Kesabaran Suami Terhadap Istri

Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman amirul mukminin, Umar bin Khattab. Ia ingin mengadu kepada khalifah karena tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Sebagai seorang suami dan laki-laki, ia merasa diremehkan dan diinjak-injak harga dirinya. Begitu sampai didepan rumah khalifah, orang tersebut mengucapkan salam dan menunggu khalifah membuka pintu rumahnya. Saat menunggu, laki-laki itu tertegun. Dari dalam rumah, terdengar istri Umar sedang mengomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. tapi, tak sepatah kata pun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengar istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Umar keluar dari rumahnya untuk menemui sang tamu. Ia tidak mendapatkan seorang pun disana, ternyata sang tamu sudah meninggalkan pintu rumahnya. Karena orang itu masih terlihat oleh Umar, maka ia memanggilnya, "Ada perlu apa wahai saudaraku?' tanya Umar setelah orang itu balik lagi kepadanya.

"Wahai Amirul mukminin, aku datang kepadamu hendak menyampaikan keluhanku tentang perilaku istriku yg kurang baik dan kurang menghormatiku. Begitu lancangnya mulutnya merendahkanku. Namun, tatkala aku mendengar suara istrimu dengan suara tinggi memarahimu, sedang engkau tidak membantah sedikitpun, aku segera berbalik tidak jadi melapor. Aku malu pada diriku sendiri melihatmu memperlakukan istri, padahal engkau seorang pemimpin negara.”

Umar menasehati, "wahai saudaraku, aku bersabar terhadap istriku, karena itu haknya. Dialah yg menyiapkan makanan untukku, mencuci dan membersihkan pakaianku, yang menyusui anak-anakku. Padahal, semua itu bukanlah kewajibannya, apalagi aku merasa damai bersama dirinya, karena dialah yang menyelamatkan aku dari perbuatan yang haram. aku bersabar karena semua hal tersebut".

Orang itu menjawab, "Wahai Amirul mukminin, seperti itu juga sebenarnya yang telah diperbuat istriku kepadaku". Umar memberi nasihat, "Sabarlah kamu, semoga Allah selalu memberimu kesabaran".

Kisah-kisah Para Pemburu Mayat Korban Tsunami

Aneh, Mayat Itu Begitu Harum

MAYAT-MAYAT itu seperti tak ada habisnya. Setelah 45 hari pascabencana tsunami, sedikitnya sudah 112.000 mayat yang sudah ditemukan dan dikuburkan. Namun, proses pencarian mayat masih berlanjut. Diperkirakan, mayat yang berada di bawah reruntuhan, gedung, rumah, maupun terendam di rawa-rawa dan belum terevakuasi, jumlahnya masih banyak.

Harus diakui, proses evakuasi mayat merupakan pekerjaan yang cukup berat. Selain jumlahnya demikian banyak, medan yang harus dilalui para relawan juga sangat berat. Bisa dikatakan, tingkat kesulitan yang dihadapi relawan mengevakuasi mayat tak ada bedanya antara hari pertama pascabencana dengan hari ke-45. Serbasulit dan penuh risiko.

Sebagian besar, mayat-mayat berada di bawah reruntuhan bangunan yang ambruk total. Akibatnya, para pemburu mayat mesti mengangkat satu per satu puing-puing yang menutup mayat. Kecuali kalau ada alat berat, pekerjaan evakuasi bisa lebih mudah. Namun, karena jumlah alat berat sangat terbatas, para relawan pun tak terlalu banyak berharap dari alat tersebut. Mereka bekerja secara manual, dengan tangan-tangan mereka.

Satu hal yang patut diberi penghargaan, para relawan seperti tak kenal lelah mengevakuasi mayat. Setiap hari mereka mencari, mengais-ngais di antara reruntuhan, untuk kemudian mengangkat dan menguburkan mayat-mayat tersebut di tempat yang sudah disediakan. Mereka tak dibayar. Bahkan mereka datang ke Aceh dengan ongkos sendiri dan setiap hari makan dengan uang sendiri.

