Muhasabah Akhir Tahun

dakwatuna.com - "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Alhasyr [59]: 18).


Setiap Mukmin dituntut untuk selalu meningkatkan kualitas amalnya. Untuk peningkatan kualitas amal, muhasabah (evaluasi) sangat diperlukan. Tanpa muhasabah tidak akan ada peningkatan kualitas amal. Karena itu, muhasabah menjadi karakter utama pribadi Mukmin, sebagaimana ditegaskan dalam ayat di atas.

Umar bin Khattab, seorang sahabat yang dikenal sebagai Amirul Mukminin pernah mengingatkan umat Islam dengan perkataannya yang sangat populer, “Hasibu anfusakum qobla an tuhasabu.” Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab.

Muhasibi, seorang sufi dan ulama besar yang menguasai beberapa bidang ilmu, seperti hadits dan fiqih. Nama lengkapnya Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Bagdadi al-Muhasibi. Ketika ia ditanya tentang beberapa hal yang berkaitan dengan soal muhasabah. “Dengan apa jiwa itu dihisab?” Ia menjawab, “Jiwa itu dihisab dengan akal.” Ia ditanya lagi, “Dari mana datangnya hisab itu?” Ia menjawab, “Hisab itu datang dari adanya rasa takut akan kekurangan, hal-hal yang merugikan, dan adanya keinginan untuk menambah keuntungan.”

Muhasabah dalam pandangan Muhasibi, mewariskan nilai tambah dalam berpikir (basirah), kecerdikan, dan mendidik untuk mengambil keputusan yang lebih cepat, memperluas pengetahuan, dan semua itu didasarkan atas kemampuan hati untuk mengontrolnya.

Ketika ditanya, “Dari mana sumber keterlambatan akal dan hati untuk menghisab diri?” Ia menjawab, “Keterlambatan itu disebabkan oleh karena hati. Dalam keadaan demikian hati sangat didominasi oleh kekuatan hawa nafsu dan syahwat yang kemudian menguasai akal, ilmu, dan argumen.”

Ketika ditanya, “Dari mana kebenaran datang?” Ia menjawab, ”Kebenaran itu datang karena pengetahuan kita bahwa Allah SWT Maha Mendengar dan Maha Melihat. Pengetahuan itu merupakan dasar bagi kebenaran dan kebenaran merupakan dasar segala perbuatan baik. Karena kemampuan dan kekuatan kebenaran itulah, seorang hamba dapat meningkatkan segala perbuatan baik dan kebajikannya.”

Muhasabah merupakan kesadaran akal untuk menjaga diri dari pengkhianatan nafsu melalui proses pencarian kelebihan dan kekurangan diri. Karena itu, muhasabah menjadi lampu di hati setiap orang yang melaksanakannya.Karena itu, momentum pergantian tahun baru Masehi mestinya dijadikan sebagai sarana untuk muhasabatun nafsi (evaluasi diri) atas berbagai amal yang telah dilakukan, agar kehidupan lebih baik dan bermakna di hadapan Allah SWT.

Wallahu a’lam.
Oleh: H. Imam Nur Suharno, MPdI.

Cucian Kotor

Pasangan muda yang baru menikah menempati rumah di sebuah komplek perumahan.
Suatu pagi sewaktu sarapan, si istri melalui jendela kacanya melihat tetangganya sedang menjemur kain.

"Cuciannya kelihatan kurang bersih ya", kata sang istri.
"Sepertinya dia tidak tahu cara mencuci pakaian dengan benar. Mungkin dia perlu sabun cuci yang lebih bagus."

Suaminya menoleh, tetapi hanya diam dan tidak memberi komentar apapun.
Sejak hari itu setiap tetangganya menjemur pakaian, selalu saja sang istri memberikan komentar yang sama tentang kurang bersihnya si tetangga mencuci pakaiannya.
Seminggu berlalu, sang istri heran melihat pakaian-pakaian yang dijemur tetangganya terlihat cemerlang dan bersih, dan dia berseru kepada suaminya:

"Lihat, sepertinya dia telah belajar bagaimana mencuci dengan benar. Siapa ya kira-kira yang sudah mengajarinya? "
Sang suami berkata, "Saya bangun pagi-pagi sekali hari ini dan membersihkan kotoran yang menempel di kaca jendela rumah kita."

Dan begitulah kehidupan.
Apa yang kita lihat pada saat menilai orang lain tergantung kepada kejernihan pikiran (jendela) lewat mana kita memandangnya.

Jika HATI kita bersih, maka bersih pula PIKIRAN kita.
Jika PIKIRAN kita bersih, maka bersih pula PERKATAAN kita.
Jika PERKATAAN kita bersih (baik), maka bersih (baik) pula PERBUATAN kita.
Hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita mencerminkan hidup kita.

Jika ingin hidup kita baik, maka kita hrs menjaga hati, pikiran, perkataan dan perbuatan kita tetap baik. Karena itulah segalanya.
HATI menentukan PIKIRAN.
PIKIRAN menentukan PERKATAAN & PERBUATAN.

Pesta Duka Berdarah Asyura Ala Syiah Rafidhah

10 Muharram, adalah hari yang sangat fenomenal. Bagaimana tidak, pada hari ini manusia terbagi menjadi dua kelompok; PERTAMA, pengikut sejati Rasulullah, pada hari ini mereka berpuasa, ditambah satu hari sebelumnya, sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

KEDUA, mereka yang membangkang kepada Rasulullah, pada hari ini mereka menyiksa diri dengan memukul-mukul muka, dada, bahkan melukai kepala dan pundak hingga berdarah-darah.

Golongan Pertama, adalah Ahlus sunnah wal jama’ah, mereka adalah As-sawaad al-A’zham, merekalah mayoritas dengan persentase 80 s/d 90 % dari seluruh jumlah kaum muslimin dunia yang mencapai 1,57 Miliar pada 2009.

Golongan kedua adalah Syi’ah dengan berbagai sektenya; Imamiyah-Rafidhah, Isma’iliyah, Nushiriyah,Ibadhiyah, Houtsiyah, dll, dengan persentase + 5,5 %.

Bukti Kesesatan Pesta Duka Berdarah Ala Syi’ah Rafidhah Majusi :

1. Pembangkangan Terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menyiksa diri atas peristiwa musibah yang menimpa seseorang, dalam hadits beliau bersabda:

لَيْسَ مِنَّا مَنْ ضَرَبَ الْخُدُودَ وَشَقَّ الْجُيُوبَ وَدَعَا بِدَعْوَى الْجَاهِلِيَّةِ

“Tidak termasuk golongan kami orang yang memukul-mukul muka, merobek-robek baju dan berteriak-teriak seperti orang-orang jahiliyah” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]

Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menambahkan:
“Wanita yang meratapi mayat apabila tidak bertaubat sebelum meninggal, ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dengan memakai mantel dari tembaga panas dan pakaian dari penyakit kusta.” [HR. Muslim]

PERTANYAAN : Jika Rasulullah menyatakan mereka bukan ‘golongan kami’ (Golongan Rasulullah), maka Syi’ah Imamiah RAFIDHAH termasuk golongan siapa ?

2. Tasyabbuh (menyerupai) Kaum Kuffar Dalam Ritual Ibadah Mereka.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”. (HR. Abu Dawud,no 4031, dan Ahmad : 2/50, 2/92 ).

Dalam hal ini mereka menyerupai Kristen, kecuali jika mereka mengklaim bahwa hak paten ritual ini adalah inovasi dan temuan mereka. Tapi, dalam hal ini, biarlah mereka yang berkompromi dengan Kristen.

3. Al-qur’an Menegaskan Mereka Telah Ditipu Dan Tertipu.
Allah Ta’ala berfirman dalam Surat Al-Kahfi ; 103-104 , yang artinya : Katakanlah: “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya”. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”

Inilah faktanya; mereka kira ritual ini adalah ibadah terbaik, dan bukti cinta sejati mereka terhadap Ahlul Bait. Namun mereka tertipu.

4. Ritual Duka Berdarah-Darah Ini, Ajaran Siapa?
Imam Husein Radhiyallahu ‘anhu dan Anak-cucnya tidak pernah melakukan hal ini, apalagi menyuruhnya, bahkan Imam Husein melarangnya dengan tegas. Di akhirat kelak Imam Husein akan berlepas tangan dari mereka.

Maka kelak mereka akan menyesal, sesuai firman Allah, yang artinya :
"(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan di antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka." (QS.Al-Baqarah:167).

5. Cinta Palsu Yang Zhalim.
Jika bukti cinta Ahlul bait, adalah dengan merayakan pesta kematiannya dengan ritual syaithaniyah ini, maka Ali bin Abi Thalib ayah Husein lebih berhak dengan ritual ini.
Sesungguhnya ayah Husain (‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu ‘anhuma) jauh lebih afdhal (utama) darinya. Beliau juga meninggal dalam keadaan terbunuh. Akan tetapi, mereka tidak menjadikan hari kematiannya sebagai hari berkabung layaknya hari kematian Husain Radhiyallahu ‘anhuma (yang diperingati).
Bukankah ini kezhaliman yang besar, saat mereka memuja-muji Husein melebihi ayahnya, sang Khalifah ?

6. Dan Bukankah Rasulullah Lebih Pantas Dan Berhak Untuk Diperingati?
Allah Azza wa Jalla telah memanggil Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, penghulu anak Adam di dunia dan akhirat, sama seperti para nabi sebelumnya. Namun, tidak ada seorang pun menjadikan hari wafat beliau sebagai hari belasungkawa, atau melakukan perbuatan orang-orang dari sekte Syiah pada hari kematian Husain.

Tidak seorang pun menyebutkan bahwa terjadi sesuatu sebelum atau sesudah hari kematian mereka, seperti apa yang disebutkan Syiah pada hari kematian Husain. Seperti terjadinya gerhana matahari, adanya cahaya merah di langit dan lain-lain”.

Bahkan Al-Qur’an telah menegaskan bahwa iman, takwa, dan kecintaan tidaklah terikat dengan kelahiran atau wafatnya Rasulullah. Allah berfirman yang artinya :
” Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul . Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” ( Aali Imran :144)

7. Ayatus-Syi’ah Telah Mendustai Dan Mempermainkan Mereka.
Bukankah cinta Husein dibuktikan dengan menyiksa diri, maka kita tantang Ayatusyi’ah mereka melakukan ritual ini. Ayo Ali Khamane’i( Iran), Ali Sistani (Irak), Hasan Nashrallat(Lebanon), Muqtadha Shadr(Irak), silahkan lakukan ritual siksa diri yang dilakukan pengikut kalian, jika kalian adalah orang-orang yang benar!

8. Harga Sebuah Pengkhianatan.
DUSTA SEJARAH TERBESAR YANG DIREKAYASA SYI’AH adalah : bahwa Husein Bin Ali dibunuh oleh Yazid.

Lantas SIAPA PEMBUNUH HUSEIN? Kami tidak perlu menjawab, cukup ayatusyi’ah yang menjawabannya :

Marji’ Syi’ah Ayatullah Al-Uzhma Muhsin Al-Amin menuliskan : ”Kemudian Husein dibai’at oleh 20.000 orang dari penduduk Irak, dan mereka semua menipunya, mereka keluar sedang bai’at ada di leher mereka, maka mereka pun membunuhnya.” (A’yaan Al-Syi’ah : juz I, hal 34).

IMAM HUSEIN berwasiat kepada saudarinya Zainab : “Wahai saudariku tercinta, aku bersumpah di depanmu, maka tunaikanlah sumpahku ! janganlah kau merobek-robek baju (karena kematianku), janganlah kau memukul wajah, jangan pula berteriak-teriak dengan kata-kata (sungguh celakalah kami, merugilah kami). ( Mustadrak Al-Wasa’il : juz I, hal 144).
Kemudian Imam HUSEIN mendo’akan kehancuran untuk Syi’ahnya : ” Ya Allah, jika Engkau beri mereka kenikmatan sampai waktu yang telah ditentukan, maka pecahkanlah mereka menjadi sekte-sekte, jadikanlah jalan mereka berbeda-beda, dan janganlah Engkau jadikan para pemimpin manapun ridha terhadap mereka. Sesungguhnya mereka mengundang kami untuk membela kami, kemudian mereka berkhianat dan memerangi kami.” ( Kasyf-Al-Ghummah, juz II, hal 18 dan 38, I’lam Al-Waraa, karya Al-Thabrasi, hal 949, dan Al-Irsyad karya Al-Mufid, hal 241).

