Mukmin Tanpa Tazkiyatun Nafs?


Waktunya akan dihabiskan untuk melawan sifat ‘ujub, keangkuhan dan kesombongan dirinya.

Niat ibadahnya akan selalu terhalangi oleh hubbud dunya (cinta dunia).

Amal badahnya akan habis oleh sum’ah (senang publisitas) dan hubbudz dzikr (senang disebut-sebut).

Tauhidnya akan digerogoti oleh riya’.

Amal shalihnya akan dipindahkan kepada orang lain karena banyaknya ghibah (menggunjing), su’udzon (buruk sangka) dan merendahkan dan meremehkan orang lain.

Dirinya akan dijauhi orang, dakwahnya akan terhalang dan bahkan tertolak karena su’ul adab wal akhlak (buruk akhlak dan adabnya).

Jiwanya akan kering karena kurangnya Dzikrullah.

Pertolongan Allah akan jauh karena banyaknya maksiat.

Tajam lisannya akan menyakiti saudaranya, namimah (adu domba) yang dilakukannya akan memecah belah ukhuwwah.

Hasad (iri dan dengki) dalam dirinya akan membakar semua amal, bukan saja amalnya tetapi juga amal saudara-saudaranya.

Dzul wajhain (bermuka dua) akan dimanfaatkan oleh musuh untuk mengorek aib dan rahasia saudaranya.

Syahwat akan harta, wanita dan kedudukan akan membuatnya gelap mata dan menabrak apa saja yang di depannya.

Setan akan membantunya dan senantiasa mendorongnya agar selalu muamalahnya terkoyak-koyak.

Bisa jadi kita merasakan salah satu di antara ini semua?

Banyak di antara kita yang menyepelekan Tazkiyatun Nafs (pensucian jiwa) seakan hanya penganut tasawwuf dan tarekat saja yang memerlukannya. Padahal Allah Bersumpah dengan 7 (tujuh) makhluk-Nya yang luar biasa sebelum bersumpah dengan jiwa dan imbalan yang akan diperoleh oleh mereka yang mensucikan jiwanya

"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. Dan bulan apabila mengiringinya. Dan siang apabila menampakkannya. Dan malam apabila menutupinya. Dan langit serta pembinaannya. Dan bumi serta penghamparannya. Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." (QS. Asy Syams 1-10)

Allah Bersumpah dengan :
Matahari,
Cahaya matahari,
Bulan,
Siang,
Malam,
Langit dan proses penjagaannya,
Bumi dan penghamparannya,
Barulah Dia bersumpah dengan jiwa dan penyempurnaannya.

Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda :
"Ada empat hal jika keempatnya ada dalam dirimu maka apapun yang hilang darimu di dunia ini tak akan mencelakakanmu ; kejujuran dalam ucapan, menjaga amanah, akhlak yang mulia dan menjaga iffah (harga diri, kehalalan, kesucian) dalam mencari rizki." (HR. Ahmad dinyatakan Shahih oleh Syaikh Al Albani)

"Allah Melimpahkan Rahmat dan kasih sayang-Nya kepada orang yang jika ia berbicara membuat dirinya dan orang lain merasa beruntung, dan jika ia diam maka orang lain merasa selamat (dari mulutnya)." (HR. Baihaqi dg sanad Hasan)

Shahabat Abdullah bin Rawahah Rodhiyallohu ‘anhu berkata :
"Kita berjihad melawan musuh-musuh Allah bukan dengan mengandalkan kekuatan kita, bukan pula besarnya jumlah pasukan kita, kita berperang hanya berbekal Dienul Islam yang kita pegang sekuat tenaga dan penuh keteguhan jiwa, dengan Islam itulah Allah telah memuliakan dan memenangkan kita semua." (Shiroh Ibnu Hisyam)

Amirul Mukminin, Umar Bin Khattab Rodhiyallohu ‘anhu menasehati pasukan muslim :
"Jika kita tidak memperoleh kemenangan disebabkan ketaatan kita kepada Allah, pastilah musuh-musuh kita akan mengalahkan kita dengan kekuatan mereka."