Di antara kelompok pemburu mayat yang paling menonjol, selain Satkorlak Nasional adalah Front Pembela Islam (FPI). Sejak bencana terjadi, FPI telah menurunkan lebih dari 1.300 anggotanya. Saat ini secara bergiliran mereka masih bertugas mencari mayat. Rata-rata setiap hari ada 600 anggota FPI bertugas untuk mencari mayat, tersebar di berbagai daerah bencana di Aceh. Setiap harinya, mereka masih bisa menemukan 100 hingga 300 mayat. Seperti pada Rabu (2/2), FPI menemukan 130 mayat yang tertimbun dalam sebuah ruko di Kedah, Banda Aceh. Mayat-mayat itu sudah hancur, karena lama tertimbun di reruntuhan rumah. Untuk bisa mendapatkan mayat sebanyak itu, mereka harus bekerja selama tiga jam lebih.

Sekjen FPI, Husni Harahap, kepada "PR" mengemukakan, FPI akan terus mencari mayat di Aceh. Menurutnya, mencari mayat lalu menguburnya adalah fardu kifayah. "Alasan kita terus mencari mayat, karena menyelesaikan jenazah hukumnya fardu kifayah. Kita yakin orang yang mati tenggelam adalah syahid. Kita tidak mau membiarkan orang mati syahid, dibiarkan begitu saja. Di Aceh ini masih banyak mayat dengan kondisi rusak, bahkan ada yang dimakan anjing. Itu tidak bisa kita biarkan, maka FPI terus berusaha mencari mayat-mayat di sini," jelas Husni.

Hal lainnya, kata Husni, yang menjadi pertimbangan FPI terus mencari mayat adalah jika mayat-mayat berserakan tidak segera dievakuasi, dikhawatirkan akan memunculkan virus yang membahayakan orang yang masih hidup. Jika sampai virus-virus yang datang dari mayat itu muncul, orang yang sehat atau selamat, bisa terkena musibah lagi. FPI sendiri, lanjut Husni, tidak menghitung berapa mayat yang sudah mereka evakuasi. Biasanya, yang menghitung adalah petugas di bagian penguburan.

Husni mengakui, ada beberapa kejadian aneh dalam mengangkat mayat ini. Misalnya, ada anak buahnya saat malam tiba berteriak-teriak. Tapi, setelah itu mereka zikir bersama untuk menenangkan orang yang berteriak-teriak tadi. Setelah tenang, mereka pun bekerja kembali seperti biasa.

Bagi anggota FPI sendiri, menemukan mayat merupakan sebuah kebahagiaan sendiri. Makin banyak mayat ditemukan, makin gembiralah mereka. Sebaliknya, kedukaan sering muncul saat pulang dari lokasi bencana tanpa menemukan mayat satu pun. "Jadi, kadang kita menjadi sedih, misalkan dari pagi hingga siang tidak juga mendapatkan mayat. Kita sedih, seolah pekerjaan ini sia-sia. Sedihnya lagi, misalkan saja kita melihat ada mayat di tumpukan gedung, tapi ketika akan diambil, susah sekali," ungkap komandan lapangan pencari mayat ini.

Kesedihan lain, ujar Husni, saat relawan akan mengangkat mayat, tiba-tiba mereka memegang tangannya, lalu copot begitu saja. "Aduh hati ini, terasa sedih," katanya.

Pengalaman Heru, santri yang juga salah seorang relawan pemburu mayat anggota FPI asal Jakarta, lain lagi. Ia punya pengalaman yang membuatnya susah untuk dilupakan hingga sekarang. Saat mencari mayat memasuki minggu ketiga di daerah Lampeuk, Kec. Lhoknga, Kab. Aceh Besar, bersama rekan lainnya, mereka mengangkat mayat-mayat yang masih berserakan.

Namun, ketika itu Ia menemukan satu mayat yang ternyata masih utuh. Padahal, memasuki minggu ketiga mayat-mayat umumnya sudah rusak. Hal lain yang membuatnya benar-benar terkejut, mayat laki-laki yang diperkirakan masih berusia muda itu, menebarkan aroma harum. "Saat mengangkat mayat itu, kita semua tertegun. Biasanya, mayat-mayat yang lain saat diangkat baunya menusuk hidung. Tapi mayat yang satu ini, malah harum. Saya yakin Allah telah menjaga jenazah itu," kenang Heru.

