dalam sejarah Islam dimana kaum kuffar sedang mendapat giliran mengarahkan dan menguasai ummat manusia sedunia, maka konsep hidup kaum kuffar itulah yang mewarnai kehidupan manusia pada umumnya tanpa kecuali ummat Islam.

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS Ar-uum ayat 7)

Kaum kuffar tidak mengenal dan meyakini adanya kehidupan selain di dunia yang fana ini. Mereka sangat peduli dengan kemenangan, keberhasilan, kebahagiaan dan kekuasaan di dunia ini. Mereka menyangka bahwa dunia merupakan kehidupan yang final. Sehingga mereka mati-matian berjuang untuk meraih segala target keberhasilan duniawi sambil lalai alias tidak peduli dengan keberhasilan di akhirat. Mengapa demikian? Karena sesungguhnya mereka tidak pernah meyakini adanya kehidupan akhirat.

Kelima, ummat Islam yang lemah dan kehilangan giliran memimpin ummat manusia, akhirnya menjadi lemah pula dalam hal keyakinan serta sikap hidup. Mereka mulai ketularan penyakit kaum kuffar, yakni mencintai dunia. Lalu mereka mulai melupakan bahwa kehidupan akhirat itulah sesungguhnya kehidupan yang sejati. Lupa bahwa di  dunia yang ada hanyalah fatamorgana dan sementara. Baik itu dalam hal kebahagiaan maupun penderitaan. Semua hanyalah fatamorgana dan bersifat fana. Sedangkan di akhirat kelak, segenap kebahagiaan dan penderitaan bersifat sejati dan abadi. Dewasa ini, sudah mulai bermunculan saudara muslim kita yang akhirnya mengejar dunia sedemikian seriusnya, namun bermain-main dalam mengejar akhirat. Padahal Allah justru menggambarkan bahwa di dunia segala sesuatunya seharusnya tidak diambil terlalu serius, sedangkan untuk urusan akhiratlah semestinya seseorang berlaku tidak main-main.

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” (QS Al-Ankabut 64)

Sehingga mulailah sebagian muslimin menjadikan kaya-miskin sebagai tolok ukur kemuliaan. Mulailah mereka memiliki standar kebanggaan mirip orang kafir. Jika hidup tidak berpindah-pindah dari satu hotel mewah ke hotel mewah lainnya, perjalanan dari satu pesawat ke pesawat lainnya, kerja berpindah-pindah dari suatu jabatan kekuasaan formal ke jabatan lainnya, pergaulan berkenalan dari satu pejabat/selebritis ke pejabat/selebritis lainnya, maka orang tersebut belum masuk dalam lingkaran yang perlu diperhitungkan. Hanya mereka yang telah masuk dalam lingkaran pola kehidupan seperti itulah yang dinilai top dan sukses. Sehingga segala daya dan upaya dilakukan asalkan bisa secepatnya masuk ke dalam kelas masyarakat elite tersebut.

Keenam, karena kecintaan kepada dunia telah sedemikian dominan mirip kaum kuffar, maka biasanya secara otomatis hilangnya kerinduan bahkan kesiapan menghadapi alam berikutnya, yakni al-akhirah. Dan mengingat bahwa pintu memasuki akhirat ialah kematian di dunia, maka muslimin yang telah lemah mental itu kehilangan kesiapan serta keberanian menghadaoi al-maut alias kematian. Mereka menjadi takut menghadapi kematian. Padahal Nabi shollallahu ’alaih wa sallam justru menekankan kepada kita agar banyak-banyak mengingat kematian.

Bersabda Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yakni kematian.” (HR Tirmidzi 2229)

Orang yang banyak mengingat kematian mengindikasikan bahwa dirinya rindu berjumpa dengan Allah. Sebab kematian adalah saat dimana seseorang kembali ke Allah. Dan Allah akan suka berjumpa dengan orang yang memang suka berjumpa dengan Allah. Sebaliknya, Allah enggan berjumpa dengan seseorang yang memang asalnya juga tidak suka berjumpa dengan Allah.

Dari Nabi shollallahu ’alaih wa sallam beliau bersabda: “Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, maka Allah akan suka berjumpa dengannya. Dan barangsiapa yang benci perjumpaan dengan Allah, maka Allah akan benci pula berjumpa dengannya.” (HR Bukhary 6026)

Tetapi pada saat ummat Islam dalam kehinaan seperti dewasa ini malah kita jumpai semakin banyak orang, termasuk muslimin, yang melupakan kematian. Sedemikian rupa sehingga kita lihat sebagian mereka mengembangkan ambisi dan kecintaan kepada berbagai keberhasilan duniawi seolah semua itu dapat mereka nikmati selama-lamanya. Mereka mengejarnya sedemikian  rupa sehingga menjadi sangat mirip dengan kaum kuffar yang memang tidak mengimani adanya kehidupan sesudah kematian. Mereka mengejarnya seperti kaum kafir sehingga kita menjadi malu sendiri melihat kelakuan mereka.

Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia puncak cita-cita kami dan batas akhir pengetauan kami. Ya Allah, jadikanlah akhirat pusat perhatian kami selalu dan mati di jalanMu ambisi utama  kami.

Memancing Rezeki dengan Sedekah

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (mensedekahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.  (QS. Al Baqarah: 245)

"Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)." (QS. Al Anfal: 60)

"Tidak akan pernah berkurang harta yang disedekahkan kecuali ia bertambah... bertambah... bertambah...” (HR. Al Tirmidzi)

Sedekah akan mampu memancing rezeki yang lebih besar, lebih berkah, dan lebih berdaya guna. Yang diperlukan di sini adalah seberapa kuat keyakinan kita kepada janji Allah SWT. Semakin kuat keyakinan seorang hamba akan janji Allah, semakin besar pula kepercayaan yang akan Allah berikan kepada hamba tersebut. Oleh karena itu, di dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda sebagai berikut:
“Hendaklah kalian mencari rezeki dengan bersedekah.”

Jika dibaca sekilas, redaksi hadits ini sangat membingungkan. Bagaimana mungkin sedekah akan menambah rezeki? Bukankah dengan bersedekah kita mengeluarkan uang yang kita miliki dan bukan mendapatkan uang? Asalnya seratus ribu kemudian disedekahkan lima puluh ribu sehingga uang kita hilang setengahnya? Bagaimana ini?