INTINYA, Imam HUSEIN mengakui syi’ahnya lah yang mengkhianati dan membunuhnya, dan beliau sangat yakin bahwa beliau akan syahid saat itu, lantaran itu beliau berwasiat dan bersumpah agar wafatnya beliau jangan diperingati dengan cara2 bertentangan dengan Syari’at Islam. Dan akhirnya, beliau mendo’akan kehancuran bagi Syi’ah.

9. Tipuan, Penyesalan, Atau Hukuman?
Lantas kita bertanya, jika ini hakikatnya, mengapa Syi’ah masih saja menyiksa diri dalam memperingati wafatnya Imam HUSEIN?

Jawaban : Hanya ada tiga kemungkinan :

PERTAMA : Perbuatan tersebut adalah tipuan; mereka sadar bahwa nenek moyang Syi’ah mereka adalah pengkhianat dan pembunuh Husein, maka hal ini perlu ditutupi dengan ritual bersedih dan menyiksa diri.

KEDUA : Mereka tahu bahwa merekalah yang mengkhianati dan membunuh Husein, maka perbuatan ini adalah bentuk penyesalan tingkat tinggi atas dosa mereka terhadap Husein.

KETIGA : Allah Subhanahu wa Ta’ala menghukum mereka karena pengkhianatan mereka kepada Ali, Hasan, dan Husein, dengan siksaaan yang mereka lakukan terhadap diri mereka sendiri.

BUKTIKAN CINTA KITA dengan mengikuti Rasulullah dalam sunnah beliau, yang sampai kepada kita melalui sahabat-sahabat beliau yang jujur dan terpercaya.

Allah Ta’ala berfirman yang artinya :
Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Aali Imran:31)

Jika dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadits, dan logika juga tidak diterima, lantas dengan apa lagi mereka beragama?

Beberapa video Ritual Sesat Siksa Diri :

- http://www.youtube.com/watch?v=gIeHjhC8w1U

- http://www.youtube.com/watch?v=dXCoQho16e8&feature=related

- http://www.youtube.com/watch?v=z5jR5VkNl8o&feature=related

- http://www.youtube.com/watch?v=d53fhLw2lJM

- http://www.youtube.com/watch?v=-a6EBYIEkTY&feature=related

- http://www.youtube.com/watch?v=id9FE37gAlA&feature=fvwrel

Perbandingan tatacara Ibadah empat Agama : Yahudi, Nashrani, Syi’ah, dan Islam :

http://www.youtube.com/watch?v=BPdDPg0vesU&feature=related


Kita Yang Dirindukan Rasulullah?

Apakah Kita Yang Dirindukan Rasulullah?

Kita punya cara untuk mengenang orang paling mulia di dunia, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.
Berteladan kepada Nabi shalallaahu 'alaihi wa sallam agar kita menjadi ummat yang dirindukannya. Bagaimana kehidupan beliau?

1.) Kalau ada pakaian yang koyak, Nabi saw menambalnya sendiri tanpa perlu menyuruh isterinya. Beliau juga memerah susu kambing untuk keperluan keluarga maupun untuk dijual.

2.) Setiap kali pulang ke rumah, bila belum tersaji makanan karena masih dimasak, sambil tersenyum beliau menyingsingkan lengan bajunya untuk membantu isterinya di dapur. Aisyah menceritakan bahwa kalau Nabi berada di rumah, beliau selalu membantu urusan rumahtangga.

3.) Jika mendengar azan, beliau cepat-cepat berangkat ke masjid, dan cepat-cepat pula kembali sesudahnya.

4.) Pernah beliau pulang menjelang pagi hari. Tentulah beliau teramat lapar waktu itu. Namun dilihatnya tiada apa pun yang tersedia untuk sarapan. Bahkan bahan mentah pun tidak ada karena ‘Aisyah belum ke pasar. Maka Nabi bertanya, “Belum ada sarapan ya Khumaira?’ Aisyah menjawab dengan agak serba salah, ‘Belum ada apa-apa wahai Rasulullah.’ Rasulullah lantas berkata, ‘Jika begitu aku puasa saja hari ini.’ tanpa sedikit tergambar rasa kesal di raut wajah beliau.

5.) Sebaliknya Nabi saw sangat marah tatkala melihat seorang suami sedang memukul isterinya. Rasulullah menegur, ‘Mengapa engkau memukul isterimu?’ Lantas lelaki itu menjawab dengan gementar, “Isteriku sangat keras kepala! Sudah diberi nasihat dia tetap membangkang juga, jadi aku pukul dia.” Jelas lelaki itu.

“Aku tidak bertanya alasanmu,” sahut Nabi saw.

“Aku menanyakan mengapa engkau memukul teman tidurmu dan ibu dari anak-anakmu?”

6.) Kemudian Nabi saw bersabda,”Sebaik-baik suami adalah yang paling baik, kasih dan lemah-lembut terhadap isterinya.’ Prihatin, sabar dan tawadlu’nya beliau dalam posisinya sebagai kepala keluarga langsung tidak sedikitpun merubah kedudukannya sebagai pemimpin umat.

7.) Pada suatu ketika Nabi saw menjadi imam shalat. Dilihat oleh para sahabat, pergerakan Nabi antara satu rukun ke rukun yang lain agak melambat dan terlihat sukar sekali. Dan mereka mendengar bunyi gemeretak seakan sendi-sendi di tubuh Nabi mulia itu bergeser antara satu dengan yang lain. Lalu Umar ra tidak tahan melihat keadaan Nabi yang seperti itu langsung bertanya setelah shalat.

‘Ya Rasulullah, kami melihat sepertinya engkau menanggung penderitaan yang amat berat. Sakitkah engkau ya Rasulullah?”

“Tidak, ya Umar. Alhamdulillah, aku sehat wal ‘afiat.”

“Ya Rasulullah.. .mengapa setiap kali engkau menggerakkan tubuh, kami mendengar suara gemeretak pada sendi-sendi tulangmu? Kami yakin engkau sedang sakit…” desak Umar penuh cemas.

Akhirnya Rasulullah mengangkat jubahnya. Para sahabat amat terkejut. Ternyata perut beliau yang kempis, kelihatan dililit sehelai kain yang berisi batu kerikil, untuk menahan rasa lapar beliau. Batu-batu kecil itulah yang menimbulkan bunyi gemeretak setiap kali bergeraknya tubuh beliau.

“Ya Rasulullah! Apakah saat engkau menyatakan lapar dan tidak punya makanan, kemudian kami tidak akan mengusahakannya buat engkau?’

Lalu Nabi saw menjawab dengan lembut, “Tidak para sahabatku. Aku tahu, apa pun akan engkau korbankan demi Rasulmu. Tetapi apakah akan aku jawab di hadapan ALLAH nanti, apabila aku sebagai pemimpin, menjadi beban kepada umatnya?’ ‘Biarlah kelaparan ini sebagai hadiah ALLAH buatku, agar umatku kelak tidak ada yang kelaparan di dunia ini lebih-lebih lagi tiada yang kelaparan di Akhirat kelak.”

8.) Nabi saw pernah tanpa rasa canggung sedikitpun makan di sebelah seorang tua yang dipenuhi kudis, miskin dan kotor.

9.) Beliaupun hanya diam dan bersabar ketika kain sorbannya ditarik dengan kasar oleh seorang Arab Badawi hingga berbekas merah di lehernya. Begitupun dengan penuh rasa kehambaan beliau membersihkan tempat yang dikencingi seorang arab Badawi di dalam masjid sebelum beliau tegur dengan lembut perbuatan itu.

10.) Kecintaannya yang tinggi terhadap ALLAH swt dan rasa penghambaan yang sudah menghunjam dalam diri Rasulullah saw menolak sama sekali rasa ingin diistimewakan (dipertuan).

11.) Seolah-olah anugerah kemuliaan dari ALLAH langsung tidak dijadikan sebab untuknya merasa lebih dari yang lain, ketika di depan keramaian (publik) maupun saat seorang diri.

12.) Pintu Syurga terbuka seluas-luasnya untuk Nabi, namun beliau masih tetap berdiri di sepinya malam, terus-menerus beribadah hingga pernah beliau terjatuh lantaran kakinya bengkak-bengkak.

13.) Fisiknya sudah tidak mampu menanggung kemauan jiwanya yang tinggi. Bila ditanya oleh ‘Aisyah, ‘Ya Rasulullah, bukankah engaku telah dijamin Syurga? Mengapa engkau masih bersusah payah begini?’ Jawab baginda dengan lembut, ‘Ya ‘Aisyah, bukankah aku ini hanyalah seorang hamba? Sesungguhnya aku ingin menjadi hamba-Nya yang bersyukur.’

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab:21)

Katakanlah (Muhammad): “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Ali Imran :31)

Oleh: Aidil Heryana
dakwatuna.com

Kemudahan dalam Islam


REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Dr A Ilyas Ismail

Kemudahan merupakan salah satu prinsip penting dalam Islam. Ia merupakan anugerah Allah SWT, diberikan agar manusia tetap bersemangat dan tekun dalam menjalankan ajaran agama, terutama dalam situasi sulit. (QS al-Baqarah [2]: 185).

Dikisahkan, Amr bin Ash pada suatu malam yang teramat dingin dalam sebuah pertempuran yang panjang, mengalami “mimpi basah.” Khawatir membawa akibat buruk kepadanya, ia tidak mandi jenabah, tetapi bertayamum, lalu shalat Subuh bersama teman-temannya yang lain.

Kasus ini dilaporkan kepada baginda Nabi SAW. Lalu, Nabi SAW bertanya, “Hai Amr, Apakah kamu shalat Subuh sedangkan kamu dalam keadaan junub?”

“Ya, tuan,” jawab Amr. “Aku khawatir atas diriku,” tegas Amr lagi. Ia kemudian membaca ayat ini: “Janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS Al-Nisa’ [4]: 29). Mendengar jawaban Amr, Rasulullah SAW tersenyum dan diam tak berkata lagi. (HR Bukhari).

Prinsip kemudahan (taysir) sangat jelas dalam Islam, seperti tampak dalam kisah Amr ini. Setiap kesulitan, pada dasarnya, menuntut kemudahan (al-Masyaqqah tajlib al-taysir). Kalau diperhatikan secara seksama, setiap ibadah dalam Islam disediakan kemudahan-kemudahan. Sekadar contoh, bersuci dalam kondisi normal harus dilakukan dengan air. Tapi, dalam kondisi sulit, seperti menimpa sahabat Amr tadi, bersuci dapat dilakukan dengan tayamum.

Shalat, seperti umum diketahui, harus dilakukan dengan berdiri. Akan tetapi, bagi yang tak mampu berdiri, ia boleh melakukannya dengan duduk, bahkan dengan berbaring saja. Begitu juga disediakan kemudahan dalam ibadah puasa, haji, dan seterusnya. Dalam terminologi fikih, kemudahan-kemudahan itu dinamakan “Rukhshah,” yaitu pengurangan beban sebagai wujud kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya.

Meskipun mudah dan disediakan banyak kemudahan, namun kemudahan itu bukan sesuatu yang gratis (free of charge). Kemudahan-kemudahan itu menuntut persyaratan dan kondisi-kondisinya sendiri. Misalnya, adanya kesulitan (masyaqqah) seperti telah dikemukakan. Persyaratan lain ialah bahwa kemudahan (alternatif) yang disediakan bukanlah dosa atau perkara yang dilarang oleh Allah SWT.

Dalam hadis shahih disebutkan bahwa setiap kali Nabi dihadapkan pada dua pilihan, beliau selalu memilih yang paling mudah dari keduanya (aysaruhuma). Akan tetapi, kalau pilihan kemudahan itu merupakan dosa maka beliau adalah orang yang mula-mula lari dan menjauhkan diri darinya. (HR. Bukhari dari Aisyah).

Berbagai kemudahan agama itu diberikan oleh Allah SWT untuk tujuan dan maksud yang mulia. Pertama, memastikan agar manusia dapat menjalankan agama tanpa susah payah dalam dimensi ruang dan waktu. Kedua, mendorong dan memotivasi manusia agar rajin dan semangat menjalankan agama, lantaran bisa dilakukan dengan mudah dan tanpa kesulitan.