Relawan lain, Agus, mengaku punya pengalaman yang aneh selama mencari mayat. Suatu hari ia menemukan mayat bertubuh besar. Logisnya, mayat itu berat. Namun aneh, justru saat diangkat terasa ringan. Ia sempat berpandangan dengan rekan lain saat angkat mayat itu. Mereka juga mengaku mayat itu ringan sekali. "Apakah mungkin tertolong oleh amalannya yang banyak, sehingga mayatnya ringan," katanya. Lain waktu Agus mendapatkan mayat bertubuh kurus, tapi beratnya bukan main.

Sejumlah pengalaman juga diungkapkan para relawan. Salah satunya diceritakan oleh Kurnia. Ia mengaku sering mimpi aneh setelah sehari sebelumnya mengangkat mayat. Ia pernah mengangkat mayat seorang ibu yang terjepit pohon. Setelah memotong pohon itu dengan susah payah, akhirnya mayat ini bisa diangkat. "Malamnya, saya bermimpi orang itu hadir. Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Sepertinya orang itu mengucapkan terima kasih," paparnya.

Muhammad Iqbal relawan yang tergabung dalam Tim SAR Nasional, juga membeberkan pengalamannya. Muhammad Iqbal yang juga pegawai Dinas Perhubungan Pemprov Aceh ini, mengaku ada dua kejadian yang baginya sulit dilupakan. Kejadian pertama, saat mencari mayat di daerah Lhoknga, Aceh Besar. Saat memasuki hari ketiga bencana, ia mulai turun mencari mayat. Ia menemukan mayat ibu sedang memeluk anaknya, tertimbun pohon besar. Rambut anaknya, tergulung kawat, sedangkan kaki ibunya juga tergencet pohon.

Karena sulit, diputuskanlah kaki ibu itu dipotong. Sedangkan untuk mengevakuasi anaknya, dipotong pula rambutnya yang terbelit kawat. Setelah itu, mayat ibu dan anak itu dimasukkan ke dalam kantong mayat, berikut potongan kaki dan rambut anaknya. Mereka dimasukkan ke dalam satu kantong mayat. Kantong mayat itu pun dimasukkan ke dalam truk untuk dikirim ke tempat pemakaman missal. Sebelum dimakamkan, semua mayat biasanya difoto terlebih dahulu.

Yang membuat Muhammad Iqbal terperanjat, ketika kantong mayat berisi ibu dan anak itu dibuka, posisi kedua mayat itu seperti posisi pertama ditemukan oleh Tim SAR. Mereka berpelukan, seperti saat ditemukan. Lalu bagian kaki sang ibu yang dipotong, seperti terpasang lagi, alias menyambung. "Kita semua benar-benar terperanjat. Tapi itulah keagungan dari Yang Maha Kuasa," kata Muhammad Iqbal yang juga harus kehilangan banyak keluarganya akibat bencana tsunami.

Pengalaman kedua, saat memasuki hari ke-27 pencarian mayat. Timnya masuk ke daerah Leupung Aceh Besar. Saat itu, ia mencari mayat di antara reruntuhan bangunan. Di daerah itu, yang diperkirakan sekira 12.000 orang meninggal karena tsunami, Iqbal menemukan sosok mayat seorang ustaz. Kepastian bahwa ia seorang ustaz diperoleh dari keterangan warga setempat yang selamat. Yang membuatnya takjub, ternyata mayat ustaz itu masih utuh. Padahal mayat itu sudah hampir sebulan tergeletak.

"Luar biasa sekali, karena dari sekian ribu mayat yang kita temukan setelah 20 hari bencana berlalu, mayat-mayat itu sudah membusuk dan hancur. Tapi ini, benar-benar utuh. Saya yakin, Allah telah menjaganya," kata relawan yang pernah ikut latihan khusus SAR saat di Akedemi Perhubungan.