Memang, kalau kita mengunakan logika matematika, jumlahnya pasti berkurang. Akan tetapi, sedekah tidak bisa didekati seluruhnya dengan logika matematika atau logika kaum sekuler.

Ada logika iman di sana yang menyatakan bahwa Allah akan melipatgandakan nilai sedekah seorang hamba hingga berkali lipat jumlahnya. Boleh jadi, ketika kita memberi, uang yang ada di dompet kita berkurang sejumlah nominal yang diberikan. Akan tetapi, pada saat memberi itu kita langsung mendapat balasan dari Allah berupa ketenangan jiwa, kebahagiaan, kelapangan, dan keberkahan.

Tidak lama kemudian, harta yang kita sedekahkan tersebut akan mengundang teman-temannya untuk “mendatangi” kita, bisa dalam bentuk harta yang sama, yaitu uang; bisa dalam bentuk kesembuhan dari penyakit, yang apabila dikonversikan dalam bentuk uang akan berlipat-lipat jumlahnya; bisa dalam bentuk diselamatkannya kita dari kecelakaan dan bencana; bisa dalam bentuk jodoh; anak yang dinantikan kehadirannya; pekerjaan yang cocok dengan selera dan kemampuan kita; ilmu pengetahuan yang kita dapatkan; kenalan baru yang akan membawa keberuntungan dunia akhirat; kemudahan saat sakaratul maut; dan puncaknya terselamatkannya kita dari siksa neraka di akhirat kelak.

Jadi, uang 50 ribu rupiah yang kita sedekahkan akan beranak pinak menjadi berlipat-lipat jumlahnya.
Sangat mudah bagi Allah untuk melakukan apa-apa yang tidak terpikirkan oleh manusia. Semua ini terjadi karena Allah telah mengatur urusan rezeki dari semua makhluk-Nya, sekecil apa pun. Allah tidak akan salah dalam membagikan dan mendistribusikan rezeki hingga makhluk yang terkecil, termasuk kepada manusia yang ada di pelosok dunia. Allah berfirman sebagai berikut:
“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya.” (QS Hud, 11: 6)

Ketika Allah memberikan kita rezeki, akan sangat pantas apabila kita mensyukuri nikmat yang telah Dia anugerahkan tersebut. Salah satu bentuk rasa terima kasih tersebut adalah berbagi dengan saudara-saudara kita yang sedang kesusahan dan sedang membutuhkan pertolongan. Nah, ketika kita mau bersyukur atas nikmat yang telah Allah berikan dengan cara berbagi, Dia pun akan berkenan menitipkan rezeki yang lebih banyak dan lebih berkah kepada kita.

Bukankah Allah telah berjanji untuk mengganti setiap harta yang dinafkahkan di jalan-Nya dengan sesuatu yang lebih baik? Artinya, dengan bersedekah, kita tambah dipercaya oleh Allah. Semakin banyak dan sering kita bersedekah, akan semakin bertambah pula kepercayaan Allah kepada kita. Kepercayaan mana lagi yang lebih besar selain dipercaya oleh Zat Yang Mahabesar, Yang Mahakaya, dan Yang Mahakuasa?

Sesungguhnya, rezeki itu ada pintunya. Pintu itu tidak akan terbuka kecuali dengan bersedekah. Semakin sering bersedekah, semakin sering pula pintu itu terbuka. Semakin besar bersedekah, semakin lebar pula pintu itu akan terbuka. Inilah mekanisme atau cara Allah dalam membalas kebaikan hamba-hamba-Nya.

Wallahu a'lam.

Keajaiban Sedekah

Sedekah, mendengar namanya, orang sudah kenal keutamaannya. Sedekah berasal dari As-Shidq, artinya jujur. Seorang muslim yang bersedekah berarti dia membuktikan kejujurannya dalam beragama. Betapa tidak, harta yang merupakan bagian yang dia cintai dalam hidupnya, harus dia berikan ke pihak lain. Karena itulah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut sedekah sebagai ‘burhan’ (bukti). Dalam hadis dari Abu Malik Al-Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Shalat adalah cahaya, sedekah merupakan bukti.” (HR. Muslim 223).

Sedekah disebut ‘burhan’ karena sedekah merupakan bukti kejujuran iman seseorang. Artinya, sedekah dan pemurah identik dengan sifat seorang mukmin, sebaliknya, kikir dan bakhil terhadap apa yang dimiliki identik dengan sifat orang munafik. Untuk itulah, setelah Allah menceritakan sifat orang munafik, Allah sambung dengan perintah agar orang yang beriman memperbanyak sedekah. Di surat Al-Munafiqun, Allah berfirman,
“Infakkanlah sebagian dari apa yang Aku berikan kepada kalian, sebelum kematian mendatangi kalian, kemudian dia meng-iba: “Ya Rab, andai Engkau menunda ajalku sedikit saja, agar aku bisa bersedekah dan aku menjadi orang shaleh.” (QS. Al-Munafiqun: 10).

Untuk itulah, seorang hamba hanya akan mendapatkan hakekat kebaikan dengan bersedekah, memberikan apa yang dia cintai. Allah berfirman,
“Kalian tidak akan mendapatkan kebaikan, sampai kalian infakkan apa yang kalian cintai.” (QS. Ali Imran: 92)

Hadis berbicara tentang keajaiban Sedekah
a. Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah dengan rahasia bisa memadamkan murka Allah” (Shahih At-Targhib, 888)

b.  Dari Ka’b bin Ujrah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah bisa memadamkan dosa, sebagaimana air bisa memadamkan api.(Shahih At-Targhib, 866)

c. Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya sedekah akan memadamkan panas kubur bagi pelakunya. Sungguh pada hari kiamat, seorang mukmin akan berlindung di bawah naungan sedekahnya.” (Silsilah As-Shahihah, 3484).
Yazid – salah seorang perawi yang membawakan hadis ini – menceritakan: ‘Dulu si Martsad, setiap kali melakukan satu dosa di hari itu maka dia akan bersedekah dengan apa yang dia miliki, meskipun hanya dengan secuil kue atau bawang.’ (As-Silsilah As-Shahihah, 872).