Shahabat Abdullah Bin Abbas Rodhiyallohu ‘anhuma berkata :
"Wahai orang yang berbuat dosa, janganlah engkau merasa aman dari dosa-dosamu. Ketahuilah bahwa akibat dari dosa yang engkau lakukan, adalah jauh lebih besar dari dosa dan maksiat itu sendiri. Ketahuilah bahwa hilangnya rasa malu kepada malaikat yang menjaga di kiri kananmu saat engkau melakukan dosa dan maksiat, adalah jauh lebih besar dosanya dari dosa dan maksiat itu sendiri. 

Sesungguhnya ketika engkau tertawa saat melakukan maksiat sedangkan engkau tidak tahu apa yang akan Allah lakukan atas kamu, adalah jauh lebih besar dosanya dari dosa dan maksiat itu. Kegembiraanmu saat engkau melakukan maksiat yang menurutmu menguntungkanmu, adalah jauh lebih besar dosanya dari dosa dan maksiat itu. Dan kesedihanmu saat engkau tidak bisa melakukan dosa dan maksiat yang biasanya engkau lakukan, adalah jauh lebih besar dosanya dari dosa dan maksiat itu sendiri.

Ketahuilah bahwa perasaan takut aib dan maksiatmu akan diketahui orang lain, sedangkan engkau tidak pernah merasa takut dengan Pandangan dan Pengawasan Allah, adalah jauh lebih besar dosanya dari aib dan maksiat itu.

Tahukah engkau apa dosa Nabi Ayyub sehingga Allah mengujinya dengan sakit kulit yang sangat menjijikkan selama bertahun-tahun, ditinggalkan keluarganya dan habis harta bendanya? Ujian Allah itu hanya disebabkan karena seorang miskin yang didzalimi datang meminta bantuan kepadanya, tetapi Nabi Ayyub tidak mau membantunya”. (Suwar Min Hayatis Shohabar)

Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya) :
Tahukah kamu siapa orang yang bangkrut? Para sahabat menjawab, "Allah dan rasulNya lebih mengetahui."

Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam lalu berkata,
"Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah (orang) yang datang pada hari kiamat dengan membawa amalan puasa, shalat dan zakat, tetapi dia pernah mencaci-maki orang ini dan menuduh orang itu berbuat zina. Dia pernah memakan harta orang itu lalu dia menanti orang ini menuntut dan mengambil pahalanya (sebagai tebusan) dan orang itu mengambil pula pahalanya. Bila pahala-pahalanya habis sebelum selesai tuntutan dan ganti tebusan atas dosa-dosanya maka dosa orang-orang yang menuntut itu diletakkan di atas bahunya lalu dia dihempaskan ke api neraka." (HR. Muslim)

Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda (artinya) :
"Barangsiapa yang memiliki kesalahan dengan saudaranya maka hendaklah diselesaikan sekarang, karena sesungguhnya di sana (di akhirat) tiada lagi harta untuk membayar, (yang ada hanyalah) diambil kebaikan yang ada padanya, kalau dia tidak mempunyai kebaikan, diambil keburukan orang itu lalu diletakkan ke atasnya." (Hadits Riwayat Bukhari)

"Ya Allah, Anugerahkanlah bagi jiwaku ketakwaan kepada-Mu, dan sucikanlah ia, Engkau lah Sebaik-baik Yang Mensucikannya, (dan) Engkau lah Yang Menjaga serta Melindunginya." (Shahih Muslim no. 2722)

Makna Dan Pentingnya Tazkiyatun Nafs


Tazkiyatun nafs terdiri dari dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna ath-thahiir, yaitu penyucian atau pembersihan. Karena itulah zakat yang satu akar dengan kata at-tazkiyah berfungsi untuk membersihkan/menyucikan harta dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti jiwa atau nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa atau nafsu kita.

Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-tazkiyah juga memiliki makna an-numuww, yaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga berarti menumbuhkan jiwa kita agar bisa tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang baik/terpuji.

Bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari sifat-sifat (akhlaq) yang buruk/tercela (disebut pula takhalliy), seperti kufur, nifaq, riya’, hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan sebagainya. Kedua, menghiasi jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat (akhlaq) yang baik/terpuji (disebut pula tahalliy), seperti ikhlas, jujur, zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.

Mengapa Tazkiyatun Nafs itu Penting?

Alasan pertama, karena tazkiyatun nafs merupakan salah satu diantara tugas Rasulullah SAW diutus kepada umatnya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumu’ah: 2: “Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”

Allah SWT juga berfirman dalam QS Al-Baqarah: 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.”