Kanda, relawan lainnya, mengaku punya pengalaman aneh, sekaligus menakjubkan. Pada hari kelima pascabencana, Kanda sudah terjun ke lapangan mencari mayat. Karena lokasi pencarian yang jauh, Kanda sempat berjalan kaki sejauh 4 km. Saat itu, kebetulan ia dan rekan-rekannya kehabisan bekal makanan dan minuman. Dalam kondisi normal, apalagi kondisi Aceh saat itu sangat terik, Kanda sudah terkena dehidrasi.

Yang membuatnya aneh, ketika sudah berjalan jauh dan kehausan, Kanda menemukan buah kelapa yang datang entah dari mana. Dari buah kelapa itulah, Kanda, Muhammad Iqbal, dan rekan-rekan relawan bisa menyegarkan dirinya. Mereka pun bisa berjalan lagi sepanjang 3 km. Mereka bisa kuat berjalan, padahal mereka saat itu sambil menggotong mayat yang sudah dievakuasi.

Para relawan pencari mayat memang patut diberi penghargaan. Tanpa mereka, sulit rasanya Aceh bisa seperti sekarang, relatif lebih bersih dan ribuan mayat sudah dikuburkan. Wajar pula jika Menko Kesra Alwi Sihab selaku wakil pemerintah yang bertanggung jawab langsung terhadap upaya pemulihan Aceh pascabencana, secara khusus memberi ucapan terima kasih kepada relawan yang bertugas mencari mayat. "Saya salut dan ucapkan terima kasih kepada para relawan," kata Alwi saat ikut evakuasi mayat di Kedah, Kota Banda Aveh.(Undang Sudrajat/"pr")***

Pikiran Rakyat
Februari 2005

Perbedaan Ikhlas dan Pamrih

Salah satu akhlak tertinggi di dalam agama Islam adalah IKHLAS. Lawannya, PAMRIH. Kenapa Islam mengajarkan keikhlasan? Karena, Allah menghendaki umat Islam menjalani agamanya ‘tanpa pamrih’. Semua aktivitas hidupnya dilakukan lillahi ta’ala ~ ‘karena Allah semata’.

Bersyahadatnya, karena Allah. Shalatnya, karena Allah. Puasanya karena Allah. Zakatnya karena Allah. Dan hajinya pun karena Allah. Demikian pula ketika menolong orang, menuntut ilmu, bekerja, menjadi pejabat, menjadi ustadz dan ustadzah, menjadi hakim, jaksa, polisi, profesional, dan apa pun aktivitasnya, semua dijadikan sebagai proses belajar IKHLAS dalam mengagungkan Allah semata.

Lantas, bagaimanakah membedakan ibadah yang ikhlas dan ibadah yang penuh pamrih? Pada dasarnya: Orang yang ikhlas, menjalankan agama KARENA ALLAH semata. Sedangkan orang yang pamrih, melakukan ibadah karena ingin memperoleh sesuatu untuk keuntungan DIRINYA. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

Orang yang ikhlas meniatkan shalatnya karena Allah semata, persis seperti doa iftitah yang dibacanya: ’’inna shalati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi rabbil alamin ~ sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah semata.’’ Sedangkan orang yang pamrih, meniatkan shalatnya untuk mengejar pahala 1x, 27x, 1000x, dan 100.000x. Ada juga yang melakukan shalat Dhuha karena ingin memperbanyak rezeki. Atau shalat tahajud agar punya karomah. Dan lain sebagainya. Orang yang ikhlas, menjalankan puasanya karena taat kepada Allah semata. Karena dengan puasa itu ia akan menjadi jiwa yang lebih suci, sehingga lebih mudah mendekatkan diri kepada-Nya. Sedangkan yang pamrih, melakukan puasa karena tujuan-tujuan yang selain mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, ada orang berpuasa agar lulus ujian, agar mendapat jodoh, agar langsing, agar sehat, agar sakti, dlsb. Padahal, semua itu hanya ’dampak’ saja dari ibadah puasa. Tidak usah dipikirkan dan apalagi dijadikan tujuan. Kalau puasanya ’karena Allah’ semata, PASTI semua dampak positip itu akan datang dengan sendirinya.