d. Dari Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Obati orang sakit di antara kalian dengan sedekah.” (Shahih At-Targhib, 744).
Ibnu Syaqiq menceritakan, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Ibnul Mubarak – guru Imam Bukhari -: ‘Saya memiliki luka di lutut selama tujuh tahun, sudah coba diobati dengan berbagai macam cara, sudah konsultasi dokter dan tidak ada perubahan.’ Ibnul Mubarak menyarankan, ‘Buatlah sumur di daerah yang membutuhkan air. Saya berharap akan menghasilkan sumber air dan menyumbat darah yang keluar.’ Diapun melakukannya dan sembuh. (Shahih At-Targhib)

e. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap datang waktu pagi, ada dua malaikat yang turun dan keduanya berdoa. Malaikat pertama memohon kepada Allah, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang memberi nafkah’, sementara malaikat satunya berdoa, ‘Ya Allah, berikan kehancuran bagi orang yang pelit.’ (HR. Bukhari & Muslim).

f. Dari Al-Harits Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bercerita tentang wasiat Nabi Yahya kepada bani israil. Salah satu isi wasiat itu, Nabi Yahya mengatakan,
Aku perintahkan kalian untuk banyak sedekah. Perumpamaan sedekah seperti orang orang yang ditawan oleh musuhnya dan tangannya diikat di lehernya. Ketika mereka hendak dipenggal kepalanya, dia bertanya: ‘Bolehkah aku tebus diriku sehingga tidak kalian bunuh.’ Kemudian dia memberikan yang dimiliki, sedikit atau banya, sampai dia berhasil menebus dirinya. (Shahih At-Targhib, 877).

Betapa luar biasanya pengaruh sedekah. Setiap dosa dan kesalahan yang dilakukan manusia merupakan ancaman baginya. Tumpukan dosa itu cepat atau lambat akan membinasakannya. Namun dia bisa selamat dari ancaman ini dengan memperbanyak sedekah, sampai dia bisa bebas dari neraka.

g. Sedekah sama sekali tidak mengurangi harta.
Itulah jaminan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,
“Sedekah tidak akan mengurangi harta.” (HR. Muslim)

h. Dari Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,
“Diceritakan kepadaku bahwa semua amal akan saling dibanggakan. Kemudia amal sedekah mengatakan: ‘Saya yang paling utama diantara kalian.'” (Shahih At-Targhib)

Hadis di atas hanya sebagian riwayat yang menunjukkan keajaiban Sedekah. Masih banyak riwayat lain yang menyebutkan keajaiban Sedekah. Mengingat demikian besar keutamaan ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengizinkan umatnya untuk mengharapkan kenikmatan yang Allah berikan kepada dua jenis manusia, salah satunya adalah orang yang Allah beri harta, dan dia rajin bersedekah siang dan malam. (HR. Bukhari & Muslim).

Sedekah yang Paling Utama
Sedekah dengan banyak keutamaan di atas, tentu saja nilainya bertingkat-tingkat sesuai keadaan ketika bersedekah. Berikut beberapa keadaan yang menyebabkan sedekah kita nilainya lebih utama dari pada sedekah normal.

Pertama, sedekah secara rahasia.
Merahasiakan sedekah akan lebih mendekati ikhlas. Karena itulah nilainya lebih besar dibanding sedekah yang diketahui orang lain. Allah berfirman,
“Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 271).

Kedua, sedekah ketika masih sehat, kuat, dan punya harapan hidup lebih lama.
Dari Abu hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Sedekah seperti apakah yang paling besar pahalanya?’ beliau menjawab:
“Engkau bersedekah ketika kamu masih sehat, rakus dengan dunia, takut miskin, dan bercita-cita jadi orang kaya. Jangan tunda sedekah sampai ruh berada di tenggorokan, kemudian kamu mengatakan: ‘Untuk si A sekian, si B sekian, padahal sudah menjadi milik orang lain (melalui warisan).’ (HR. Bukhari & Muslim)
Pada saat sehat, muda, umumnya manusia masih sangat butuh harta, dan cinta harta dan kekayaan. Bersedekah pada kondisi tersebut akan membutuhkan perjuangan yang lebih besar untuk melawan nafsunya, dibandingkan sedekah yang dilakukan oleh orang yang tidak lagi punya harapan banyak dengan kehidupan dunia karena sudah tua.

Ketiga, sedekah yang diberikan setelah menunaikan kewajiban nafkah keluarga.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sebaik-baik sedekah adalah harta sisa selain jatah nafkah keluarga. Mulailah dari orang yang wajib kamu nafkahi.” (HR. Bukhari & Muslim)
Sedekah ini bernilai lebih baik, karena dilakukan tanpa menelantarkan kewajibannya. Mengingat kaidah baku dalam syariat, amal wajib lebih didahulukan dari pada amal sunah.

Keempat, sedekah pada saat krisis.
Orang yang memiliki sedikit, namun dia berani bersedekah, menunjukkan keseriusan dia dalam beramal, disamping sikap istiqamah yang dia lakukan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham bisa mengalahkan seratus ribu dirham.” Para sahabat bertanya, ‘Bagaimana bia demikian’
“Ada orang yang memiliki 2 dirham, kemudian dia sedekahkan satu dirham. Sementara itu ada orang yang memiliki banyak harta, kemudian dia mengambil seratus ribu dirham untuk sedekah.” (HR. Nasai dan dinilai hasan oleh Al-Albani).

Kelima, nafkah untuk keluarga.
Barangkali banyak kepala keluarga yang belum terbayang, ternyata nafkah yang kita berikan kepada kelurga sejatinya bisa bernilai pahala. Dengan syarat, dilakukan dalam rangka mengharap pahala Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seseorang yang memberikan nafkah kepada keluarganya dengan mengharap pahala dr Allah maka itu bernilai sedekah.” (HR. Bukhari & Muslim)
Bahkan nafkah keluarga yang diniatkan utk beribadah kepada Allah, nilainya lebih besar dibandingkan yang disumbangkan untuk orang miskin. Karena nafkah keluarga hukumnya wajib. Nabi bersabda,
"Ada 4 dinar: satu dinar kau berikan ke orang miskin, satu dinar kau sumbangkan untuk pembebasan budak, satu dinar untuk jihad fi sabililllah, dan satu dinar yang kau jadikan nafkah untuk keluarga, yang paling utama adalah satu dinar yang kau nafkahkan untuk keluarga. (HR. Muslim)

Keenam, sedekah kepada kerabat.
Sedekah ini lebih utama karena nilainya ganda: sedekah sekaligus mempererat silatur rahim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sedekah kepada orang miskin nilainya hanya sedekah. Sedekah kepada kerabat nilainya dua: sedekah dan menyambung silaturrahim.” (HR. Ahmad, Nasai, Turmudzi dan Ibnu Majah).