Karena agama itu mudah maka tidak boleh ada opini yang menggambarkan bahwa agama (beragama) itu seolah-olah menyusahkan. Inilah pandangan yang ditolak Allah. “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj [22]: 78). Wallahu a`lam!

Curhatan Hati Seorang Muslim Tionghoa

Nama saya Felix Y. Siauw, kelahiran Palembang 26 tahun yang lalu, dan setidaknya dalam jangka waktu yang lebih dari 1/4 abad itu saya sudah merasakan banyak sekali kesulitan dan kebahagiaan hidup. Setidaknya ada 4 momen paling bahagia bagi saya, yaitu tahun 2002 ketika saya memutuskan untuk mengganti keyakinan dengan mengakui Allah Ta’ala, sebagai satu-satunya Tuhan dan sesembahan.

Tahun 2006 ketika saya menikahi seorang muslimah yang kelak memberikan saya 2 momen bahagia lagi; kelahiran Alila Shaffiya asy-Syarifah pada tahun 2008 dan Shifr Muhammad al-Fatih pada tahun 2010.

Dari nama yang saya publish, sebagian besar pasti memahami bahwasanya saya tergolong etnis Cina. Dan inilah salah satu sebab kenapa saya menulis tulisan ini, disamping alasan utamanya adalah karena kewajiban mendakwahkan Islam dan pemikiran-pemikirannya ke seluruh dunia.

Ini adalah sebuah curahan hati dan aduan serta penjelasan dari seorang Ayah, Muslim-“Cina”. Walaupun banyak kasus lain yang saya alami berkaitan dengan ide bid’ah nasionalisme yang diwariskan Belanda dan Barat, saya akan sedikit memfokuskan pada satu kisah yang baru saja saya alami.

Berawal ketika Istri saya yang melahirkan anak keduanya di RS. Budi Kemuliaan Jakarta Pusat, setelah itu seperti biasa, atas nama pribadi ada beberapa karyawan yang menawarkan jasa pembuatan akte kelahiran putra saya. Dan kami pun menyambut baik tawaran yang dibandrol dengan harga Rp. 100.000. Tak berapa lama, setelah karyawan tadi melihat fisik saya, lalu dia bertanya pada istri:

“Bu, bapaknya muslim bukan? keturunan ya?”
“Muslim kok, emang kenapa mbak?” Jawab istri saya santai,
“Nikahnya pake cara Islam kan?, karena kalo nikahnya beda agama susah ngurusnya bu, dan beda juga biayanya..”
“Ya Islam lah, bedanya apa mbak”, sedikit terintimidasi, Istri saya tetap berusaha santai
“Kalo pribumi 100.000 kalo keturunan 250.000”

Setelah memberitahu saya perihal percakapan ini, dengan agak kesal saya pun mencoba membuktikan perkataan istri saya tadi. Ternyata benar, ada diskriminasi kepengurusan akte kelahiran, dan dokumen yang diperlukan pun lebih daripada yang biasanya.

Walau saya desak dengan berbagai dalil, termasuk dengan dalil bahwa istilah WNI Keturunan sudah dihapuskan, tetap saja tidak ada penjelasan yang memadai kepada saya. Bertambah kekesalan saya, maka saya memutuskan untuk mengurus sendiri akte kelahiran anak kedua saya. Bukan masalah uang, ini masalah ide kufur yang tidak perlu diberikan ruang toleransi.

Langkah pertama adalah melakukan browsing ke Internet ke alamat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil; www.kependudukancapil.go.id, dan di situ saya mendapatkan informasi bahwa pembuatan akte kelahiran biayanya gratis s/d Rp. 5000,-

Dan syaratnya: Surat Keterangan Lahir, KK, KTP Orangtua, dan Surat Pengantar RT/RW yang dilegalkan Kelurahan. Ternyata setelah saya datang pada hari Rabu, 07 Juli 2010, petugas malah meminta akte kelahiran untuk dikonfirmasi apakah saya warga keturunan atau bukan. Dan sekali lagi saya katakan bahwa urusan keturunan sudah tidak ada, semua yang dilahirkan di tanah Indonesia adalah WNI.

Dan setelah itu akhirnya saya tetap diminta membayar Rp. 70.000, sebelum membayar saya menanyakan bukti pembayarannya, sedikit gagap petugas menyatakan bahwa lembar bukti penyerahan dokumen sudah dianggap menjadi bukti pembayaran (nanti coba kita liat ya). Dan yang paling menyakitkan, ditulis lagi dalam keterangan permintaan akte kelahiran bahwa anak saya termasuk Stbld. 1917 (kode pengenal bagi kategori/golongan Warga Negara Indonesia keturunan Tionghoa, apapun agamanya).

Lalu dengan serius saya tanyakan: “Masih berlaku tuh stbld?”
“Oh masih pak, semuanya harus ditulis begitu”
“Oh gitu, kirain jaman belanda aja pake stbld!” sindiran dari saya yang tampaknya tidak dipahami petugas bersangkutan.

Ok, cukup cerita pendahuluan saya, sekarang kita masuk ke pokok pembahasan.

1. Inilah budaya pegawai pemda di Indonesia yang jauh dari kesan profesional dan korup, birokrasi yang terbiasa tidak jujur dan selalu mencari kesempatan atas minimnya data yang mereka beri kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Sehingga seolah-olah masyarakat yang harus membayar mereka karena pelayanan itu, padahal pelayanan mereka sudah dibayar oleh negara.

Sampai setelah saya membayar Rp. 70.000 itu, saya tidak mengetahui kemana uang ini dialokasikan, dan parahnya yang menerima uang ini adalah muslim. Saya terima kalau yang melakukan korupsi ini bila bukan muslim, tapi pelakunya sekali lagi adalah muslim, yang seharusnya menjadi pekerja yang paling jujur karena aqidahnya memerintahkan begitu.

2. Budaya rasialis dan nasionalisme kampungan rupanya masih menjadi mental umat Islam saat ini. Mereka membedakan antara pribumi dan keturunan. Tanpa mereka ketahui bahwa cara ini adalah strategi utama penjajah Belanda dalam melakukan politik divide et impera dan menghancurkan sendi ekonomi dan masyarakat.

Politik rasialis ini dimulai ketika VOC dan Pemerintah Belanda membagi kelompok masyarakat menjadi Inlander (pribumi) dan Vreemde Oosterlinge (Orang Timur Asing, termasuk Cina, Arab dan India), lalu memberikan akses ekonomi kepada Vreemde Oosterlinge terutama orang Cina sehingga pecahlah permusuhan dan kebencian antara Inlander dan Vreemde Oosterlinge (lihat Buku Api Sejarah, Ahmad Mansur Suryanegara).

Politik rasialis ini bahkan dimulai semenjak awal pencatatan akta kelahiran dengan membedakan antara Inlander dan Vreemde Oosterlinge, antara agama penjajah Belanda Kristen dan Katolik serta Islam. Lihat saja akte kelahiran Anda yang muslim pribumi akan mendapatkan kode Stbld. 1920, sedangkan yang nasrani pribumi mendapatkan kode Stbld. 1933, warga keturunan dari timur (Cina, Arab, India, dan lainnya) dengan Stbld. 1917. Akta kelahiran inilah yang menjadi dasar dalam perbedaan perilaku penjajah Belanda dalam masalah pendidikan, pekerjaan dan status sosial.

Sayangnya (baca: bodohnya), pemerintah Indonesia justru mengadopsi Stbld. (Staatsblad, artinya Peraturan Pemerintah Belanda) menjadi aturan dalam pencatatan kelahiran yang otomatis dari awal sudah membedakan membuat rasial penduduknya berdasarkan cara penjajah Belanda membedakannya.

Jadi ketahuan sekali bahwa negara kita secara hukum dan ekonomi masih terjajah dan sama sekali belum merdeka. Nah, wajar kan kalau kita liat konflik horizontal maupun vertikal atas nama etnis masih terjadi di negeri ini? karena memang dari awal pemerintah Indonesia sudah meniatkannya. Membebek penjajah Belanda. Dan hampir sebagian besar hukum kita adalah adopsi Belanda.

Belum puas rupanya dijajah 350 tahun?!

Inilah ikatan-ikatan yang merusak dan terbukti menimbulkan perpecahan dan konflik yang tak berkesudahan. Ikatan yang muncul dari pemikiran yang dangkal dan sempit. Ikatan etnisitas, kekauman dan juga termasuk ikatan nasionalisme kampungan. Ikatan inilah yang menyebabkan muslim Indonesia tidak memperdulikan muslim Palestina hanya karena dibatasi oleh garis-garis khayal batas negara.

Ikatan ini juga yang memenangkan penjajah Belanda ketika membelah ummat Islam Indonesia atas nama etnis. Dan ikatan ini pula yang menyebabkan Arab Saudi, Yordan, Turki, Mesir, Irak, Iran dan semua negara muslim saat ini terpecah belah padahal dahulunya mereka adalah satu kekuatan. Inilah sebuah ikatan palsu yang harus dimusnahkan: fanatisme golongan, bangsa dan semacamnya yang kita kenal dengan kata ashobiyah.

Padahal Rasulullah dengan sangat jelas telah mewanti-wanti agar kita jangan membedakan diri berdasarkan sesuatu yang tidak pernah dipilih manusia atau bagian dari qadar Allah.

Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada wajah kalian dan tidak pula kepada bentuk tubuh kalian, akan tetapi Allah melihat qalbu (akal dan hati) kalian dan perbuatan kalian (HR Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurrairah)

Maka benarlah dalam aturan kewarganegaraan Daulah Madinah ketika Rasulullah saw. menjadi kepala negara, beliau hanya membedakan 2 jenis penduduk; muslim dan kafir. Begitu pula yang dilaksanakan Khulafaur Rasyidin setelah beliau dan Khalifah-khalifah setelah mereka sampai runtuhnya Daulah Khilafah Islam Utsmaniyah tahun 1924. Artinya pembedaan kewarganegraan adalah berdasarkan pengakuannya atas Islam, bukan yang lain seperti fanatisme golongan atau bangsa.

Juga larangan sempurna dari Rasulullah atas sikap fanatisme golongan, bangsa dan semacamnya yang dirangkum dalam larangan ashobiyah.

Siapa saja yang berperang di bawah panji kebodohan marah karena suku, atau menyeru kepada suku atau membela suku lalu terbunuh maka ia terbunuh secara jahiliyah (HR Muslim)

Bukan dari golongan kami siapa saja yang mengajak kepada ashobiyah, bukan pula dari golongan kami orang yang berperang karena ashobiyah, dan tidak juga termasuk golongan kami orang yang mati karena ashobiyah (HR Abu Dawud)

Tidak ada keistimewaan khusus karena warna kulit, karena jenis dan karena tanah air. Dan tidak halal seorang muslim merasa fanatik (ta’ashub) karena warna kulitnya melebihi kulit orang lain, karena golongannya melebihi golongan lain dan karena daerahnya melebihi daerah orang lain. Pribumi ataupun keturunan. Bahkan Islam menaruh ikatan semacam ini dalam posisi yang paling rendah karena pemikiran semacam ini adalah bathil.

Tapi inilah kondisi masyarakat dan ummat, mereka mempunyai cap tertentu bagi etnis tertentu, dan akhirnya bukan melihat karena ketakwaannya tetapi karena bentuk wajahnya. Hanya karena seseorang berwajah Arab lantas setiap bertemu tangannya dicium, karena persangkaan bahwa arab identik dengan Islam (ironis).

Hanya karena seseorang berwajah Cina lantas diidentikkan dengan kafir? (lebih ironis), lebih aneh lagi kalau ketemu bule semuanya serba senang, sumringah dan berjalan menunduk ( benar-benar kacau).

Inilah mental-mental terjajah, mental yang sangat ridho dan bangga kepada negara yang menjajahnya tapi lupa sama sekali dengan Tuhan yang menciptakan dirinya dan memberinya kenikmatan. Padahal kita semua sebagai Muslim tidak diseru kecuali berpegang pada aqidah yang satu, ikatan yang satu, perintah yang satu dan kepemimpinan yang satu. Tauhid dalam segala bidang.

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai (QS ali Imraan [3]: 103)

Seandainya saja Rasulullah masih ada, maka tentu dia akan menghapuskan segala macam diskriminasi dan rasialisme yang diwariskan dunia Barat kepada kaum Muslim. Seandainya saja Umar bin Khattab masih ada, maka pastilah beliau sendiri yang akan menghunus pedangnya untuk memenggal penyeru ashobiyah.