Orang ikhlas menunaikan zakat dan shodaqohnya karena ingin menolong orang lain, meniru Sifat Allah yang Maha Pemurah. Tetapi, orang yang pamrih mengeluarkan zakat dan sedekah karena ingin dipuji orang, untuk memunculkan rasa bangga di dalam hatinya karena bisa menolong orang, atau yang lebih parah lagi adalah berharap balasan pahala sampai 700 kali dari nominal yang dikeluarkannya. Jadi, ketika dia mengeluarkan uang Rp 1 juta, yang ada di benaknya adalah berharap mendapat BALASAN Rp 700 juta. Berdagang dengan Allah..!

Orang ikhlas menunaikan haji dan umrohnya, karena ingin memperoleh pelajaran berkorban, bersabar, keikhlasan, dan ketaatan, dalam mendekatkan diri kepada Allah. Sedangkan yang pamrih, ingin sekedar BERDARMA WISATA, meskipun diembel-embeli dengan kata RUHANI. Bahkan saat haji banyak orang yang meniatkan hajinya sekedar pada titel HAJI, atau penampilan berkopiah haji, panggilan ’Wak Haji’, dan kemudian membeli sertifikat haji dengan mengubah namanya. Dia berhaji bukan karena Allah, tetapi karena segala macam tujuan selain Allah.

Orang ikhlas mengorientasikan seluruh ibadahnya untuk MENCINTAI ALLAH, dan merendahkan ego serendah-rendahnya sebagai manifestasi syahadatnya: laa ilaaha illallah ~ tiada Tuhan selain Allah. Tetapi orang-orang yang pamrih mengorientasikan ibadahnya untuk mengejar SURGA, sehingga tanpa terasa ia meninggikan egonya, dan mengesampingkan Allah sebagai fokus ibadahnya. Allah bukan tujuan hidupnya. Tuhannya sebenarnya bukanlah Allah, melainkan Surga. Karena, ternyata, imajinasi kebahagiaanya bukan saat dekat dengan Allah, melainkan berada di dalam surga. Yang demikian ini, justru tidak akan mengantarkannya ke surga. Karena surga itu hanya disediakan bagi orang-orang yang mengarahkan seluruh kecintaannya hanya kepada Allah semata. Dan itu tecermin dalam doanya: Allahumma antasalam, waminka salam ... ~ Ya Allah, Engkaulah Kebahagiaan dan Kedamaian Sejati, dan dari-Mu-lah bersumber segala kabahagiaan ...

Maka, marilah kita belajar menjalani seluruh aktivitas kehidupan kita ini dengan IKHLAS. Bukan ikhlas yang diikhlas-ikhlaskan, atau terpaksa ikhlas, melainkan IKHLAS yang dilambari oleh KEPAHAMAN tentang substansi apa yang akan kita lakukan. Semakin paham Anda terhadap apa yang akan Anda lakukan, semakin ikhlas pula anda menjalaninya. Sebaliknya, semakin tidak paham, maka semakin tidak ikhlas pula hati Anda dalam menjalaninya. Terpaksa Ikhlas, karena takut masuk neraka dan tidak memperoleh surga...

Betapa sayangnya, di dunia merasa tersiksa karena TERPAKSA mengikhlaskan ibadahnya, sedangkan di akhirat juga tidak memperoleh buah perbuatannya, karena ia tidak mendasarkan ibadahnya lillahi ta’ala. Surga yang digambarkan sebagai taman-taman yang indah dengan mata air-mata air itu tidak memberikan dampak kenikmatan baginya, karena sesungguhnya keindahan itu dikarenakan KECINTAAN kepada Sang Maha Indah. Mirip dengan orang yang menginap di hotel bintang lima, tetapi hatinya tidak bisa menikmati dikarenakan ia datang kesana dengan TERPAKSA ...

QS. Yunus (10): 105 Dan HADAPKAN-lah wajahmu (orientasi hidupmu) kepada agama dengan TULUS dan IKHLAS dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik (menduakan Allah sebagai tujuan hidup).

QS. Al A’raaf (7): 29 ... Dan LURUSKANLAH wajahmu di setiap shalat dan sembahlah ALLAH dengan MENGIKHLASKAN ketaatanmu kepada-Nya...