Semoga bermanfaat
Allahu a’lam

Mengapa Harga Minyak Dunia Cenderung Turun?

Mengapa Harga Minyak Dunia Cenderung Turun?

SHALE GAS

Seperti dilansir dari oilpricenet, para ahli memprediksi keberadaan gas alam cair (LNG) akan memberikan porsi sebesar 50% pada perdagangan gas internasional di 2025.

Namun, dengan penemuan shale gas di Amerika, Inggris dan China, perkiraan tersebut telah berubah karena dihasilkan triliunan kaki kubik gas dari sumber-sumber bawah tanah di daerah tersebut. Di Amerika Utara saja dapat dihasilkan shale gas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar daerah tersebut setidaknya untuk 40 tahun berikutnya. Eropa juga diperkirakan memiliki jumlah sumber daya shale gas yang besar untuk digunakan di wilayah tersebut.

Di lain sisi membuat negara-negara pengekspor minyak dan batubara ketar-ketir melihat perkembangan Shale Gas karena mengancam pasar dari Minyak Bumi dan Batubara.

Munculnya shale gas juga telah menyebabkan jatuhnya harga komoditas energi lain, terutama batubara. Harga batubara telah turun sangat drastis dari rekor tertinggi US$ 192 per metrik ton pada Juni 2008 menjadi US$ 96 per metrik ton pada September 2012.

EFEK TERHADAP HARGA MINYAK DUNIA

Laporan OPEC menyebutkan bahwa permintaan minyak mentah dunia pada 2015 diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 250 bph (barrel perhour) dari permintaan tahun sebelumnya atau sebesar 29,61 juta bph. Turunnya permintaan minyak mentah ini juga akan diikuti dengan penurunan harga minyak mentah dunia. Penggunaan dan pengembangan energi terbarukan juga akan terancam karena murahnya harga-harga sumber energi yang berasal dari minyak mentah, batubara dan gas alam.

Sementara itu pihak OPEC sebenarnya dengan mudah bisa saja menaikkan harga minyak dunia, mereka tinggal menutup keran produksi saja. Namun karena ingin menekan Amerika, maka OPEC tidak menurukan produksi minyak walaupun di harga rendah.

Kondisi saat ini menimbulkan dilema tersendiri bagi posisi harga minyak dunia yang kecenderungannya terus turun. Jika harga minyak rendah, keuntungan Arab dan negara penghasil minyak lainnya (OPEC) akan terpangkas, bahkan Venezuela bisa tumbang perekenomiannya.

Biaya produksi minyak perbarrel di negara2 Arab sebesar 30 US dollar sementara untuk shale gas di AS perbarrel ekuivalen sebesar 45 US dollar. Inilah salah satu cara Arab untuk mengalahkan dominasi shale gas milik AS. Ketika minyak berada di kisaran 40 US dollar, Arab masih mendapat keuntungan 10 US dollar, sementara shale gas merugi.

ISLAM DIBAWA KE INDONESIA

ISLAM DIBAWA KE INDONESIA MELALUI UTUSAN BUKAN PEDAGANG!

------

Islam dibawa ke Indonesia melalui pedagang? Apa benar? Atau itu cara para orientalis yang notebene ingin menghancurkan Islam untuk menutupi sejarah bahwa Indonesia adalah bagian dari Khilafah?

Teori Gujarat

Islam masuk ke Nusantara dibawa para pedagang dari Gujarat, India, di abad ke 14 Masehi. Demikian menurut buku-buku sejarah yang sampai sekarang masih menjadi buku pegangan bagi para pelajar kita, dari tingkat sekolah dasar hingga lanjutan atas, bahkan di beberapa perguruan tinggi.

Namun, tahukah Anda bahwa Teori Gujarat ini berasal dari seorang orientalis asal Belanda yang seluruh hidupnya didedikasikan untuk menghancurkan Islam? Orientalis ini bernama Snouck Hurgronje, yang demi mencapai tujuannya, ia mempelajari bahasa Arab dengan sangat giat, mengaku sebagai seorang Muslim, dan bahkan mengawini seorang Muslimah, anak seorang tokoh di zamannya.

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.

Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.

Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.

------------

Teori Mekah

Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.

Dalam literatur kuno asal Tiongkok tersebut, orang-orang Arab disebut sebagai orang-orang Ta Shih, sedang Amirul Mukminin disebut sebagai Tan mi mo ni’. Disebutkan bahwa duta Tan mi mo ni’, utusan Khalifah, telah hadir di Nusantara pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah dan menceritakan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dengan telah tiga kali berganti kepemimpinan.

Dengan demikian, duta Muslim itu datang ke Nusantara di perkampungan Islam di pesisir pantai Sumatera pada saat kepemimpinan Khalifah Utsman bin Affan Rodhiyallohu ‘anhu (644-656 M). Hanya berselang duapuluh tahun setelah Rasulullah SAW wafat (632 M).

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.

Selaras dengan zamannya, saat itu umat Islam belum memiliki mushaf Al-Qur’an, karena mushaf Al-Qur’an baru selesai dibukukan pada zaman Khalif Utsman bin Affan pada tahun 30 H atau 651 M. Naskah Qur’an pertama kali hanya dibuat tujuh buah yang kemudian oleh Khalif Utsman dikirim ke pusat-pusat kekuasaan kaum Muslimin yang dipandang penting yakni (1) Makkah, (2) Damaskus, (3) San’a di Yaman, (4) Bahrain, (5) Basrah, (6) Kuffah, dan (7) yang terakhir dipegang sendiri oleh Khalif Utsman. Naskah Qur’an yang tujuh itu dibubuhi cap kekhalifahan dan menjadi dasar bagi semua pihak yang berkeinginan menulis ulang. Naskah-naskah tua dari zaman Khalifah Utsman bin Affan itu masih bisa dijumpai dan tersimpan pada berbagai museum dunia. Sebuah di antaranya tersimpan pada Museum di Tashkent, Asia Tengah.