Dari kedua ayat diatas, kita bisa mengetahui bahwa tugas Rasulullah ada tiga. Pertama, tilawatul aayaat: membacakan ayat-ayat Allah (Al-Qur’an). Kedua, tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa. Dan ketiga, ta’limul kitaab wal hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.

Jelaslah bahwa salah satu diantara tiga tugas Rasulullah adalah tazkiyatun nafs “menyucikan jiwa”. Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan akhlaq, yang dalam hal ini Rasulullah bersabda tentang misi beliau diutus: “Innama bu’itstu li utammima makarimal akhlaq (Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia).”

Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah karena ia merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Allah Ta'ala bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah Allah bersumpah sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di satu tempat, yaitu dalam QS. Asy-Syams: 1-10

"Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya."

Alasan ketiga pentingnya tazkiyatun nafs karena ia seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang bening, airnya akan berubah menjadi kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman yang lezat, tidak akan ada yang mau minum karena kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening akan tetap bening. Bahkan bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan sebagainya.

Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat.

Abdur Rosyid   

Ikhlas Itu...


Menentukan diterima atau tidak diterimanya aktivitas kita sebagai ibadah... Karenanya pastikan ia senantiasa menyertai setiap aktivitas kita.

Ikhlas itu... Ketika nasehat, kritik dan bahkan fitnah, tidak mengendorkan amalmu dan tidak membuat semangatmu punah.

Ikhlas itu... ketika hasil tak sebanding usaha dan harapan, tak membuatmu menyesali amal dan tenggelam dalam kesedihan.

Ikhlas itu... Ketika amal tidak bersambut apresiasi sebanding, tak membuatmu urung bertanding.

Ikhlas itu... Ketika niat baik disambut berbagai prasangka, kamu tetap berjalan tanpa berpaling muka.

Ikhlas itu... Ketika sepi dan ramai, sedikit atau banyak, menang atau kalah, kau tetap pada jalan lurus dan terus melangkah.

Ikhlas itu... ketika kau lebih mempertanyakan apa amalmu dibanding apa posisimu, apa peranmu dibanding apa kedudukanmu, apa tugasmu dibanding apa jabatanmu.

Ikhlas itu... ketika ketersinggungan pribadi tak membuatmu keluar dari barisan dan merusak tatanan.

Ikhlas itu... ketika posisimu di atas, tak membuatmu jumawa, ketika posisimu di bawah tak membuatmu ogah bekerja.

Ikhlas itu... ketika khilaf mendorongmu minta maaf, ketika salah mendorongmu berbenah, ketika ketinggalan mendorongmu menambah kecepatan.

Ikhlas itu... ketika kebodohan orang lain terhadapmu, tidak kau balas dengan kebodohanmu terhadapnya, ketika kedzalimannya terhadapmu, tidak kau balas dengan kedzalimanmu terhadapnya.

Ikhlas itu... ketika kau bisa menghadapi wajah marah dengan senyum ramah, kau hadapi kata kasar dengan jiwa besar, ketika kau hadapi dusta dengan menjelaskan fakta.

Ikhlas itu... Gampang diucapkan, sulit diterapkan, namun tidak mustahil diusahakan.

Oleh: Nenden Advo
Disadur dari kitab Mu'jamu Mufrodatul Fadlul Qur'an

Ternyata Perang Suriah Telah Disebut Dalam Al Qur'an


Tahukah anda, mengapa banyak umat Islam berbondong-bondong mendedikasikan diri, jiwa dan hartanya demi sebuah negeri yang tengah berkecamuk di Suriah?

Tahukah anda apa motifnya?

Negeri Syria, atau Suriah atau dalam literatur Islam disebut sebagai Negeri Syam memang mempunyai sejarah, bukan hanya bagi umat Islam, tetapi juga Kristen (Eropa) dan Yahudi (Israel).
Bagi umat Islam, Syam adalah bumi penuh berkah. Di sana tempat para Nabi dan Rasul diutus oleh Allah.

Di sana, Nabi Muhammad saw diperjalankan, dan dimikrajkan ke Sidratil Muntaha. Bagi umat Kristiani, wilayah Syam, dahulu adalah bagian dari imperium Romawi Timur, Bizantium. Sementara bagi umat Yahudi, Syam juga diklaim menjadi tempat suci mereka, dimana Haikal Sulaiman berada di sana. Bisyarah (kabar gembira) jatuhnya Syam ke tangan kaum Muslim ditunjukkan oleh Allah sejak Nabi Muhammad saw dilahirkan. Saat Nabi lahir, cahaya terpancar mengiringi kelahirannya. Cahaya itu menerangi istana-istana Syam.