QS. An Nisaa’ (4): 125 Dan siapakah yang LEBIH BAIK agamanya daripada orang yang IKHLAS menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun MENGERJAKAN kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim (dan orang-orang yang mengikuti ajarannya) menjadi KESAYANGAN Allah.

Demokrasi Negatif

Jika abad ke-20 ditandai oleh souvenirs yang berisi penemuan-penemuan luar biasa dan mencengangkan, yang membuat hidup manusia menjadi lebih mudah, nikmat, dan tak terduga, maka paruh awal milenium ketiga ini ditandai oleh berbagai kecemasan hingga ketakutan yang mencekam. Sebagian adalah hasil negatif atau ekses souvenirs itu, sebagian lagi memang tampak (bahkan terbukti) direkayasa, sengaja maupun tidak oleh peradaban yang bagiannya sudah out of control ini.

Umumnya kita kini merasa terancam oleh pemanasan global, yang telah mengubah iklim hingga pola hidup. Kita pun dicekam oleh munculnya penyakit-penyakit mematikan yang belum ada presedennya (sebagian diyakini sebagai rekayasa genetik yang jadi bagian dari uji coba senjata kimia), mulai AIDS, ebola, hingga flu burung belakangan ini. Beberapa perang dan ketegangan regional --buah konstelasi politik baru pasca-Perang Dingin-- seperti terjadi di Afghanistan, Irak, Iran, Korea Utara, dan terakhir Georgia-Rusia juga turut menciptakan kecemasan yang kelamaan menjadi global sifatnya.

Belum lagi kisruh-kisruh yang diakibatkan oleh sistem perdagangan tak adil, kerapnya bencana alam, kriminalitas modern, dan sebagainya, menandai awal abad ke-21 ini dengan global fearness yang tak pernah terbayangkan sebelumnya. Masih ada satu hal yang paling mencekam, seolah belati yang mengancam urat leher kita, sebuah istilah yang kini begitu populer, bahkan menyaingi kata demokrasi dan pasar bebas --dua mantra ajaib adab modern-yakni: terorisme.

Distribusi informasi, fakta-data, propaganda, slogan, dan retorika seputar terorisme yang dilansir pihak tertentu membuat masyarakat dunia menghadapi terorisme seperti pandemi yang tiap saat dapat datang dengan aksi yang mematikan.

Hal menarik terjadi ketika umumnya masyarakat dunia memafhumi, terorisme modern ini sesungguhnya tak lebih dari satu image atau ikon yang direkayasa Amerika Serikat demi memenuhi ambisinya menjadi "penguasa dunia", great kingdom atau bangsa penakluk (sebagaimana tertulis di banyak buku sejarah). Mereka membutuhkan musuh, karena mereka membutuhkan perang, karena bisnis perang (dan senjata di dalamnya, tentu) adalah bisnis dunia (baca: mereka) nomor satu. Karena perang juga menjaga semangat progresif, kompetitif, dan persatuan rakyat mereka. Terorisme direkayasa ternyata hanya sebagai bagian dari strategi national interest mereka.

Namun, betapapun kita mafhum, kita tetap tercekam karenanya. Tetap bereaksi positif karenanya. Tetap mengikuti logika dan paradigma insinuatifnya. Bahkan begerak mendukungnya, moral-material, militer-politik, bahkan kultural. Dan terorisme pun hidup di sekujur pori kenyataan kita sehari-hari. Seperti makan siang, sinetron malam, atau koran pagi yang menggelisahkan jika ia tak datang.

Maka, sebenarnya jadilah Amerika Serikat (bersama strategi, national interest, terorisme, dan berbagai rekayasa citranya) sebagai bagian utama dari kecemasan atau ketakutan itu: ia telah menjadi teror itu sendiri. Bagaimana tidak, jika berbagai kebijakannya di belakangan tahun telah menempatkan Amerika dalam posisi yang diametral oposisional dengan mayoritas publik dunia. Ia seperti merasa berhak menetapkan aturan dan ketentuan sendiri, walaupun itu bertentangan dengan kesepakatan multilateral dalam fora global apa pun: PBB, Bank Dunia, WTO, dan sebagainya.