KESIMPULAN

Jelas, Islam di Nusantara termasuk generasi Islam pertama. Inilah yang oleh banyak sejarawan dikenal sebagai Teori Makkah.

Jadi Islam di Nusantara ini sebenarnya bukan berasal dari para pedagang India (Gujarat) atau yang dikenal sebagai Teori Gujarat yang berasal dari Snouck Hurgronje, karena para pedagang yang datang dari India, mereka ini sebenarnya berasal dari Jazirah Arab, lalu dalam perjalanan melayari lautan menuju Sumatera (Kutaraja atau Banda Aceh sekarang ini) mereka singgah dulu di India yang daratannya merupakan sebuah tanjung besar (Tanjung Comorin) yang menjorok ke tengah Samudera Hindia dan nyaris tepat berada di tengah antara Jazirah Arab dengan Sumatera.

Anda mau ikut teori yang mana? Dari Hamka atau Orientalis?

Referensi:
Prof. Dr. HAMKA; Dari Perbendaharaan Lama; Pustaka Panjimas; cetakan III; Jakarta; 1996; Halaman 4-5.

Ciri Ilmu Yang Bermanfaat


SEBUAH hadits mengatakan bahwa ada tiga amalan yang ketika telah meninggal pahalanya terus mengalir kea lam kubur kita. Yang pertama shadaqah jariyah, yang kedua ilmu yang bermanfaat, dan ketiga doa anak yang soleh.

Terkait yang kedua, kita perlu tahu seperti apa ciri-ciri ilmu yang bermanfaat. Ilmu yang bermanfaat akan terus mengalir pahalanya, ketika orang-orang mengamalkan ilmu yang dberikan oleh kita. Adapula ciri-ciri ilmu yang bermanfaat ketika kita masih hidup di dunia.

Imam Al-Ghazali menyebutkan 7 ciri ilmu yang bermanfaat di dalam kitabnya Bidayah al-Hidayah:

1). Barang yang menambah takutmu akan Allah S.W.T

2). Dan menambah pula di dalam penglihatan hatimu pada kecelaan dirimu,

3). Dan menambah pula dalam pengenalanmu akan ibadah kepada Tuhanmu yang Maha Mulia dan Yang Maha Tinggi,

4). Dan mengurangkan akan gemarmu kepada dunia,

5). Dan menambah gemarmu kepada akhirat,

6). Dan membukakan ia akan mata hatimu dengan yang membinasakan akan amalmu hingga engkau memelihara diri daripadanya,

7). Dan melihatkan dia akan dikau atas tipu daya syaitan dan perdayanya.

Selain itu di dalam kitab Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hanbali yang berjudul Bayan Fadhli ‘Ilmissalaf ‘ala ‘Ilmilkhalaf. Ciri-ciri ilmu yang bermanfaat di dalam diri seseorang:

1). Menghasilkan rasa takut dan cinta kepada Allah.

2). Menjadikan hati tunduk atau khusyuk kepada Allah dan merasa hina di hadapan-Nya dan selalu bersikap tawaduk.

3). Membuat jiwa selalu merasa cukup (qanaah) dengan hal-hal yang halal walaupun sedikit yang itu merupakan bagian dari dunia.

4). Menumbuhkan rasa zuhud terhadap dunia.

5). Senantiasa didengar doanya.

6). Ilmu itu senantiasa berada di hatinya.

7). Menganggap bahwa dirinya tidak memiliki sesuatu dan kedudukan.

8). Menjadikannya benci akan tazkiah dan pujian.

9). Selalu mengharapkan akhirat.

10). Menunjukkan kepadanya agar lari dan menjauhi dunia. Yang paling menggiurkan dari dunia adalah kepemimpinan, kemasyhuran dan pujian.

11). Tidak mengatakan bahwa dia itu memiliki ilmu dan tidak mengatakan bahwa orang lain itu bodoh, kecuali terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah dan ahlussunnah. Sesungguhnya dia mengatakan hal itu karena hak-hak Allah, bukan untuk kepentingan pribadinya.

12). Berbaik sangka terhadap ulama-ulama salaf (terdahulu) dan berburuk sangka pada dirinya.

13). Mengakui keutamaan-keutamaan orang-orang yang terdahulu di dalam ilmu dan merasa tidak boleh menyaingi martabat mereka.

14). Sedikit berbicara karena takut jika terjadi kesalahan dan tidak berbicara kecuali dengan ilmu. Sesungguhnhya, sedikitnya perkataan-perkataan yang dinukil dari orang-orang yang terdahulu bukanlah karena mereka tidak mampu untuk berbicara,tetapi karena mereka memiliki sifat wara’ dan takut pada Allah Taala.

Apakah ilmu yang bermanfaat itu telah tercermin dalam diri kita? [ds/islampos/ibadurrahman99]

Solusi Bagi BPJS Dalam Menyikapi Fatwa Haram MUI

Hafiez Sofyani SE MSc
Dosen Akuntansi dan Sektor Publik Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Beberapa hari ini, masyarakat dihebohkan oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang memfatwakan bahwa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau yang biasa disebut BPJS “Haram”. BPJS sendiri sesungguhnya merupakan salah satu program yang dicanangkan pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilandasi pada teori Negara Kesejahteraan (Welfare Nation).

Konsep BPJS sebenarnya memiliki kesamaan gaya dengan konsep jaminan sosial yang dijalankan oleh Inggris, Malaysia, Singapura, dan Australia yang disebut dengan Medicare. Namun, dalam perjalanannya BPJS mendapat banyak kritik, karena berbagai alasam. Di antaranya pelayanan yang lamban, prosedur yang berbelit-belit, dan pelayanan hanya dilakukan oleh instansi tertentu yang ditunjuk.