Tapi mereka telah tiada, namun bukan tanpa warisan. Rasulullah menyiapkan sebuah sistem buat ummatnya agar ummatnya dapat bersatu padu dan kuat dalam satu kepemimpinan di seluruh dunia. Insya Allah saat Khilafah Islam tegak satu saat nanti, Khalifah-lah yang akan memneri komando kaum Muslim membunuh sifat ashobiyah.

Penulis : Felix Siauw
www.felixsiauw.com
Islamic Inspirator

Dua Jenazah Sahabat Yang Masih Utuh

Pada tahun 1932 Masehi (atau tahun 1351 Hijriyah), raja Iraq yang bernama Shah Faisal I bermimpi dimana dalam mimpinya ia ditegur oleh Hudzaifah al-Yamani (salah seorang sahabat Nabi) yang berkata:

“Wahai raja! Ambillah jenazahku dan jenazah Jabir al-Anshari (juga salah seorang sahabat nabi) dari tepian sungai Tigris dan kemudian kuburkan kembali di tempat yang aman karena kuburanku sekarang dipenuhi oleh air; kuburan Jabir juga sedang dipenuhi oleh air.”

Mimpi yang sama terjadi berulang-ulang pada malam-malam berikutnya akan tetapi raja Faisal I tidak peduli dengan mimpi itu karena ia merasa ada hal-hal lain yang jauh lebih penting dalam kehidupannya yang berupa urusan-urusan kenegaraan. Pada malam ketiga Hudzaifah al-Yamani hadir dalam mimpi Mufti Besar Iraq. Hudzaifah al-Yamani berkata dalam mimpi sang Mufti itu:

“Aku telah memberitahu raja dua malam sebelumnya untuk memindahkan jenazahku akan tetapi tampaknya ia tidak peduli. Beritahukanlah kepada raja agar ia mau sedikit berempati untuk memindahkan kuburan-kuburan kami.”

Lalu setelah mendiskusikan masalah ini, raja Faisal, disertai oleh Perdana Menteri dan Mufti Besar bermaksud untuk melaksanakan tugas ini. Kemudian diumumkan kepada khalayak bahwa rencana ini akan dilangsungkan pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah shalat Dzhuhur dan Ashar. Kuburan kedua sahabat Nabi itu akan dibuka dan jenazahnya (atau mungkin kerangkanya) akan dipindahkan ke tempat lain.

Karena pada waktu itu sedang musim haji, maka para jamaah haji juga ikut berkumpul di kota Mekah. Mereka meminta Raja Faisal I agar proses ekskavasi itu ditunda hingga mereka selesai beribadah haji. Akhirnya Raja Faisal setuju untuk menangguhkannya hingga tanggal 20 Dzulhijjah.

Setelah shalat Dzuhur dan Ashar, pada tanggal 20 Dzulhijjah tahun 1351 (Hijriah) atau tahun 1932 Masehi, orang-orang berdatangan ke kota Baghdad. Yang datang bukan saja kaum Muslimin melainkan juga kaum Non-Muslim. Mereka berkumpul di kota Baghdad hingga penuh sesak. Ketika kuburan Hudzaifah al-Yamani dibuka segera mereka melihat bahwa kuburan itu dipenuhi air di dalamnya. Tubuh Hudzaifah al-Yamani diangkat dengan menggunakan katrol dengan sangat hati-hati agar tidak rusak dan kemudian jenazah yang tampak masih sangat segar itu dibaringkan di sebuah tandu. Kemudian Raja Faisal beserta Mufti Besar, Perdana Menteri dan Pangeran Faruq dari Mesir mendapatkan kehormatan untuk mengangkat tandu itu bersama-sama dan kemudian meletakkan jenazah segar itu ke sebuah peti mati dari kaca yang dibuat khusus untuk menyimpan jenazah-jenazah itu. Tubuh Jabir bin Abdullah Al-Ansari juga dipindahkan ke peti mati dari kaca yang sama dengan cara yang sama hati-hatinya dan dengan segenap penghormatan.

Pemandangan yang sangat menakjubkan itu sekarang sedang dilihat oleh banyak orang laki-laki dan perempuan, muda dan tua, miskin dan kaya, Muslim dan Non-Muslim. Kedua jenazah suci dari sahabat sejati Nabi yang kurang dikenal kaum Muslimin ini kelihatan masih segar dan tak tersentuh bakteri pengurai sedikitpun. Keduanya dengan mata terbuka menatap kedepan membuat para penonton terperangah dan tak bisa menutup mulutnya. Kebisuan mengharu biru. Mereka seolah tak percaya atas apa yang mereka saksikan pada hari itu.

Selain tubuh keduanya yang tampak segar bugar; juga pakaian yang mereka kenakan pada saat dikubur semuanya utuh dan kalau dilihat sekilas seolah-olah kedua sahabat nabi dan pahlawan Islam ini masih hidup dan hanya terbaring saja. Kedua jasad suci ini akhirnya dibawa dan dikebumikan kembali di kuburan yang baru tidak jauh dari kuburan sahabat sejati nabi lainnya yaitu Salman Al-Farisi yang terletak di Salman Park kurang lebih 30 mil jauhnya dari kota Baghdad. Kejadian ajaib ini sangat mengundang kekaguman para ilmuwan, kaum filsafat, dan para dokter. Mereka yang biasanya sangat sering berkicau memberikan analisa sesuai dengan bidangnya masing-masing, kali ini tertunduk bisu terkesima dengan kejadian yang teramat langka.

Salah satu dari mereka ialah seorang ahli fisiologis dari Jerman yang kelihatan sekali sangat tertarik dengan fenomena ini. Ia sangat ingin melihat kondisi tubuh jenazah kedua sahabat nabi itu yang pernah dikuburkan selama kurang lebih 1300 tahun lamanya. Oleh karena itu, ia serta merta langsung mendatangi Mufti Besar Iraq. Sesampainya ia di tempat dimana peristiwa akbar itu terjadi, ia langsung memegang kedua tangan sang Mufti dengan eratnya sambil berkata:

“Bukti apalagi yang bisa lebih menguatkan bahwa Islam itu benar. Aku sekarang akan masuk Islam dan tolong ajari aku tentang Islam”

Di hadapan orang banyak beribu-ribu jumlahnya yang menyaksikan dirinya, dokter dari Jerman itu menyatakan keIslamannya. Demi melihat itu banyak orang lainnya yang beragama Kristen atau Yahudi turut juga menyatakan diri sebagai Muslim pada saat itu karena mereka telah melihat bukti yang sangat nyata dipampangkan di depan mereka. Ini bukan yang pertama dan terakhir. Masih banyak lagi kaum Nasrani dan Yahudi serta dari agama lain yang berbondong-bondong masuk Islam karena telah menyaksikan atau turut mendengar kejadian aneh nan menakjubkan.

Tulisan tersebut di atas dikutip dari sebuah suratkabar di Pakistan yang bertajuk “Daily Jang” edisi tanggal 7 Juni 1970.

Siapakah kedua sahabat itu:

Hudzaifah Al-Yamani (Radhiallahu ‘anhu):

Ia adalah seorang sahabat Nabi yang sangat dipercayai oleh Nabi. Ia juga termasuk kedalam kelompok orang yang ikut dalam proses penguburan Fathimah Az-Zahra. Banyak sekali peristiwa dalam sejarah yang menunjukkan bahwa Hudzaifah al-Yamani itu adalah seorang sahabat Rasulullah yang sangat setia. Ia bersedia dipanggil oleh Rasulullah untuk berperang di dalam perang Khandaq (perang parit). Waktu itu Rasulullah menawarkan surga kepada siapapun yang berani untuk masuk ke wilayah musuh dalam tugas memata-matai kekuatan musuh. Itu adalah pekerjaan yang sangat berbahaya akan tetapi Hudzaifah al-Yamani bersedia melakukannya.

Hudzaifah juga dikenal orang sebagai “Si Pemegang Rahasia”, karena Rasulullah telah memberikan nama-nama dan ciri-ciri dari orang-orang yang munafik yang bermaksud untuk membunuh Nabi pada perjalanan pulang sekembalinya dari perang Tabuk. Akan tetapi Rasulullah memintanya untuk tidak membocorkan rahasia itu.

Hudzaifah al-Yamani pernah ditunjuk sebagai gubernur kota Madain (sebuah tempat di dekat kota Baghdad, Iraq) pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan ia tetap menjalankan tugasnya hingga Ali ditunjuk umat untuk menjadi Khalifah sepeninggal Umar bin Khattab yang tewas di tangan seorang Yahudi. Hudzaifah al-Yamani meninggal dunia pada tahun 36 Hijriyah. Hudzaifah al-Yamani dikebumikan di kota Madain.

Jabir bin Abdullah Al-Ansari (Radhiallahu ‘anhu):

Jabir bin Abdullah al-Ansari juga adalah seorang sahabat Nabi yang utama dan mulia diantara para sahabat nabi lainnya. Jabir bin Abdullah al-Ansari selalu berada di front terdepan dalam kurang lebih 18 peperangan yang ia ikuti untuk membela Islam. Jabir bin Abdullah al-Ansari diberkahi umur yang cukup panjang sehingga ia masih hidup pada jaman Imam Muhammad al-Baqir dan puteranya yaitu Imam Ja’far as-Sadiq (keturunan Fatimah).

Tentang Jabir, Imam Ja’far as-Sadiq pernah berkata:
“Jabir bin Abdullah al-Ansari adalah sahabat Rasulullah satu-satunya yang tersisa”

Jabir bin Abdullah al-Ansari meninggal pada usia 94 tahun dan dikebumikan di kota Madain.

http://www.facebook.com/IslamicMotivationIndonesia

Tatsabbut dan Tabayyun

Tatsabbut sangat dibutuhkan di zaman yang penuh fitnah ini, Allah telah memerintahkan kita untuk tatsabbut sebagaimana firman-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kalian orang fasiq dengan membawa berita, maka periksalah dahulu dengan teliti, agar kalian tidak menuduh suatu kaum dengan kebodohan, lalu kalian menyesal akibat perbuatan yang telah kalian lakukan.” (QS. Al Hujurat : 6).

Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan terang baginya.” (Fathul Qadir, 5:65).

Ia adalah konsekwensi sikap Al Anah yang disebutkan dalam hadits:
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai oleh Allah yaitu Al Hilmu dan Al Anah.” (HR Muslim).

Al Anah adalah tenang dalam menghadapi gejolak dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil sikap, dan tatsabbut kita lakukan dalam berbagai macam kabar yang sampai kepada kita, terutama ketika menghadapi beberapa perkara berikut ini:

a. Isu dan Kabar Burung
Sesungguhnya kehidupan masyarakat tidak lepas dari isu dan kabar burung, ini disebabkan oleh adanya tiga jenis manusia: Pertama adalah orang yang menggunakan isu untuk merusak kehidupan masyarakat Islam, yaitu dari kalangan orang-orang munafik dan non muslim. Kedua adalah orang yang mudah menerima kabar dan segera menyampaikannya kepada orang lain tanpa memeriksa kebenarannya. Dan yang ketiga adalah orang yang mudah berburuk sangka atau cepat menyimpulkan lalu ia segera mengabarkan kepada orang lain berdasarkan sangkaan yang salah tersebut.

Jenis yang pertama dan kedua ditunjukkan dalam kisah dimana Aisyah dituduh berzina dengan seorang shahabat sehingga kota Madinah pun berguncang dan sebagian shahabat terpengaruh oleh kabar burung yang disebarkan oleh orang-orang Munafik, lalu Allah menurunkan ayat-ayat Alquran [QS. An Nuur: 11-20] yang membersihkan nama Aisyah dan mengancam orang yang membuat isu dengan adzab yang pedih.

Adapun jenis yang ketiga ditunjukkan oleh kisah Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam mengisolir istri-istrinya selama dua puluh sembilan hari, lalu dipahami oleh sebagian shahabat bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menalak istri-istrinya, sehingga tersebarlah isu bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menalak istri-istrinya, namun ketika ditanyakan langsung oleh Umar apakah engkau menalak istri-istrimu? Beliau menjawab, “Tidak”.

Isu dan kabar burung adalah penyakit yang berat yang dapat merusak nama baik seseorang. Oleh karena itu, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita menyampaikan semua kabar yang kita dengar tanpa diperiksa terlebih dahulu. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Cukuplah bagi seseorang kedustaan; ia menyampaikan semua kabar yang ia dengar.” (HR. Muslim).