Peristiwa Isra’ dan Mikraj Nabi saw dari Masjidil Haram, di Makkah, ke Masjid al-Aqsa, di Palestina, serta ditunjuknya Nabi saw untuk menjadi imam para Nabi dan Rasul sebelumnya di Masjid al-Aqsa juga menguatkan Bisyarah itu. Setelah itu, Nabi pun berulangkali menegaskan, “Uqru dar al-Islam bi as-Syam (Pusat negara Islam itu ada di Syam)."

Perang Salib Modern
Padahal saat itu, wilayah Syam merupakan pusat kekuasaan Romawi Timur, Bizantium. Syam pun belum ditaklukkan oleh kaum Muslim semasa hidup Nabi saw. Setelah Nabi mengirim surat kepada Heraklius pada tahun 6 H, maka upaya pertama kali yang dilakukan oleh Nabi saw untuk menaklukkan wilayah itu dimulai pada tahun 10 H, saat Perang Mu’tah.

Dalam peperangan ini, Khalid bin Walid muncul sebagai pahlawan, sekaligus membuktikan kebenaran sabda Nabi saw. Setelah itu, sejarah kepahlawan Khalid pun ditorehkan dalam sejarah penaklukan Syam, saat Perang Yarmuk, penaklukan Damaskus, hingga Baitul Maqdis.

Jatuhnya Baitul Maqdis menandai berakhirnya kekuasaan imperium Romawi Timur, Bizantium. Inilah yang menorehkan dendam kepada umat Kristiani. Ketika mereka menyaksikan Negara Khilafah di bawah Bani ‘Abbasiyyah lemah, mereka pun melancarkan Perang Salib yang berlangsung selama 2 abad. Saat itu, umat Islam di Syam dan Mesir bertempur menghadapi mereka bukan sebagai umat. Meski begitu, mereka pun berhasil memenangkan perang itu. Setelah itu, wilayah ini pun disatukan kembali, ketika Shalahuddin al-Ayyubi memberikan bai’atnya kepada Khilafah ‘Abbasiyah.

Setelah orang-orang Kristen Eropa itu dikalahkan tentara kaum Muslim dalam Perang Salib, mereka pun harus menelan pil pahit, saat Konstantinopel jatuh ke tangan Muhammad al-Fatih tepat tanggal 20 Jumadil Ula 857 H/29 Mei 1453 H.

Masalah ini menjadi mimpi buruk bagi mereka, sehingga menjadi momok yang sangat mengerikan. Mereka menyebutnya dengan Mas’alah Syarqiyyah (masalah ketimuran). Sejak saat itu, mereka bekerja keras mencari kelemahan umat Islam, dan menunggu kesempatan untuk menghancurkan musuh mereka ini.

Kesempatan itu pun tiba, saat Khilafah ‘Utsmaniyyah lemah. Mereka mulai menyusun strategi. Dimulai dengan menyebarkan virus nasionalisme di dalam tubuh umat Islam, dan merekrut orang-orang fasik dengan iming-iming kekuasaan.

Pecahlah Revolusi Arab, yang berhasil memisahkan wilayah Arab dari Khilafah. Setelah itu, Perancis dan Inggris pun melakukan invasi ke wilayah Arab. Wilayah ini, termasuk Syam, kemudian dijadikan sebagai Mandat Inggris dan Prancis. Mereka pun membagi wilayah ini di antara sesama mereka, dengan Perjanjian Sykes-Pycot.

Bukan hanya Syam yang dipecahbelah, tetapi seluruh wilayah Arab juga mereka bagi-bagi sesuai dengan kepentingan mereka.

Ketika Lord Allenby, komandan pasukan Inggeris, berhasil menduduki Palestina, tahun 1917 M, dengan tegas dia menyatakan, “Baru sekaranglah Perang Salib telah berakhir.”

Memang benar, tujuan Perang Salib adalah mengalahkan umat Islam, dan menghancurkan kekuatan mereka. Kekuatan umat ini, seperti kata Lord Curzon, Menlu Inggris saat itu, terletak pada Islam dan Khilafah. Maka, mega proyek mereka adalah menghancurkan Khilafah, dan menjauhkan Islam dari kehidupan umatnya.