Beberapa hari yang lalu BPJS kembali mendapat kritik, yakni terkait “kehalalan” mekanisme layanan yang mereka jalankan.
Apa dasar MUI menfatwakan bahwa mekanisme layanan dari BPJS haram? Keharaman BPJS, menurut MUI terkait pada lima aspek, yaitu
1) Permasalahan akad;
2) Adanya unsur riba;
3) Adanya denda yang tidak syar’i;
4) Adanya penghapusan data anggota BPJS secara sepihak,
5) Adanya maisir dan gharar (spekulasi dan ketidakjelasan) terkait mekanisme BPJS dalam berjalan.

Dari lima hal tersebut, tulisan ini akan berfokus pada masalah riba yang terkandung dalam mekanisme BPJS.

Jika ditelaah secara rinci, layanan BPJS diawali dengan masyarakat mendaftar dan menyetorkan sejumlah uang setiap bulannya ke bank yang ditunjuk pemerintah untuk mengelola BPJS. Uang tersebut digunakan oleh bank untuk disalurkan dalam bentuk kredit kepada nasabahnya dengan bunga sebagai kompensasi yang harus dibayarkan kepada bank.

Uang dan bunga tersebut, kemudian digunakan oleh bank untuk membayarkan jaminan kesehatan masyarakat yang menggunakan jasa BPJS. Nah, di sinilah masalah kemudian muncul. Ketika bank yang ditunjuk bukan bank syariah, maka otomatis uang yang dikelola dan akan digunakan untuk membiayai jaminan kesehatan oleh BPJS tadi bercampur dengan bunga yang menurut fatwa MUI lainnya merupakan riba yang hukumnya haram.

Masalah tersebut muncul tidak lain karena pengguna jasa BPJS adalah masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas beragama Islam. Sebenarnya kondisi serupa juga berlaku pada pengelolaan dana talangan haji jika bank yang ditunjuk bukan bank syariah.

Jadi, tidak menutup kemungkinan bahwa uang yang digunakan untuk memberangkatkan jamaah haji juga mengandung unsur bunga (riba).

Jika membandingkan dengan era 90-an yang notabene bank syariah belum banyak, dan bahkan bank syariah yang ada masih memiliki keerbatasan produk, maka era 90-an dapat dikatakan masa darurat (dharurah), sehingga penggunaan layanan dari produk yang mengandung unsur haram “terpaksa” dilakukan oleh umat muslim.

Hal ini dapat dikiaskan sepeti seorang muslim yang tersesat di hutan dan tidak menemukan buruan lain yang dapat dimakan, maka sebagian ulama berpendapat bahwa ia boleh memakan hewan yang tadinya dinyatakan hukumnya haram seperti ular, buaya, dan katak.

Lalu apa solusi yang dapat ditempuh pemerintah agar kiranya BPJS terbebas dari bunga yang difatwakan sebagai riba.

Pertama, solusi yang paling sederhana adalah mengalihkan pengelolaan dana BPJS ke bank syariah, jika memang keharaman tadi terkait adanya unsur ribawi di dalam pengelolaan dana layanan BPJS.

Kedua, BPJS dapat menggunakan konsep asuransi syariah sendiri, misalnya konsep asuransi syariah yang diusung oleh ulama Mesir Husain Husain As-Syahatah, dalam mengelola jaminan sosial kepada masyarakat.

Konsep asuransi syariah Husain As-Syahatah mirip dengan konsep koperasi yang diusung oleh Muhammad Hatta, dimana para masyarakat yang ingin mengajukan asuransi melakukan pendaftaran anggota dan menyetorkan dana iuran (tidak diatur jumlahnya) setiap bulannya dengan niat “investasi”. Dana yang terkumpul akan dikelola oleh institusi asuransi syariah tadi, boleh dengan cara dikelola sendiri maupun diminta kelolakan dengan konsep syariah seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, atau konsep syar’i lainnya.

Hasil pengelolaan dana dapat digunakan untuk mengelola institusi asuransi syariah dan menjaga institusi untuk terus berkembang agar keberlanjutan institusi asuransi syariah tadi dapat terus berjalan.

Selanjutnya, ketika salah seorang anggota mengalami ujian berupa sakit, kecelakaan, dan ujian lainnya, dana tadi akan digunakan untuk membantu membiayai anggota yang tengah diuji. Para anggota yang lain dianjurkan untuk mengikhlaskan uang yang mereka iurankan setiap bulan tadi dipakai untuk membiayai anggota yang lain yang tengah mendapat ujian tadi dengan niat “sedekah”.

Di akhir tahun nanti, sisa keuntungan pengelolaan dana dapat dibagikan kepada para anggota asuransi syariah, karena di awal pembayaran iuran tadi niat anggota adalah untuk investasi.
Kedua mekanisme ini selanjutnya dapat dipertimbangkan untuk digunakan sebagai alternatif agar pengelolaan dana BPJS tidak termasuki oleh hal-hal yang diharamkan oleh syariat islam, mengingat pengguna produk BPJS mayoritas adalah penduduk muslim.

Namun, lebih bijaksana jika evaluasi mekanisme pelayanan BPJS tidak hanya dilakukan pada aspek menemukan kekeliruan syariah saja, tetapi juga secara menyeluruh. Misalnya, terkait pelayanan yang lebih baik, cepat, tidak terhambat oleh birokrasi yang bertele-tele, tidak membedakan si kaya dan miskin, dan mengedepankan program preventif ketimbang penyembuhan.

Akhirnya, harapan pemerintah dan masyarakat sekalian untuk menjadi negara dengan masyarakat yang sehat dan sejahtera serta islami semoga dapat terwujud di masa mendatang. Aamiin ya Rabbal ‘Alamiin. Wallahu a'lam. (*)

Banjarmasinpost.com

5 Amalan Pelebur Dosa di Bulan Ramadhan


Shalat lima waktu, bertemu dengan hari Jumat dan bertemu dengan Ramadhan
“Antara shalat yang lima waktu, antara jum’at yang satu dan jum’at berikutnya, antara Ramadhan yang satu dan Ramadhan berikutnya, di antara amalan-amalan tersebut akan diampuni dosa-dosa selama seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233)

Amalan puasa Ramadhan
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)

Qiyam Ramadhan (shalat Tarawih)
“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

Menghidupkan shalat malam pada Lailatul Qadar
“Barangsiapa melaksanakan shalat pada lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

Zakat fitrah
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari kata-kata yang sia-sia dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan pada orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, hasan)

10 Keutamaan Shalat Subuh Berjamaah

Salah satu ibadah wajib yang terasa berat dilaksanakan bagi sebagian besar kaum Muslim, khususnya laki-laki dewasa adalah shalat Subuh secara berjamaah.

