Aqidah, Ibadah, dan Muamalah


Para ulama membagi ajaran Islam dalam tiga pokok bahasan, yaitu Aqidah, Ibadah, dan Muamalah.

Aqidah

Aqidah adalah suatu istilah untuk menyatakan “kepercayaan” atau keimanan yang teguh serta kuat dari seorang mukmin yang telah mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari keimanan kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa suatu kepercayaan, pernyataan, sikap mengesakan Allah, dan mengesampingkan penyembahan selain kepada Allah.
Ajaran mengenai aqidah ini merupakan tujuan utama Rasul diutus ke dunia, yang mana hal ini dinyatakan dalam Al-Qur’an, yang berbunyi:
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul pun sebelum kamu (Muhammad) melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwasanya tiada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku olehmu sekalian” (QS. 21: 25)

Aqidah adalah suatu ketetapan hati yang dimiliki seseorang, yang mana tidak ada faktor apapun yang dapat mempengaruhi atau merubah ketetapan hati seseorang tersebut.

Kata “‘aqidah” diambil dari kata dasar “al-‘aqdu” yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).

“Al-‘Aqdu” (ikatan) lawan kata dari al-hallu (penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: ” ‘Aqadahu” “Ya’qiduhu” (mengikatnya), ” ‘Aqdan” (ikatan sumpah), dan ” ‘Uqdatun Nikah” (ikatan menikah). Allah Ta’ala berfirman, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja …” (Al-Maa-idah : 89).

Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id.

Secara terminologi, juga dijelaskan bahwa Aqidah merupakan perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.

Syari’ah adalah sebutan terhadap pokok ajaran Allah dan RasulNya yang merupakan jalan atau pedoman hidup manusia dalam melakukan hubungan vertikal kepada Pencipta, Allah SWT, dan juga kepada sesama manusia.

Ibadah

Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh amal yang dicintai dan diridhai Allah Azza wa Jalla, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang zhahir maupun yang bathin.

Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah berfirman:
“Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghen-daki rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rizki Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” [Adz-Dzaariyaat : 56-58]

Muamalah

Etiomologi : Muamalah dari kata Al’ amal yang merupakan istilah yang digunakan untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Muamalah juga bermakna bergaul. Terminologi : Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.

Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaitu harus ada contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi Muhammad SAW. Ibadah ini antara lain meliputi shalat, zakat, puasa, dan haji.

Sedangkan masalah mu’amalah (hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia, seperti makan dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, berlandaskan pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-Nya.

Berkaitan dengan hal di atas, Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) contohlah aku. Tapi, dalam urusan duniamu, (teknis mu’amalah), kamu lebih tahu tentang duniamu.”

Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan atau contoh tatacara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah itu akan jatuh kepada bid’ah, dan setiap perbuatan bid’ah adalah dhalalah (sesat). Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk diketahui adalah apakah ada larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak ada, hal tersebut boleh saja dilakukan.

Dalam hal ini ada dua prinsip yang perlu kita perhatikan:
Pertama: Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk system ibadah dan tata caranya, karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan para Rasul-Nya yang ditugasi menyampaikan agama itu kepada manusia. Maka menciptakan agama dan ibadah adalah bid’ah. Sedang setiap bid’ah adalah sesat.

Kedua: Adanya kebebasan dasar dalam menempuh hidup ini, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dan kehidupan dalam masyarakat dan lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat manusia (Bani Adam) dengan batasan atau larangan tertentu yang harus dijaga. Sebaliknya melarang sesuatu yang tidak dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya adalah bid’ah.

Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karena semua ketentuan dan aturan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, serta contoh dan tatacaranya telah diajarkan oleh Rasulullah SAW semasa hidupnya. Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh Allah SWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat.

Namun dalam beberapa hal, tentu ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan zaman. Di sinilah implikasi dari mu’amalah itu sendiri. Selama tidak ada larangan secara tegas di dalam Al-Qur’an dan Sunnah, hal yang dipertimbangkan itu boleh dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh Rasul dalam sabdanya yang sudah ditulis di atas. Sebagai contoh adalah dalam kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah, masyarakat yang mengadakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain menggunakan binatang Unta sebagai kendaraan. Akan tetapi hal itu tidak mungkin sama dalam kehidupan zaman modern ini. Dan karenanya, menggunakan kendaraan bermotor diperbolehkan karena tidak ada larangan dari Allah dan Rasul-Nya (tidak tertera larangan yang tegas dalam Al-Qur’an dan Sunnah).

Kesimpulan

Aqidah adalah akar, konsep dan prinsip utama (aslun) dalam Dinul Islam, bersifat mengikat mutlak tanpa tawar menawar bahwa satu-satunya Dzat yang wajib disembah (ilah) dan tempat bergantung (rabb) dan berkuasa (malik) hanya Allah SWT. Sebagaimana tertulis dalam surat pembuka Al-Fatihah ayat 2 (rabbil alamin/pencipta alam semesta), ayat 4 (malikiyaumiddin/penguasa hari pembalasan) ayat 5 (iyyakana'budu/satu-satunya yang disembah) juga dalam surat terakhir Al Quran yaitu surat An-Nas ayat 1-3 (Qul audzubirabbinnas, Malikinnas, Ilaahinnas).

Ibadah adalah implementasi dari nilai Aqidah sebagai wujud kepatuhan dalam bentuk amal-amalan, bersifat mengikat bagi seluruh umat Islam dengan tata cara yang sudah dijelaskan oleh Rasulullah sebagai Syariat dalam bentuk Sunnah. Yaitu perkataan, perbuatan dan ketetapan yang dibuat oleh Rasulullah.

Muamalah adalah hubungan antar manusia baik sesama muslim maupun dengan kalangan di luar muslim. Sebagaimana Rasul bergaul dengan seluruh umat menggunakan ahlaqul karimah, maka itu pula yang harus jadi panduan bagi kaum muslimin.

No comments:

Post a Comment