Karena itu, ketika Islam telah kembali ke dalam pelukan umatnya, dan mereka membangun kembali mega proyek Khilafah, George Walker Bush, mengobarkan Perang Salib kembali. Dengan kedok Perang Melawan Terorisme, AS, Inggris, Perancis, Rusia dan sekutunya mengobarkan Perang Salib melawan umat Islam.

Mereka pun berhasil mendapat dukungan dari para pengkhianat umat Islam. Namun, perang melawan terorisme ini pun menguras energi mereka. Perang dengan target untuk menundukkan umat Islam agar menjauhi agama mereka, dan meninggalkan mega proyek Khilafah ini ternyata gagal total.

Alih-alih ditinggalkan, justru tuntutan umat Islam untuk kembali kepada agama mereka semakin menguat. Demikian juga dengan mega proyek Khilafah. Jika awalnya hanya Hizbut Tahrir yang menyuarakan, kini mega proyek ini telah menjadi mega proyek umat Islam di seluruh dunia.

Karena itu, ketika Barat tengah bergelut dengan krisis ekonomi, Timur Tengah pun bangkit dengan Arab Spring yang telah berhasil menumbangkan boneka-boneka mereka, mereka pun sangat takut kembalinya Islam dan Khilafah di wilayah-wilayah ini.

Di Tunisia, Aljazair, Libya, Yaman, Mesir dan Bahrain berhasil mereka rem, dengan boneka-boneka yang dibenci rakyatnya, dengan boneka-boneka mereka yang lain, yang bisa diterima oleh rakyatnya. Api Arab Spring itu pun berhasil mereka padamkan.

Namun, di Suriah, kobaran api itu hingga kini tidak berhasil mereka padamkan. Maka, kini kobaran api Revolusi Islam di Suriah ini pun mereka hadapi bersama. Mereka pun tahu, jika Islam dan Khilafah kembali di Suriah, ini benar-benar akan mengakhiri kekuasaan mereka.

Mereka mendapat dukungan penuh dari antek-antek mereka. Turki, Iran, Libanon, Yordania, Irak, Mesir, Qatar, Saudi dan Israel, termasuk Hizbullah semuanya bahu-membahu, bekerja sama dengan Amerika, Inggris, Prancis, Rusia, Cina dan sekutu mereka untuk memadamkan api Revolusi ini. Berapapun harga yang harus mereka bayar.

Karena kembalinya Islam dan tegaknya Khilafah di Suriah benar-benar menjadi akhir dari sejarah mereka. Umat Islam di seluruh dunia pun menyambut bisyarah Nabi itu dengan gegap gempita. Sementara para Mujahidin yang berjuang di Suriah, siang dan malam terus berjuang untuk mewujudkan bisyarah Nabi. Mereka berdatangan dari berbagai penjuru dunia untuk mewujudkan bisyarah Nabi di tanah penuh berkah, yang dipenuhi oleh hamba-hamba Allah pilihan, Syam. Semua ini menandai “Kembalinya Suriah Bumi Khilafah yang Hilang.”

Perang Syam, Telah Ditakdirkan

Konflik yang terjadi di Mesir telah tertulis dalam Alquran. Ustadz Bachtiar Nasir mengatakan, tafsir ayat Alquran yang memprediksi konflik Mesir terdapat dalam Surat At-Tin ayat 1-3. "Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. Dan demi bukit Sinai. Dan demi kota (Makkah) ini yang aman," tutur Bachtiar membacakan terjemahan Surat At-Tin ayat 1-3 beberapa waktu lalu.

Tafsir dari surat tersebut adalah, "Demi bumi tin di Damaskus (Suriah), dan demi bumi zaitun di Palestina, dan demi bukit Thur yg ada di Sinai (Mesir). Dan demi kota Makkah yang aman."

Jika dilihat dari kacamata sederhana surat At-Tin, lanjutnya, maka konflik yang terjadi di Suriah, Palestina, dan Mesir, adalah perang global yang sudah Allah takdirkan. Perang itu, kata Bachtiar, bahkan melibatkan seluruh dunia. Bachtiar meyakini, akhir dari konflik Mesir juga sudah termaktub dalam Surat Al-Qashshash ayat 5 yang menceritakan kisah Musa melawan Firaun.

"Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi)," bunyi terjemahan dari Surat Al-Qashshash ayat 5.