Padahal shalat Subuh berjamaah memiliki banyak keutamaan yang luar biasa, berikut ini 10 keutamaan Shalat Subuh berjamaah:

1. Orang yg shalat subuh berjamaah mendapatkan berkah dari Allah Ta’ala.

Sebab, aktivitas yang dilaksanakan pada waktu pagi, terlebih aktivitas wajib dan dilaksanakan berjamaah seperti halnya shalat Subuh, telah didoakan Rasulullah agar mendapatkan berkah. Sbgmn hadits yg diriwayatkan  Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibn Majah.

Beliau berdoa :‎ "Ya Allah, berikanlah keberkahan pada umatku di waktu pagi."

 2. Mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.
Kondisi pada waktu subuh umumnya masih gelap, Namun, dengan kondisi seperti itulah justru terdapat ganjaran yang besar dari Allah Ta’ala bagi manusia-manusia yang pergi menuju masjid utk melaksanakan shalat subuh berjamaah, dalam hadits disebutkan: 

"Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang berjalan pada saat gelap menuju masjid, mereka mendapat cahaya yang sempurna pada hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

3. Mendapatkan ganjaran shalat malam sepenuh waktunya. 
Sementara manusia disibukkan dgn kerja di siang hari ternyata pahala melakukan shalat malam sepenuh waktu malam bisa kita dapatkan dengan melakukan shalat Subuh secara berjamaah, dalam hadits Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

“Barang siapa yang melakukan shalat Isya berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat setengah malam. Barang siapa yang melakukan shalat Subuh berjamaah, maka dia sama seperti manusia yang melakukan shalat malam sepanjang waktu malam itu.” (HR. Muslim, dari Utsman bin Affan Radhiallahu ‘anhu)

4. Berada dalam jaminan Allah Ta’ala.
Artinya, orang yang melaksanakan shalat Subuh berjamaah, maka dia berada dalam jaminan dan perlindungan Allah Azzawajalla, dengan begitu, siapa yang berada dalam perlindungan Allah, orang itu tidak boleh disakiti, orang yang berani mencelakakannya terancam dengan azab yang pedih, sebab dia telah melanggar perlindungan yang Allah berikan kepada orang tersebut, dalam haditsnya, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: 

“Barang siapa yang melaksanakan shalat Subuh berjamaah maka dia berada dalam jaminan Allah. Maka jangan sampai Allah menuntut kalian sesuatu apa pun pada jaminan-Nya. Karena barangsiapa yang Dia tuntut pada jaminan-Nya, pasti Dia akan mendapatkannya. Kemudian dia akan ditelungkupkan wajahnya di dalam Neraka.” (HR. Muslim)

5. Dibebaskan dari sifat orang munafik.
Shalat Subuh secara berjamaah adalah salah satu upaya yang bisa kita tempuh agar bisa terhindar dari terjangkit penyakit kemunafikan itu, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

“Tidak ada Shalat yang lebih berat (dilaksanakan) bagi orang munafik daripada shalat Subuh dan Isya. Seandainya mereka tahu (keutamaan) yang terdapat di dalamnya, niscaya mereka akan melakukannya kendati dengan merangkak. Sungguh aku telah memerintahkan kepada muazin untuk iqamat (Shalat) kemudian aku mengambil bara api dan membakar (rumah) orang yang belum mau keluar melaksanakan Shalat (di masjid).” (HR. Bukhari-Muslim, dari Abu Hurairah)

6. Jamaah shalat Subuh dipersaksikan oleh malaikat. Dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: 

“­Malaikat bergantian melihat kalian pada siang dan malam. Para malaikat itu bertemu di shalat Subuh dan shalat Ashar. Kemudian yang bermalam dengan kalian naik (ke langit) dan ditanya oleh Rabb mereka, dan Dia lebih tahu keadaan hamba-hambanya, Bagaimana kondisi hamba-hambaku ketika kalian tinggalkan?’ Para malaikat menjawab, ‘Kami meninggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan kami mendatangi mereka dalam keadaan shalat.” (HR. Bukhari-Muslim)

7. Berpeluang mendapatkan pahala haji atau umrah bila berzikir hingga terbitnya matahari. 
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“Barang siapa yang shalat Subuh berjamaah kemudian dia duduk berzikir kepada Allah hingga matahari terbit, lantas shalat syuruk dua rakaat, maka baginya seperti pahala haji dan umrah, yang sempurna.” (HR. Tirmidzi)

8. Mendapatkan Kebaikan melebihi dunia dan seisinya bagi yang melaksanakan shalat sunah qobla Subuh.

“Dua rakaat (shalat sunah) sblm Subuh lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR. Muslim dari Ummul Mukminin Aisyah Radhiallahu ‘anha) 

9. Keselamatan dari siksa Neraka. Keselamatan dari siksa Neraka berarti berita gembira tentang Surga. Ganjaran ini tentunya berlaku bagi yang melaksanakan shalat Subuh secara sempurna (berjamaah).

Dari Umarah Radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Tidak akan masuk Neraka seorang yang shalat sebelum terbitnya matahari (Subuh) dan terbenamnya matahari (Ashar).” (HR. Muslim)

10. Kemenangan dengan melihat Allah Ta’ala pada hari Kiamat nanti. Tentunya hal ini merupakan ganjaran terbesar yang dikaruniakan Allah kepada hamba-Nya.

Dari Jarir Bin Abdullah al-Bajali Radhiallahu ‘anhu berkata, “Kami pernah duduk bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, kemudian beliau melihat ke bulan di malam purnama itu, Rasulullah bersabda, ‘Ketahuilah bahwa sesungguhnya kalian akan melihat kepada Rabb kalian sebagaimana kalian melihat kepada bulan ini. Kalian tidak terhalangi melihatnya. Bila kalian mampu untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbitnya matahari dan sebelum terbenamnya, maka lakukanlah!” (HR. Bukhari-Muslim)

Semoga kita istiqomah untuk senantiasa bisa menjaga shalat Subuh secara berjamaah.