Dan menyebarkan isu adalah perangai yang dibenci oleh Allah dan tidak layak bagi seorang mukmin, Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah membenci untukmu tiga perkara: kata anu kata anu (isu), menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya (yang tidak-tidak).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Terlebih bila isu tersebut berhubungan dengan kehormatan seorang muslim, maka hendaknya kita lebih berhati-hati agar kita tidak menuduh seseorang dengan kebodohan lalu menjadi penyesalan bagi kita kelak, Syaikh Abdul ‘Aziz As Sadhan rahimahullah berkata, “Apabila isu itu berhubungan dengan orang yang shalih dan baik, maka hendaklah berbaik sangka terlebih dahulu dan memberikan udzur (dispensasi) untuknya jika udzur itu masih diterima secara syariat”. [Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi]

Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu berkata, “Janganlah engkau berprasangka buruk terhadap kalimat yang keluar dari mulut seorang muslim sementara engkau masih menemukan untuknya makna dalam kebaikan.” [Kanzul ‘ummal, no. 44372]

Syaikh Utsaimin rahimahullah berkata, “Kabar apapun apabila engkau ingin menukilnya, wajib memeriksanya terlebih dahulu, apakah benar kabar tersebut dari orang yang engkau nukil atau tidak. Kemudian jika benar, maka jangan langsung menghukumi sampai engkau periksa dalam vonis tersebut, barangkali kabar yang engkau dengar berdasarkan pada pokok yang engkau tidak mengetahuinya sehingga engkau memvonis bahwa ia di atas kesalahan, namun kenyataannya tidak salah.” [Syarah Hilyah Tholibil ‘Ilmi]

b. Menukil Ilmu
Seorang muslim terlebih penuntut ilmu wajib berhati-hati dalam menerima segala kutipan dari kitab-kitab atau penceramah yang tidak sejalan dengan sunnah. Karena seringkali kita dapati mereka mengutip suatu dalil dengan tidak lengkap atau menisbatkan hadits kepada shahih Bukhari dan Muslim misalnya, namun setelah diperiksa ternyata hadits tersebut tidak ada pada kedua kitab tersebut. Terkadang juga membawakan pendapat ulama dengan cara memenggalnya sebatas yang mendukung dugaan mereka dan menghilangkan sebagian kata yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka dan lain sebagainya. “Mereka tidak mempunyai ilmu kecuali mengikuti sangkaan belaka, dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin.” (QS. An Nisaa: 157).

c. Berita dan Peristiwa
Banyak peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia ini merupakan hasil rekayasa orang-orang yang dengki terhadap Islam dan kaum muslimin. Mereka berusaha menyulut api fitnah dan membakar semangat orang-orang yang mempunyai ghirah yang tinggi terhadap Islam, sehingga banyak orang-orang tidak tahu termakan dan dipermainkan oleh berita.

Seorang muslim yang berpegang kepada sunnah bukanlah orang yang mudah terpengaruh dan terpicu oleh api fitnah. Mereka memeriksa dengan teliti segala berita yang ia dengar atau saksikan dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil sikap. Mereka memandang jauh dengan keilmuan yang dalam dan tajam tentang hakikat di balik sebuah peristiwa, sebelum mereka menyebarkan kabar tersebut, sehingga ia mengetahui sikap apa yang harus ia lakukan.

Dan selayaknya kabar-kabar dan peristiwa yang ada hendaknya diserahkan kepada para ulama dan orang-orang yang mempunyai pengalaman, agar mereka memahaminya dan meletakkannya pada tempatnya. Demikianlah seharusnya sikap kaum muslimin mengamalkan firman Allah, “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalaulah mereka menyerahkan kepada Rasul dan ulil amri (para ulama) diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka. Kalaulah bukan karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti setan kecuali sebagian kecil saja di antaramu.” (QS. An Nisaa : 83).

Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah berkata, “Ini adalah pemberian adab/tata cara dari Allah kepada hamba-hamba-Nya bahwa perbuatan (menebarkan setiap berita) itu tidak layak. Hendaknya apabila datang kepada mereka berita tentang urusan-urusan yang penting dan kemashlahatan umum yang berhubungan dengan keamanan dan kegembiraan kaum muslimin atau berhubungan dengan ketakutan yang menjadi musibah agar diperiksa dahulu secara seksama (tatsabbut) dan janganlah tergesa-gesa menyebarkan berita tersebut, akan tetapi mengembalikannya kepada Rasul dan ulil amri yaitu ahli ilmu dan akal yang mengetahui hakikat perkara itu dan mengetahui kemashlahatan dan kebalikannya. Jika mereka memandang bahwa menyebarkannya dapat memberikan mashlahat dan kegembiraan kepada kaum muslimin dan keselamatan dari musuh mereka, tidak mengapa dilakukan. Dan jika mereka memandang bahwa menyebarkannya tidak memberikan mashlahat, atau ada padanya mashlahat namun madharatnya lebih banyak maka tidak boleh disebarkan.”[Taisir Al Karimirrahman, Hal. 154]

Syaikh Muhamad Al ‘Aqil hafizhahullah berkata, “Di antara keanehan keadaan umat di zaman ini, yaitu bahwa orang-orang yang menukil berita dan segera menyebarkannya tidak dapat membedakan siapa yang membawa berita itu. Engkau lihat ia meriwayatkan berita dari majalah atau media milik orang-orang kufar dan menjadikannya sebagai kabar yang menghasilkan keyakinan. Dengan itu ia membangun di atasnya masalah-masalah yang berbahaya yang berhubungan dengan mashlahat umat. Apakah mereka tidak mengetahui bahwa orang kafir tidak layak dijadikan sebagai rujukan dalam menerima berita. Tidakkah mereka tahu bahwa orang-orang kafir itu menyebarkan kabar-kabar tersebut untuk memporak-porandakan barisan kaum muslimin dan menebarkan ketakutan, kelemahan, dan keraguan kepada umat?” [ Al Fitnah, Hal. 75]

Terapi terhadap sikap tiada tabayyun
1. Senatiasa meningkatkan ketaqwaan, karena salahsatu di antara keutamaan taqwa adalah Allaah akan memberikan ‘Furqan’ kepadanya, yaitu kemampuan membedakan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang bohong. [QS AlAnfal:29].

2. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki sikap tabayyun. Hal ini akan banyak memberi manfaat baginya kepada sikap kritis, penuh pemikiran dan pertimbangan hingga ia selamat dari ketergelinciran dan salah langkah dalam mengambil langkah dan tindakan.

3.Membaca, memahami,merenungi dan mengamalkan ayat-ayat yang membahas tabayyun (misalnya AlHujurat :6, Annisaa :94).

4. Membiasakan diri untuk selalu berprasangka baik terhadap muslim lainnya. (QS. Annuur :12).

” Ya Allaah, lapangkanlah dada kami, tenangkanlah jiwa dan fikiran kami, karuniakanlah sifat tabayyun pada diri kami, sehingga kami dapat menyikapi semua berita yang sampai kepada kami dengan benar sesuai kehendak-Mu”.

Penulis: Ustadz Badrussalam
www.cintasunnah.com

Apa sih arti atau makna TABAYYUN

Tabayyun secara bahasa memiliki arti mencari kejelasan tentang sesuatu hingga jelas benar keadaannya. Sedangkan secara istilah adalah meneliti dan meyeleksi berita, tidak tergesa-gesa dalam memutuskan masalah baik dalam hal hukum, kebijakan dan sebagainya hingga jelas benar permasalahannya.

Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam pergaulan. Hadits-hadits Rasulullah dapat diteliti keshahihannnya antara lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini.

Begitu pula dalam kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesamanya karena ia melakukan tabayyun dengan baik.

Oleh karena itu, pantaslah Allah Ta’ala memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari,” Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti (tabayyun), agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”.

Bahaya meninggalkan tabayyun

1. Menuduh orang baik dan bersih dengan dusta.
Seperti kasus yang menimpa istri Rasulullaah saw yaitu Aisyah ra. Ia telah dituduh dengan tuduhan palsu oleh Abdullaah bin Ubai bin Salul, gembong munafiqin Madinah. Isi tuduhan itu adalah bahwa Aisyah ra telah berbuat selingkuh dengan seorang lelaki bernama Shofwan bin Muathal. Padahal bagaimana mungkin Aisyah ra akan melakukan perbuatan itu setelah Allaah swt memuliakannya dengan Islam dan menjadikannya sebagai istri Rasulullaah saw. Namun karena gencarnya Abdullaah bin Ubai bin Salul menyebarkan kebohongan itu sehingga ada beberapa orang penduduk Madinah yang tanpa tabayyun, koreksi dan teliti ikut menyebarkannya hingga hampir semua penduduk Madinah terpengaruh dan hampir mempercayai berita tersebut. Tuduhan ini membuat Aisyah ra goncang dan stress, bahkan dirasakan pula oleh Rasulullaah saw dan mertuanya. Akhirnya Allaah swt menurunkan ayat yang isinya mensucikan dan membebaskan Aisyah ra dari tuduhan keji ini[baca QS Annuur 11-12].

2. Timbul kecemasan dan penyesalan.
Diantara shahabat yang terpengaruh oleh berita dusta yang disebarkan oleh Abdullaah bin Ubai bin Salul itu adalah antara lain Misthah bin Atsasah dan Hasan bin Tsabit. Mereka itu mengalami kecemasan dan penyesalan yang dalam setelah wahyu turun dari langit yang menerangkan duduk masalahnya. Mereka merasakan seakan-akan baru memsuki Islam sebelum hari itu, bahkan kecemasan dan penyesalan tersebut tetap mereka rasakan selamanya hingga mereka menemui Rabbnya[QS AlHujurat 6].

3. Terjadinya kesalahfahaman bahkan pertumpahan darah.
Usamah bin Zaid ra bertutur: Rasulullaah saw telah mengutus kami untuk suatu pertempuran, maka kami tiba di tempat yang dituju pada pagi hari. Kami pun meyerbu musuh. Pada saat itu saya dan seorang dari kaum Anshar mengejar salah seorang musuh. Setelah kami mengepungnya, musuh pun tak bisa melarikan diri. Di saat itulah dia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah. Temanku dari Anshar mampu menahan diri, sedangkan saya langsung menghujamkan tombak hingga dia tewas. Setelah saya tiba di Madinah, kabar itu sampai kepada Rasulullaah saw. Beliau bersabda:” Hai Usamah, mengapa engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah?Saya jawab:” Dia mengucapkan itu hanya untuk melindungi diri”. Namun Rasulullaah saw terus mengulang-ulang pertanyaan itu, hingga saya merasa belum pernah masuk Islam sebelumnya{HR.
Bukhari].(Dalam riwayat Muslim, Nabi saw bertanya kepada Usamah dengan “Apakah kamu telah membedah hatinya?”).

Hadits ini memberi pemahaman bahwa Nabi saw marah kepada Usamah bin Zaid ra karena ia telah membunuh musuhnya yang telah mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah, hingga Nabi saw bertanya “Apakah engkau telah teliti dengan jelas (tabayyun) sampai ke lubuk hatinya bahwa ia mengucapkan Laa Ilaaha Illallaah itu karena ia takut senjata dan ingin melindungi diri….dst?”.

Penyebab tiada tabayyun

1. Pendidikan di keluarga.
Sesorang yang hidup di bawah asuhan orang tua yang tidak memiliki sikap tabayyun, maka sikap tersebut kelak akan meresap ke dalam jiwa anaknya hingga akhirnya anak itupun menjadi potret dari kedua orang tuanya yaitu tidak memiliki sikap tabayyun.

2. Tertipu oleh kefasihan kata.
Adakalanya telinga seseorang itu jika mendengarkan kata-kata manis dan menarik lantas menjadi tertipu, padahal itu hanyalah rayuan dan bunga-bunga perkataan, sehingga ia lalai dan tidak tabayyun. Karena itulah Nabi saw bersabda tatkala merasakan gejala ini, “Sesungguhnya kalian mengajukan perkara kepadaku, dan barangkali sebagian dari kamu lebih pintar berbicara dengan alasan-alasannya daripada yang lain, maka barangsiapa yang aku putuskan dengan hak saudaranya karena kepintarannya bermain kata-kata, maka berarti aku telah mengambilkan untuknya sepotong bara api neraka, maka janganlah ia mengambilnya”[HR. Bukhari].