"Pada akhirnya di ayat itu digambarkan orang-orang yang dilemahkan nanti akan dikuatkan dan diwariskan kekuasaan di Mesir," tutup Bachtiar.

Dikutip Harian The New York Times, Jumat (31/1/2014), Institute for Policy Analysis of Conflict mengungkapkan sebuah laporan bahwa, Perang jihad yang diyakini sebagai perang paling sakral itu akan berlangsung saat konflik di Suriah pada Maret nanti akan memasuki tahun ketiga.

"Berdasarkan perhitungan ilmu akhirat (eschatology) pertempuran terakhir akan berlangsung di Syam. Kawasan Syam dikenal sebagai Suriah Raya yang meliputi Suriah, Yordania, Lebanon, Palestina dan Israel," tulis laporan lembaga tersebut.

Karenanya, Bachtiar mengatakan, persoalan Suriah, Mesir dan Palestina janganlah dianggap sebagai konflik politik. Sebab, jika melihat persoalan tersebut dari sisi politik saja maka hati akan terasa kosong.
Lebih dari itu, ia melihat Allah telah menyiapkan skenario besar dalam peristiwa ini.

Menjaga Lidah

Seorang petani sangat emosi kepada temannya hingga ia lontarkan kata-kata yang melukai. Tidak lama setelah itu ia pulang ke rumah. Sesampai di rumah ia bisa mengendalikan diri dan kemarahannya menjadi reda.

Dia mulai merenungi dirinya sendiri. "Bagaimana kalimat seperti itu bisa keluar dari mulutku?" Katanya membatin. "Aku akan mendatangi temanku dan aku akan minta maaf."

Betul saja, petani itu kembali menemui temannya. Dalam keadaan malu sekali ia berkata: "Aku minta maaf sekali. Kalimat itu keluar dari lidahku tanpa ku sadari. Mintakanlah ampun untukku kepada Allah."

Temannya menerima permohonan maaf itu. Tidak ada raut wajah kecewa dan marah darinya. Dia bisa memaklumi dan sangat berlapang dada menerima temannya.

Akan tetapi petani itu sendiri terus merenungi, kenapa bisa kalimat seperti itu berhamburan dari mulutnya.

Hatinya tidak bisa tenang atas keterlanjuran itu. Kemudian ia sengaja mendatangi seorang pemuka masyarakat yang terkenal bijaksana.

Dia mengajukan aduan: "Ya Syekh, aku ingin jiwaku tenang. Aku tidak bisa terima, kok sampai sebegitunya mulutku ini melontarkan kata-kata. Apa yang sudah terjadi dengan diriku ini?"

Pemuka kampung menjawab: "Kalau kamu betul-betul ingin tenang, isilah keranjangmu dengan kapas. Kemudian lewatlah di setiap rumah di kampung ini. Letakkan sedikit kapas di depan setiap rumah".

Dengan patuh petani itu menjalankan perintah pemuka kampung tanpa banyak tanya. Setelah melakukan itu ia kembali kepada pemuka kampung.

Pemuka kampung berkata kepadanya: "Sekarang pergilah, kumpulkan kembali semua kapas yang berada di depan setiap rumah kampung".

Kembali petani itu menjalankan perintah dengan patuh. Tapi sayang, angin sudah menerbangkan kapas-kapas yang ia letakkan tadi. Dia tidak bisa mengumpulkannya kembali kecuali hanya sedikit. Lalu ia kembali kepada pemuka kampung dengan kecewa dan sedih.

Ketika itu pemuka kampung memasukkan nasehat yang sangat berharga kepadanya:
"Setiap kalimat yang keluar sama persis dengan kapas yang kamu letakkan di depan rumah saudara-saudaramu. Sangat mudah untuk melakukan itu. Akan tetapi betapa susahnya mengembalikan kata-kata itu ke mulutmu.

Jadi, hanya ada dua pilihan bagimu. Kumpulkan kembali kapas yang sudah beterbangan atau kamu menahan lidahmu.
Ingatlah firman Allah: "Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir". (QS. Qaf: 18)

Rasulullah bersabda: "Orang muslim itu adalah orang yang selamat orang-orang muslim lainnya dari lidah dan tangannya".

"Ya Allah, karuniakanlah kepada kami kemampuan untuk menjaga lidah. Hiasilah diri kami dengan kemuliaan akhlak."