Ujian Keimanan



Orang-orang yang beriman memang tidak bisa melepaskan diri dari hal yang satu ini: ujian keimanan. Melalui proses inilah Allah hendak membuktikan keimanan sesungguhnya dari setiap orang yang mengatakan "aamannaa", kami telah beriman. Dengan metode inilah Allah memisahkan emas dan loyang; keimanan yang sesungguhnya dan keimanan yang sekedar pengakuan verbal.

Karenanya Allah SWT berfirman :
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan mengatakan "kami telah beriman" sementara mereka tidak diuji? (QS. Al-Ankabut : 2)

Dalam hal apa manusia diuji adalah perkara lain. Namun yang pasti, semua manusia beriman akan mendapatkan ujian. Ada yang diuji dengan cinta, popularitas, dan harta. Ada pula yang diuji dengan berbagai kesusahan.

Para Nabi sebagai manusia-manusia terbaik juga tidak lepas dari ujian semacam ini. Bahkan, sebagaimana mereka adalah model keimanan, mereka juga menjadi model bagi obyek ujian keimanan.

Maka, sejarah meninggalkan pesan kepada kita bahwa mereka ditimpa oleh ujian-ujian terberat sepanjang sejarah kehidupan manusia.

Nabi Ayyub diuji dengan penyakit yang sangat berat.
Nabi Ibrahim harus berhadapan dengan ayahnya dan 'lautan api' hukuman Namrudz, raja yang menolak dakwahnya.
Nabi Nuh harus melalui 950 tahun dengan penuh kesulitan dan hasilnya, hanya beberapa orang yang beriman, selebihnya menjadi musuh dan para pencela.
Apalagi Nabi Muhammad. Ujiannya dalam menyebarkan nilai-nilai Ihaliah teramat banyak untuk disebutkan; ada celaan, intimidasi, lemparan batu, sampai upaya pembunuhan. Semua ini bermuara kepada satu hukum: semakin besar keimanan seseorang, semakin berat pula ujiannya.

Nabi SAW ditanya : "Siapa manusia yang paling berat ujiannya?" beliau menjawab : "Para nabi, kemudian baru orang yang lebih dekat derajatnya kepada mereka berurutan secara bertingkat." (HR. Tirmidzi)

"Ujian yang tiada henti-hentinya menimpa kaum mukmin laki-laki dan perempuan, baik yang mengenai dirinya, hartanya, anaknya, tetapi ia tetap bersabar, ia akan menemui Allah dalam keadaan tidak berdosa." (HR. Tirmidzi)

No comments:

Post a Comment