3. Lalai terhadap dampak buruknya.
Seseorang tidak menyadari bahaya buruk meninggalkan tabayyun. Padahal akibatnya akan mencemarkan nama baik orang, penyesalan diri dll.

Terapi terhadap sikap tiada tabayyun
1. Senatiasa meningkatkan ketaqwaan, karena salahsatu di antara keutamaan taqwa adalah Allaah akan memberikan ‘Furqan’ kepadanya, yaitu kemampuan membedakan yang haq dari yang batil, yang benar dari yang bohong. [QS AlAnfal:29].

2. Bergaul dengan orang-orang yang memiliki sikap tabayyun. Hal ini akan banyak memberi manfaat baginya kepada sikap kritis, penuh pemikiran dan pertimbangan hingga ia selamat dari ketergelinciran dan salah langkah dalam mengambil langkah dan tindakan.

3.Membaca, memahami,merenungi dan mengamalkan ayat-ayat yang membahas tabayyun (misalnya AlHujurat 6, Annisaa 94).

4. Membiasakan diri untuk selalu berprasangka baik terhadap muslim lainnya (QS. Annuur 12).

” Ya Allaah, lapangkanlah dada kami, tenangkanlah jiwa dan fikiran kami, karuniakanlah sifat tabayyun pada diri kami, sehingga kami dapat menyikapi semua berita yang sampai kepada kami dengan benar sesuai kehendak-Mu”.

Semoga bermanfaat…

Web Islami


BLOG ISLAMI

Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra, MA (http://dzikra.com/)
Ustadz Abdullah Taslim, MA (http://manisnyaiman.com/)
Ustadz Firanda Andirja, MA. (http://firanda.com/)
Ustadz Abdullah Zaen, MA (http://tunasilmu.com/)
Ustadz Abdullah Roy, MA. (http://tanyajawabagamaislam.blogspot.com/)
Ustadz Aris Munandar, MA. (http://ustadzaris.com/)
Ustadz Muhammad Wasitho, MA (http://www.abufawaz.wordpress.com/)
Ustadz Zainal Abidin, Lc. (http://www.zainalabidin.org/)
Ustadz Abu Ihsan Al Atsari (http://abuihsan.com/)
Ustadz Kholid Syamhudi, Lc. (http://www.ustadzkholid.com/)
Ustadz Abu Yahya Badrussalam, Lc. (http://cintasunnah.com/)
Ustadz Basweidan, Lc. (http://basweidan.com/)
Ustadz Musyaffa Ad Darini, Lc. (http://addariny.wordpress.com/)
Ustadz Fariq Gasim (http://fariqgasimanuz.wordpress.com/)
Ustadz Ahmad Faiz Asifuddin, Lc (http://ustadzfaiz.com/)
Ustadz Abu Zubair, Lc. (http://abuzubair.net/)
Ustadz Muslim Atsary (http://ustadzmuslim.com/)
Ustadz Abu Ubaidah Yusuf As Sidawi (http://abiubaidah.com/)
Ustadz Ahmad Sabiq (http://ahmadsabiq.com/)
Ustadz Sa’id Yai Ardiyansyah, Lc. (http://kajiansaid.wordpress.com/)
Ustadz Marwan Abu Dihyah (http://abu0dihyah.wordpress.com/)
Ustadz Abdullah Shaleh Hadrami (http://kajianislam.net/)
Ustadz Abu Ali, ST.,MEng.,Phd. (http://noorakhmad.blogspot.com/)
Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, ST. (http://rumaysho.com/)
Ustadz Abu Mushlih Ari Wahyudi, Ssi. (http://abumushlih.com/)
Ustadz Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST (http://ikhwanmuslim.com/)
Ustadz Abul Jauzaa (http://abul-jauzaa.blogspot.com/)
Ustadz Abu Salma (http://abusalma.wordpress.com/)
Ustadz Didik Suyadi (http://abukarimah.wordpress.com/)
Ustadz-Ustadz Madinah (http://serambimadinah.com/)
Ustadz Resa Gunarsa, Lc. (http://sabilulilmi.wordpress.com/)
Akh dr.Raehanul Bahraen (http://muslimafiyah.com/)
Akh Apri Hernowo (http://albamalanjy.wordpress.com/)
Akh Ginanjar Indrajati http://alashree.wordpress.com/)
Akh Aryo Abu Shilah (http://tholib.wordpress.com/)
Akh Aditya Budiman http://alhijroh.co.cc/)
Akh Athoilah (http://syaikhulislam.wordpress.com/)
Akh Rian Permana (http://ryper.blogspot.com/)
Akh Bambang Wahono (http://wahonot.wordpress.com/)
Akh Amir UNPAD (http://salafiyunpad.wordpress.com/)
Akh Yulian Purnama (http://kangaswad.wordpress.com/)

WEB ISLAMI (BAHASA INDONESIA)

Muslim.or.id (http://muslim.or.id/)
Al-Manhaj (http://almanhaj.or.id/)
Kajian.net (http://kajian.net/)
Pengusaha Muslim (http://pengusahamuslim.com/)
Ekonomi Syariat (http://ekonomisyariat.com/)
Remaja Islam (http://remajaislam.com/)
Khotbah Jum’at (http://khotbahjumat.com/)
Web Cara Sholat (http://carasholat.com/)
Ahlus Sunnah (http://ahlussunnah.info/)
Majalah Sakinah (http://majalahsakinah.com/)
Majalah Al Furqon (http://www.majalahalfurqon.com/)
Majalah EL-FATA (http://majalah-elfata.com/)
Majalah Al Mawaddah (http://www.almawaddah.or.id/)
Maktabah Mufiidah (http://www.mufiidah.net/)
Maktabah Raudhatul Muhibbin (http://www.raudhatulmuhibbin.org/)
Ulama Syafi’iyyah (http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/)
Salafy ITB (http://salafyitb.wordpress.com/)
Assunnah WEB ID (http://assunnah.web.id/)
Kajian Online Medan (http://www.kajianonlinemedan.com/)
Forum Studi Unand Padang (http://forum-unand.blogspot.com/)
Islam Download (http://www.islam-download.net/)
Hakekat Syi’ah Imamiyah (http://hakekat.com/)
Kursus Bahasa Arab Online (http://badar.muslim.or.id/)
Yayasan Dar el-Iman Padang (http://www.dareliman.or.id/)
Feed Situs As Sunnah (http://situs.assunnah.web.id/)
Forum Assunnah (http://forum.assunnah.web.id/)
Buletin At-Tauhid (http://buletin.muslim.or.id/)
Syababussunnah (http://www.syabaabussunnah.co.cc/)

MUSLIMAH (INDONESIA)

Muslimah.or.id (http://www.muslimah.or.id/)
Pendidikan Anak Bagi Muslimah (http://ummiummi.com/)
Ummu Salma (http://ummusalma.wordpress.com/)
Ummu Ziyad (http://cizkah.com/)
Ummu Shofi (http://ummushofi.wordpress.com/)
Ummul Harits (http://ummulharits.blogspot.com/)
Ummu Zahrah (http://bentengkehidupan.wordpress.com/)
Ummu Shofia – Blog Muslimah dan Kesehatan (http://ummushofiyya.wordpress.com/)
Ustadzah UmmuYasirAl-Atsariyyah (http://mutiarahikmah.com/)
Sukainah Bintu Muhammad Nashiruddin Al Albaniyyah (http://tamammennah.blogspot.com/)
Umm Junayd (http://ummjunayd.info/)

SEARCH ENGINE ISLAMI

Google Assunnah (http://google.assunnah.web.id/)
Yufid (http://yufid.com/)
Blog Yufid (http://yufid.org/)

RADIO & TV ONLINE

Radio Rodja Bogor (http://www.radiorodja.com/)
Radio Muslim Jogja (http://radiomuslim.com/)
Radio Suara Qur’an Sukoharjo (http://suaraquran.com/)
Radio Hang Batam (http://www.hang106.or.id/)
Radio Bass Salatiga (http://bassfmsalatiga.com/)
Radio Al Iman 900 AM Surabaya (http://alimanradio.or.id/)
Radio al Hikmah Surabaya (http://radioalhikmah.com/)
Radio Hidayah Pekan Baru (http://hidayahfm.com/)
Radio Muadz Kendari (http://www.radiomuadz.com/)
Rodja TV (http://rodja.tv/)
Ahsan TV (http://ahsan.tv/)
Sarana Sunnah TV (http://sss-tv.com/)

INFORMASI PENGAJIAN

InfoKajian.Com (http://infokajian.com/)
Info Kajian Muslim (http://muslim.or.id/infokajian/)

SOAL JAWAB ISLAM

Konsultasi Syariah (http://konsultasisyariah.com/)
Soal Jawab Muslim.or.id (http://muslim.or.id/soaljawab/)

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Direktori Sekolah Muslim (http://sekolah.muslim.or.id/)
STDI Imam Asy Syafi’i (http://www.stdiis.ac.id/)
MEDIU Jogja (http://mediujogja.com/)
Ma’had Imam Bukhari Solo (http://bukhari.or.id/)
Ma’had Ali Bin Abi Thalib Surabaya (http://studi.stai-ali.ac.id/)
Madrasah Imam Ahmad bin Hanbal Semarang (http://binhambal.wordpress.com/)
PP Ibnu Taimiyah (http://ibnutaimiyah.com/)
Ma’had Al-Furqon (http://alfurqon.co.id/)
PP Hamalatul Qur’an (http://hamalatulquran.com/)

WEB ILMIAH (BAHASA ARAB)

Ahlul Hadits wal Atsar (http://www.alathar.net/)
Al-Menhaj (http://almenhaj.net/)
Majalah Al-Ashalah (http://asaala.net/)
Majalah Mufiidah (http://mufiidah.com/)
Maktabah Misykatul Islamiyyah (http://www.almeshkat.net/books/)
Maktabah Ruuhul Islam (http://islamspirit.com/)
Maktabah Sahab Salafiyyah (http://www.sahab.org/)
Maktabah Shayidul Fawaid (http://saaid.net/book/index.php)
Markaz Albani (http://albanicenter.net/)
Multaqo Salafiyyah (http://www.salafiyat.com/)
Multaqo Ahlil Hadits (http://www.ahlalhdeeth.com/)
Muntadiyat al-Barq (http://www.al-barq.net/)
Syabakah Imam al-Ajurri (http://www.ajurry.com/)

WEB PARA ULAMA

Abdul Azhim Badawi (http://www.ibnbadawy.com/)
Abdul Aziz ar-Rayyis (http://islamancient.com/)
Abdul Aziz bin Bazz (http://www.ibnbaz.org.sa/)
Abdul Muhsin Abbad (http://www.alabad.jeeran.com/)
Abdullah al-Fauzan (http://www.alfuzan.islamlight.net/)
Abdullah Jibrin (http://www.ibn-jebreen.com/)
Abdus Salam Barjas (http://www.burjes.com/)
Abu Abdil Muiz Firkuz (http://www.ferkous.com/rep/index.php)
Abu Islam Shalih Thaha (http://www.abuislam.net/)
Abu Malik al-Juhanni (http://abumalik.net/)
Abu Umar al-Utaibi (http://www.otiby.net/)
Ali Hasan al-Halabi (http://www.alhalaby.com/)
Ali Ridha (http://www.albaidha.net/vb/)
Ali Yahya al-Haddadi (http://www.haddady.com/)
Alwi as-Saqqof (http://www.dorar.net/)
Hisyam al-Arifi (http://www.aqsasalafi.com/)
Kholid al-Mushlih (http://www.almosleh.com/index.shtml)
Lajnah Daimah (http://www.alifta.com/default.aspx)
M Ismail Muqoddam (http://www.m-ismail.com/)
M. Abdillah al-Imam (http://www.sh-emam.com/)
M. al-Hamud an-Najdi (http://www.al-athary.net/)
M. Aman al-Jami (http://www.aljami.net/)
M. Ibrahim al-Hamd (http://toislam.net/)
M. Khalifah Tamimi (http://www.mediu.org/)
Majdi Arafat (http://www.magdiarafat.com/)
Masyaikh Sudan (http://www.marsed.org/)
Masyhur Hasan Salman (http://www.mashhoor.net/)
Muhammad Al-Maghrawi (http://maghrawi.net/)
Muhammad al-Utsaimin (http://www.ibnothaimeen.com/)
Muhammad Musa Nashr (http://www.m-alnaser.com/)
Muhammad Said Ruslan (http://www.rslan.com/)
Muqbil bin Hadi (http://www.muqbel.net/)
Musthofa al-Adawi (http://aladawy.info/)
Nashir al-Barrak (http://albarrak.islamlight.net/)
Nashirudin al-Albani (http://www.alalbany.net/)
Robi’ al-Madkholi (http://www.rabee.net/)
Sa’ad al-Hushayin (http://www.saad-alhusayen.com/)
Said Abdul Azhim (http://www.al-fath.net/)
Salim Ied al-Hilali (http://islamfuture.net/)
Shalih al-Fauzan (http://www.alfawzan.ws/alfawzan/default.aspx)
Shalih as-Suhaimi (http://www.assuhaimi.com/)
Taqiyudin al-Hilali (http://www.alhilali.net/)
Ulama Yaman (http://www.olamayemen.com/html/)
Wahid Abd Salam Bali (http://www.waheedbaly.com/)
Yahya al-Hajuri (http://www.sh-yahia.net/)