Persiapan Menghadapi Ramadhan

Persiapan Menghadapi Ramadhan

Segala sesuatu yang kita hadapi akan lebih baik hasilnya jika kita memiliki persiapan sebelumnya. Tak terkecuali dengan Ramadhan. Dalam menyambut Ramadhan ada lima persiapan yang harus dilakukan:

Pertama, persiapan ilmu.

Agar aktifitas di bulan Ramadhan bisa optimal, kita harus memiliki wawasan dan pemahaman yang benar dan cukup tentang Ramadhan dan hal-hal yang terkait dengannya. Caranya dengan membaca berbagai bahan rujukan dan menghadiri majelis-majelis ilmu yang membahas tentang Ramadhan. Kegiatan ini berguna untuk mengarahkan kita agar beribadah sesuai tuntunan Rasulullah SAW, sebelum, selama dan pasca Ramadhan.

Kedua, persiapan semangat.

Semangat Ramadhan harus kita miliki jauh-jauh hari sebelum ia tiba. Salafus-shaleh biasa membaca doa ini: "Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan pertemukan kami dengan Ramadhan." Selain doa, semangat dapat kita tingkatkan dengan memperbanyak ibadah-ibadah sunnah.

Ketiga, persiapan fisik.

Aktifitas di bulan Ramadhan memerlukan fisik yang lebih prima dari bulan lainnya. Sebab, jika fisik kita lemah, kemulian yang dilimpahkan Allah pada bulan tersebut tidak dapat kita raih secara maksimal. Kita harus membiasakan hidup sehat dengan mengatur pola makan, istirahat dan beraktifitas secara seimbang, serta cukup berolah raga, agar tubuh kita prima saat Ramadhan tiba. Kita juga harus melatih fisik untuk melakukan puasa sunnah, banyak berinteraksi dengan al-Qur'an, biasa bangun dan shalat malam, dan aktivitas lainnya. Agar kita memiliki ketahanan yang baik saat secara maksimal melakukannya di bulan Ramadhan.

Keempat, persiapan harta.

Sebaiknya, sebelum Ramadhan tiba kita sudah memiliki perbekalan harta yang cukup. Sehingga saat Ramadhan, waktu kita bisa lebih difokuskan untuk beribadah. Lebih dari itu, persiapan harta adalah untuk melipatgandakan sedekah atau infaq kita di bulan Ramadhan. Apalagi pahalanya dilipatgandakan oleh Allah dan Rasulullah telah mencontohkan kedermawanan yang sangat tinggi di bulan ini. 

Kelima, persiapan target peningkatan diri.

Juga penting untuk kita persiapkan adalah target-target yang ingin kita capai di bulan Ramadhan nanti. Agar terjadi peningkatan dalam diri kita sesuai dengan yang kita inginkan. Misalnya target mengkhatamkan Al-Quran atau menghafalnya, target penguasaan bahasa Arab atau melancarkannya, target menamatkan kitab-kitab tafsir, hadits dan lainnya, target jumlah infaq, membantu orang yang kesusahan, dan yang semisalnya. Baik dari sisi kwalitas maupun kwantitasnya. Pembuatan target capaian bulan Ramadhan akan memacu kita untuk beramal lebih baik lagi dari sebelumnya.

Mari kita jadikan Ramadhan tahun ini lebih baik dan bermakna dari yang telah kita lalui sebelumnya.

Periodisasi Dunia Islam



Rasulullah bersabda: "Kalian akan mengalami masa kenabian sampai Allah menghendaki kemudian Allah angkat (masa kenabian tersebut). Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja yang menggigit kemudian Allah mengangkatnya jika Allah menghendakinya. Seterusnya masa raja diktator sampai Allah menghendakinya, kemudian Allah mengangkatnya. Seterusnya masa khilafah dengan manhaj kenabian, kemudian diam." (HR Ahmad)

Nubuwah (ramalan) Rasulullah ini sebagiannya sudah terjadi dan sebagian kecil-insya Allah- akan terjadi. Dalam hadits tersebut ada 5 periode perjalanan sejarah umat manusia lebih khusus lagi umat Islam atau umat yang beriman kepada Allah, yaitu:

1. Manusia dipimpin oleh para nabi dan para rasul (masa kenabian)
Manusia pada saat itu dipimpin oleh para nabi dan para rasul, mulai dari nabi Adam sampai nabi Muhammad. Pada masa ini para nabi dan para rasul yang diutus Allah kepada manusia sekaligus berfungsi sebagai pemimpin mereka.

2. Manusia dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin (masa khilafah sesuai dengan pedoman Rasulullah SAW) 
Kepemimpinan manusia dan umat Islam berpindah pada Khulafaur Rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk), yaitu Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan Ali bin Abi Thalib.

3. Manusia dipimpin oleh raja-raja yang menggigit (masa malik ‘adhon) Pada masa ini sistem hukum yang dipakai masih bersandar pada Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi sistem pergantian kepemimpinan berubah dari sistem syura’ menjadi sistem kerajaan yang diangkat secara turun temurun.
Mulai dari dinasti Bani Umayyah, kemudian berpindah ke Bani Abbasiyah dan yang terakhir kekuasaan Turki Utsmani yang runtuh pada tahun 1924 M. Sehingga masa ini adalah masa yang cukup lama yaitu dari abad ke 6 sampai awal abad ke 20.

4. Manusia dipimpin oleh raja-raja atau penguasa yang diktator dan tidak berpedoman pada ajaran Islam.
Inilah masa kejatuhan umat Islam dari semua sisi kehidupan, termasuk sisi politik, karena umat Islam pada masa ini tertindas oleh penjajahan barat atau timur yang tidak beriman pada Allah dan menerapkan sistem sekuler yang jauh dari ajaran Islam.

5. Manusia dipimpin kembali oleh sistem khilafah sesuai pedoman yang dibawa nabi Muhammad SAW.
Masa Khilafah ‘ala Manhajin Nubuwah (Khilafah sesuai pedoman kenabian). Tanda tersebut sudah semakin dekat. Gerakan Islam semakin kuat dalam memperjuangkan kembalinya sistem Islam termasuk dalam dunia politik.

Wallahu a’lam