WEB ILMIAH (BAHASA INGGRIS)

Abdur Ra’uf Shakir (http://www.islamlecture.com/)
Ahlul Hadeeth (http://www.ahlulhadeeth.net/php/)
Al Baseerah (http://www.albaseerah.org/)
Al Ibanah (Ismail al-Arcoon) (http://al-ibaanah.com/)
Al-Muflihoon (http://www.almuflihoon.com/)
Albani Center (http://www.asaala.com/)
Call to Islam (http://calltoislam.com/)
Darul Ihsan (http://www.darulehsaan.com/)
Darul Kitab wal Hikmah (http://www.dkh-islam.com/)
DR. Bilal Philips (http://bilalphilips.com/)
DR. Salih as-Saalih (http://www.understand-islam.net/)
Fatwa Online (http://www.fatwa-online.com/)
Islamic Knowledge (http://www.islamicknowledge.co.uk/)
Jalal Abu Alrub (http://www.islamlife.com/news.php)
Madeenah (http://www.madeenah.com/)
Nadir Ahmad (http://www.examinethetruth.com/)
Riyadhus Salihin (http://www.ryadussalihin.org/en/)
Salafi Manhaj (http://salafimanhaj.com/)

Sumber: http://muslim.or.id/link
@Via Islam itu Indah

Cacat Bawaan Demokrasi


Demokrasi, baik di Amerika maupun di Inggris dan negara barat lainnya tengah menjadi obyek telaah pada hari-hari ini. Demokrasi sering kali dikatakan sedang meluncur menuju sistem oligarki (bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh segelintir kelompok elit kecil). Bahkan, ada yang mengatakan bahwa demokrasi sedang bermetamorfosis menjadi otokrasi (suatu bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya dipegang oleh satu orang).

Uang dan kekuatannya sering menjadikan proses pemilihan umum menjadi tidak fair. Afiliasi kekuatan militer dan industri menjadi sangat digdaya, terlebih setelah mengadopsi semboyan “perang melawan terorisme”. Lobi dan korupsi mencemari berbagai proses pemerintahan. Singkat kata, demokrasi tengah berada dalam kondisi yang tidak baik alias sakit. (Simon Jenkins, mantan editor The Times, Guardian, 8 April 2010)

“Democracy is not in good shape (demokrasi dalam keadaan tidak baik/sakit)!” Penggalan artikel Simon Jenkins di atas, mencerminkan kegelisahannya tentang kondisi demokrasi sekarang. Memang, apa yang dikatakan Simon Jenkins benar adanya. Indonesia yang mengadopsi demokasi juga mengalami hal yang sama. Lihatlah, ternyata klaim Abraham Lincoln: demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, tidak terbukti sepenuhnya.

Demokrasi telah membajak suara mayoritas rakyat untuk kepentingan segelintir elite yang haus kekuasaan dan rakus kekayaan. Permainan ini dilakukan oleh segelintir orang yang mengklaim dirinya wakil rakyat atau pemerintah yang dipilih oleh mayoritas rakyat. Mereka membuat kebijakan yang justru jauh dari kepentingan rakyat. Usulan dana aspirasi Rp 15 milyar, dana akal-akalan dengan alasan pembinaan daerah pemilihan yang berarti akan menjebol Rp 8,4 trilyun APBN, pembangunan gedung DPR yang menelan Rp 1,8 trilyun, mencerminkan hal itu.

Di sisi lain, rakyat terus diancam teror kenaikan listrik, BBM, air, mahalnya biaya kesehatan, pendidikan dan kebutuhan pokok lainnya. Tindakan anti rakyat ini meneruskan kebijakan elite sebelumnya yang menaikkan BBM, mengeluarkan UU pro pasar yang menyengsarakan rakyat (UU Migas, UU Penanaman Modal, UU Kelistrikan, UU BHP dll).

Seperti yang dikatakan oleh Simon Jenkins, lobi dan korupsi telah mencemari proses pemerintahan. Memang, demokrasi yang mahal dan elitis telah melahirkan simbiosis mutualisme antara kelompok pemilik modal (kapital) dan politisi yang ujung-ujungnya merugikan rakyat. Sri Mulyani menyebut dengan istilah perkawinan untuk menggantikan istilah kartel politik.

Menurutnya, dengan semua episode yang terjadi di ruang publik, rakyat sebagai pemegang saham utama berhak memilih chief executive officer republik ini dan juga memilih orang-orang yang menjadi pengawas CEO. Proses ini, lanjut Sri, tak murah dan mudah. Untuk mendapatkan dana luar biasa itu, mau tidak mau, kandidat harus “berkolaborasi” dengan sumber finansial. Kandidat di tingkat daerah, tak mungkin kolaborasi pendanaan dibayar dari penghasilan. Satu-satunya cara yang memungkinkan yakni melalui jual beli kebijakan.

Politik transaksional ini kemudian didominasi oleh tawar menawar kekuasaan dan saling mengancam yang berujung pada saling berdamai untuk kepentingan segelintir elite. Kasus Century yang tadinya demikian panas dan menelan dana rakyat Rp 2,5 milyar ini melempem, tidak jelas nasibnya. KPK yang tadinya sangat diharapkan malah mengatakan belum ada indikasi korupsi, padahal keputusan DPR jelas-jelas menyatakan ada penyimpangan. Yang jelas ‘solusi’ Century ini menyelamatkan elite politik yang berkuasa. Presiden SBY tidak tersentuh, Boediono aman, Sri Mulyani selamat, Ical senang. Sementara rakyat gigit jari.

Lobi dan korupsi ini pula yang membuat tatanan hukum negeri ini amburadul dan hancur-hancuran. Dalam kasus penyuapan BI, yang disuap dihukum, sementara yang menyuap masih aman. Susno yang mengangkat kasus korupsi di kepolisian malah dijadikan terdakwa. Sebaliknya yang dituduh korupsi belum tersentuh. Sistem demokrasi ini kemudian melahirkan sistem yang korup di semua lembaga (eksekutif, legislatif, dan yudikatif).

Sakitnya demokrasi ini, jelas bukan sekadar kasuistis atau penyimpangan dari demokrasi, tapi memang cacat bawaan demokrasi. Yang paling mendasar adalah ketika demokrasi menyerahkan kedaulatan di tangan rakyat, dengan asumsi suara mayoritas rakyat adalah kebenaran, suara rakyat sama dengan suara Tuhan. Padahal bagaimana bisa dikatakan benar ketika mayoritas suara rakyat di Amerika bagian selatan pada abad ke 19 mendukung perbudakan, sebagian besar rakyat Jerman memilih Hitler dan mendukung undang-undang Nuremburg pada tahun 1930-an? Atas nama suara rakyat pula jilbab dilarang di Perancis. Pengiriman pasukan Perang ke Irak, Afghanistan, dukungan terhadap Israel juga lewat proses demokrasi AS.

Ketika kebenaran diserahkan pada manusia, di situlah hawa nafsu dan kepentingan manusia lebih dominan. Ketika elite pemilik modal dan politisi mendominasi demokrasi, lahirlah kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri, bukan rakyat. Bukti lain cacat bawaan demokrasi, klaim demokrasi terbukti hanya ilusi. Janji kesejahteraan, stabilitas dunia, menjunjung HAM hanyalah omong kosong. Kampiun demokrasi seperti AS saja gagal. Walhasil, tidak ada jalan lain, bagi kita untuk kembali kepada syariah Islam yang berasal dari Allah SWT yang Maha Sempurna. Menggantikan sistem yang cacat ini.

farid wadjdi
http://aqse1.wordpress.com/2011/01/03/cacat-bawaan-demokrasi/

Tangisan Kaum Pria



Siapa bilang pria tak bisa banyak menangis?

Tahukah bahwa kaum pria sesungguhnya jauh lebih sering "menangis".
Namun mereka menyembunyikan tangisnya di dalam kekuatan akalnya.
Itulah mengapa Allah menyebutkan pada pria terdapat dua kali lipat akal seorang wanita.
Dan itulah sebabnya mengapa tiada yang bisa dilihat melainkan ketegarannya.

Pria menangis karena tanggung jawabn ya di hadapan Tuhannya.
Ia menjadi tonggak penyangga rumah tangga.
Menjadi pengawal Tuhan bagi Ibu, saudara perempuan, istri dan anak-anaknya.

Maka tangisnya tak pernah nampak di bening matanya.
Tangis pria adalah pada keringat yang bercucuran demi menafkahi keluarganya.

Tak pernah terlihat tangisnya pada keluh kesah di lisannya.
Pria menangis dalam letih dan lelahnya menjaga keluarganya dari kelaparan.

Tak pernah terdengar tangisnya pada omelan-omelan di bibirnya.
Pria menangis dalam tegak dan teguhnya demi melindungi keluarganya dari terik matahari, deras hujan dan dinginnnya angin malam.

Tak nampak tangisnya pada peristiwa-peris tiwa kecil dan sepele.
Pria "menangis" dalam kemarahannya jika kehormatan diri dan keluarganya digugat.

Pria "menangis" dengan sigap bangunnya di kegelapan dini hari.
Pria "menangis" dengan bercucuran peluhnya dalam menjemput rezeki.
Pria "menangis" dengan menjaga dan melindungi orang tua, anak dan istri.
Pria "menangis" dengan tenaga dan darahnya menjadi garda bagi agamanya.

Namun,
Pria pun sungguh-sungguh menangis dengan air matanya.
Di kesendiriannya menyadari tanggung jawabnya yang besar di hadapan Tuhannya.
Sungguh tiada yang pantas mendampingi pria berharga seperti itu melainkan wanita mulia yang memahami nilainya.

Indah jalan menuju Tuhan jika wanita shalehah yang menjadi teman.
Pandanglah Ayah ...
Pandanglah Suami ...
Sesungguhnya syurga Allah di dalam keridha'an mereka.

13 Nasehat kehidupan


1. Jika kita memelihara kebencian dan dendam, maka seluruh waktu dan pikiran yang kita miliki akan habis dan kita tidak akan pernah menjadi orang yang produktif.

2. Kekurangan orang lain adalah ladang pahala bagi kita untuk memaafkannya, mendoakannya, memperbaikinya dan menjaga aibnya.

3. Bukan gelar atau jabatan yang menjadikan seseorang mulia. Jika kualitas pribadi buruk, gelar dan jabatan hanyalah topeng tanpa wajah.

4. Ciri seorang pemimpin yang baik akan nampak dari kematangan pribadi, buah karya, serta integrasi antara perkataan dengan perbuatannya.

5. Jika kita belum bisa membagikan harta berupa kekayaan, maka bagikanlah contoh kebaikan.

6. Jangan pernah menyuruh orang lain utk berbuat baik,sebelum menyuruh diri sendiri, awali segalanya dari diri sendiri.

7. Pastikan kita sudah bersedekah hari ini, baik dengan materi, dengan ilmu, tenaga, atau minimal dengan senyuman yang tulus.

8. Para pembohong akan dipenjara oleh kebohongannya sendiri, orang yang jujur akan menikmati kemerdekaan dalam hidupnya.

9. Bila memiliki banyak harta, kita akan menjaga harta. Namun jika kita memiliki banyak ilmu, maka ilmulah yang akan menjaga kita.

10. Jika hati bersih, tak ada waktu untuk berpikir licik, curang atau dengki sekalipun terhadap orang lain.

11. Bekerja keras adalah bagian dari fisik, bekerja cerdas merupakan bagian dari otak, sedangkan bekerja ikhlas ialah bagian dari hati.

12. Jadikanlah setiap kritik bahkan penghinaan sebagai jalan untuk memperbaiki diri, karena tanpa kritik kita menjadi sombong dan takabur.

13. Kita tidak pernah tahu kapan kematian akan menjemput, tapi kita tahu persis seberapa banyak bekal yang sudah dimiliki untuk menghadapinya.

Pencuri Shalat

dakwatuna.com - “Sungguh sejahat-jahatnya pencuri dari kalangan manusia adalah orang yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud mencuri shalatnya?” Beliau Saw berkata, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Dan sungguh orang yang paling pelit (kikir) adalah orang yang pelit mengucapkan salam. (HR. Thabrani & Hakim).

Shalat adalah salah satu ibadah yang wajib dilakukan oleh muslim yang berakal dan telah baligh. Semua Ulama baik salaf maupun khalaf sepakat akan kewajiban shalat dan menghukuminya fardhu ‘ain, kewajiban yang wajib dilakukan oleh tiap-tiap individu. Shalat termasuk rukun Islam yang kedua dan wajib ditegakkan. Sebegitu wajibnya shalat sampai tidak ada rukhsah (keringanan) untuk meninggalkannya bagi seorang muslim. Kalau terlupa/tertidur kita wajib melaksanakan shalat ketika ingat. Jika tidak ada air untuk berwudhu, kita dapat menggantinya dengan tayamum.
Menjaga shalat juga merupakan wasiat Rasulullah sebelum meninggal dunia. “Jagalah shalat, jagalah shalat dan hamba sahayamu”

Pencuri Shalat
Di era modern kini dan di tengah ketatnya persaingan dunia, baik dalam hal bisnis, ekonomi, politik dan sosial budaya, semua orang menginginkan hidup serba instan. Semua ingin dijalankan dengan cepat dan instan serta mudah. Tak terkecuali dalam hal ibadah termasuk shalat. Dengan alasan ingin mempersingkat dan mengefektifkan waktu, banyak muslim yang tergesa-gesa dalam melaksanakan shalat. Hal ini telah diingatkan dengan tegas oleh Rasulullah empat belas abad yang lalu dalam redaksi Thabrani dan Hakim.

“Sungguh sejahat-jahatnya pencuri dari kalangan manusia adalah orang yang mencuri shalatnya.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud mencuri shalatnya?” Beliau Saw berkata, “Ia tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Dan sungguh orang yang paling pelit (kikir) adalah orang yang pelit mengucapkan salam.

”Rasulullah menyebutnya dengan istilah “pencuri yang paling jahat” bagi muslim yang tidak menyempurnakan shalatnya. Tidak menyempurnakan rukuk dan sujudnya. Kita sering marah ketika ada seseorang yang mencuri sandal kita, terlebih lagi jika kita yang menjadi para pencuri shalat karena tergesa-gesa dan tidak menyempurnakan shalat baik dalam rukuk, sujud maupun salamnya.

Dalam redaksi Ahmad & ath-Thayalisi, Dari Abu Hurairah radhiallahu’ anhu berkata: “Kekasihku Rasulullah sallalloohu ‘alaihi wa sallam melarangku bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-noleh seperti musang dan duduk seperti kera.” Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwasanya tergesa-gesa dalam melaksanakan shalat adalah sebuah kesalahan dalam menjalankan shalat. Siapa saja yang mencuri shalat, maka amal ibadahnya menjadi sia-sia di mata Allah. Lebih dahsyat lagi, orang yang mencuri shalat dianggap tidak beragama, “Kamu melihat orang ini, jika dia mati, maka matinya tidak termasuk mengikuti agama Muhammad SAW, dia menyambar shalatnya seperti burung elang menyambar daging.” (HR. Ibnu Huzaimah).

Seorang muslim harus menjaga shalatnya, karena memang amal yang pertama kali dihisab di hari kiamat adalah shalat. Untuk menghindari mencuri dalam shalat, kita perlu mengetahui salah satu rukun dalam shalat yaitu Thuma’ninah.

Thuma’ninah adalah diam beberapa saat setelah tenangnya anggota-anggota badan. Para Ulama memberi batasan minimal dengan lama waktu yang diperlukan seperti ketika membaca tasbih (Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq: 1/124). Dalam bahasa bebasnya, thuma’ninah dapat diartikan slow motion, pelan-pelan, dihayati, dipahami dan dinikmati.

Diriwayatkan, ada seorang lelaki yang masuk ke dalam masjid di waktu Rasulullah SAW sedang duduk. Lalu orang itu melaksanakan shalat. Setelah itu ia memberi salam kepada Rasulullah SAW., tetapi Nabi menolaknya seraya bersabda, “Ulangi shalatmu, karena (sesungguhnya) kamu belum shalat!” Kemudian lelaki itu mengulangi shalatnya. Setelah itu ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah, tetapi Nabi SAW menolaknya sambil berkata, “Ulangilah shalatmu, (sebenarnya) kamu belum shalat!”Laki-laki itu pun mengulangi shalat untuk ketiga kalinya. Selesai shalat ia kembali memberi salam kepada Nabi SAW. Tetapi lagi-lagi beliau menolaknya, dan bersabda, “Ulangilah shalatmu, sebab kamu itu belum melakukan shalat!”

“Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan benar wahai Rasulullah, Inilah shalatku yang terbaik. Sungguh, aku tak bisa melakukan lebih dari ini, maka ajarkanlah shalat yang baik kepadaku,” tanya lelaki itu.“Apabila kamu berdiri (untuk melakukan) shalat, hendaklah dimulai dengan takbir, lalu membaca ayat-ayat Al Qur’an yang engkau anggap paling mudah, lalu rukuklah dengan tenang, kemudian beri’tidallah dengan tegak, lalu sujudlah dengan tenang dan lakukanlah seperti ini pada shalatmu semuanya.” (HR. Bukhari)

Rasulullah benar-benar memperhatikan hal ini, sehingga dengan tegas meminta salah seorang sahabat mengulang shalatnya hingga tiga kali karena meninggalkan ketenangan atau thuma’ninah dalam shalat. Apabila meninggalkan thuma’ninah dalam shalat berarti shalat menjadi tidak sah. Ini sungguh persoalan yang sangat serius. Rasulullah bersabda, “Tidak sah shalat seseorang, sehingga ia menegakkan (meluruskan) punggungnya ketika ruku’ dan sujud” (HR. Abu Dawud: 1/ 533)

Semoga kita senantiasa memperbaiki shalat kita, agar tujuan shalat yang tertuang dalam Al Qur’an surat Al-’Ankabuut ayat 45 benar-benar dapat terwujud. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji & mungkar. Wallahu a’lam bis showab.

Shaleh Finansial

Suatu hari, Umar bin Khatab berjalan di sebuah pasar dan dia melihat seorang sahabatnya sedang membawa barang belanjaan dalam jumlah yang sangat besar.

Maka Umar pun bertanya, "Mengapa engkau membeli demikian banyak barang?"

Sahabatnya itu menjawab, karena aku ingin membelinya!"

Mendengar jawaban itu, Umar marah. "Apakah engkau akan membeli setiap yang engkau inginkan?"

Banyak orang yang membelanjakan hartanya dengan sesuatu yang dia sendiri tidak membutuhkannya, dia hanya menginginkannya. Dan inilah yang membuat Umar gusar. Sahabat utama Rasulullah itu melihat kebiasaan buruk yang tidak menggambarkan esensi ajaran Islam. Dan itu tidak menunjukkan sebuah kesalehan finansial.

Uang yang masuk ke dalam rumah kita hendaknya didapatkan dari sumber yang halal, dengan cara yang baik dan dipergunakan untuk hal-hal yang baik. Seorang yang memiliki kesalehan finansial akan cermat memilih uang yang dia dapatkan dan saat menggunakannya.

Sebab, uang yang dia dapatkan bukan hanya akan dimintai pertanggungjawabannya di dunia, namun juga di akhirat kelak.

Allah telah memberikan bimbingan dan arahan sempurna bagaimana seharusnya seorang Muslim membelanjakan hartanya. Dia tidak boros, tapi juga tidak kikir (pelit). Cara belanja moderat ini menjadi tanda utama yang disebut oleh Allah sebagai Ibadur Rahman. (QS al-Furqan: 67). "Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian."

Allah tidak menyukai orang-orang yang belanja dengan cara yang boros karena orang-orang yang boros itu merupakan teman setan, dan setan sangat kufur pada Tuhannya. Boros dan kikir adalah tindakan tidak cerdas dan tidak saleh.

Keduanya merupakan penyakit jiwa yang menghancurkan. Boros akan mencelakakan diri sendiri dan kikir akan membuat orang lain menderita.

Saleh finansial akan membuat seseorang bersikap arif terhadap uang. Dia beranggapan bahwa uang adalah karunia Allah dan amanah yang harus disyukuri dan dipergunakan dengan benar dan tepat sasaran.

Kesalehan finansialnya akan membuat dia senantiasa mempergunakan uangnya untuk sesuatu yang bermanfaat, baik bagi diri, keluarga, maupun masyarakat umumnya.

Dia akan senantiasa dimintai pertanggungjawaban finansial sangat berat di sisi Allah di hari kemudian. Bila kesalehan finansial ini menjadi kebiasaan yang ada pada para penguasa, politisi, anggota dewan, para petinggi negeri ini pasti korupsi tak akan mendapatkan ruang. Keculasan keuangan akan teredam.

Rasulullah mengingatkan kita tentang pertanyaan yang harus dijawab di hari kiamat. “Kaki seorang hamba tidak akan beranjak pada hari kiamat hingga dia ditanya empat perkara; tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya untuk apa dia pergunakan, tentang hartanya dari mana didapatkan dan untuk apa dibelanjakan, tentang raganya untuk apa dia pergunakan.” (HR Turmidzi).

Ancaman ketidaksalehan finansial ini telah begitu nyata. Banyak orang sudah tak lagi peduli apakah uang yang didapatkan itu melalui jalan halal atau haram. Sungguh benar sabda Rasulullah, “Akan datang sebuah zaman di mana orang tidak lagi peduli dari mana dia mendapatkan harta; apakah lewat jalur halal atau haram.” (HR Bukhari ).

Oleh: Ustaz Samson Rahman
republika.co.id

Andai Hidayah Bisa Dibeli



Andai hidayah itu bisa dibeli di pasar-pasar, aku siap bekerja keras membanting tulang siang dan malam, mencari uang yg sebanyak-banyaknya, agar aku bisa membeli hidayah yg sebanyak-banyaknya pula.
Lalu aku berikan pada keluargaku, karib kerabatku, tetanggaku, teman-temanku, serta siapa saja yg aku cintai dan kuinginkan kebaikan baginya.

Namun...
Hidayah tak bisa dibeli. Hidayah tak dijual. Hidayah tak bisa ditebus dengan segepok uang, tak pula dengan segunung emas permata. Hidayah tak bisa dihadiahkan.

Sebab, hidayah ada di tangan Allah. Milik Allah. Haknya Allah. Terserah kehendak Allah, dianugerahkan kepada siapa.

Hidayah tidaklah diberikan kepada orang yang banyak uang. Namun, Allah karuniakan kepada orang yang tulus mencintai, mencari, serta mempelajari al-Haq.
Allah Maha Tahu, siapa dari kalangan hamba-Nya yang pantas beroleh hidayah.
Yakni hamba yg memang hati nuraninya menghendaki kebaikan untuk dirinya, untuk kebahagiaan akhiratnya. Hidayah akan sulit diraih oleh jiwa yang sombong terhadap kebenaran, serta merasa tak butuh kepada kebaikan dirinya dalam hidup di dunia dan akhirat.

Maka...
Bila engkau hingga hari ini belum mengecap manisnya hidayah, belum berpijak di atas al-Haq, periksalah jiwamu.
Barangkali jiwamu congkak terhadap kebenaran, barangkali malas mencari dan mempelajari kebenaran, hingga hidayah itu tak jua menyapamu.

"Rabbanaa laa tuzigh quluubanaa ba'da idz hadaitanaa wa hab lanaa min ladunka rahmah innaka Antal Wahhaab."
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)."