Maka teror Amerika itu pun melanda kita, melalui dunia perdagangan, seperti enggannya ia melepas subsidi bagi petani mereka sendiri --sebagaimana yang lucunya ia tuntut pada banyak negeri berkembang. Teror penolakan mereka pada Protokol Tokyo tentang pengurangan "efek kaca" sebagai penyebab pemanasan global. Teror Amerika dalam aksi-aksi militer pre-emptive yang diterapkan membabi buta tanpa kesepakatan multilateral. Teror politik yang memaksakan gaya demokrasi Amerika pada negeri-negeri demokratis lainnya. Teror Amerika dalam rekayasa konflik regional dan penciptaan kompetisi senjata di banyak belahan dunia.

Betapa degil, egoistik, sewenang-wenang, dan --sebenarnya-- "kurang ajar"-nya aturan yang seakan melihat manusia lain di luar rumah sendiri sebagai pesakitan, sebagai alien, monster, makhluk purba tiada guna itu. Ameika Serikat kini sungguh telah menjelma menjadi ancaman gergasi dan gigantik melebihi ancaman teror yang ia fiksikan sendiri. Dan marilah kita amati, berbagai hal, souvenirs abad ke-21 ala Amerika itu, diproduksi oleh sebuah negeri yang meklaim dirinya sebagai panutan demokrasi, penghasil dan pengolah demokrasi terbaik di atas bumi ini.

Hasilnya, ternyata, adalah adab-adab negatif, yang menegasikan sekian banyak norma dan nilai kemanusiaan yang disepakati dunia dalam berbagai wadah multilateral. Mengangkangi adab yang umumnya manusia akui sebagai dasar pemanusiaan kita di tengah ketandusan robotik dunia teknologi. Tapi Amerika Serikat tak peduli. Bagi mereka, semua menjadi tak penting. Termasuk demokrasi. Apa pun akan baik jika positif bagi mereka. Tak peduli ia jadi negatif bagian liyan, bagi lainnya.

Demokrasi negatif, karenanya, telah menjadi souvenirs terpenting yang akan diingat anak-cucu kita.

Radhar Panca Dahana

Apakah Kau Terlalu Bebal

A. Mustofa Bisri

Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?
Ketika mobilmu melanda seekor anjing di jalan
Dan kurasakan derak tengkoraknya yang remuk
Digilas ban radialmu aku ingin muntah dan kau ngakak
Sambil mengumpat “mampus kau, najis!”
Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?
Di depan layar datar televisi produk mutakhir di ruang keluarga
Yang lapang dan terang benderang
Kau dan keluargamu menyaksikan gelombang gelap melanda
Beberapa kawasan di dunia bahkan di negerimu sendiri
Sambil melalap pizza dan ayam goreng Amerika.

Di layar kaca dalam warna sesuai aslinya kalian lihat asap mengepul
Orang-orang berlarian tanpa arah bocah-bocah kurus berwajah pucat
Di pelukan ibunya yang meraung-raung di samping mayat lelaki yang terkapar
Berbantalkan sepotong paha kawannya
Terdengar dari speaker stereomu dentuman demi dentuman
Gelegar meriam berbaur dengan lengkingan tangis
Dan jeritan putus asa anak-anak manusia
Layar kaca terus menayangkan gambar hidup orang-orang mati dan yang berangkat mati.

Di Somalia, kerangka-kerangka hidup rakyat tanpa daya
Dikeroyok anjing-anjing dan dikerubuti lalat-lalat yang juga lapar
Puing-puing di Libanon, Palestina, Sarajevo, Kosovo dan Chechnya meruapkan bau bangkai dan mesiu
Di Turki potongan-potongan mayat bergelimpangan di antara reruntuhan bangunan
Seperti kena kutuk, kematian dan pembantaian terus berlangsung di berbagai belahan dunia.

Istrimu menyodorkan piring pizza ke mukamu
Kau menghirup sedap aromanya sebentar lalu menjejalkan sepotong ke mulutmu ).
Asap hitam mengepul di Ambon, asap hitam mengepul di Aceh
Asap hitam mengepul di mana-mana berlapis-lapis gelap
Melanda negerimu sendiri memedihkan mata dan hati.
Kekuasaan dengan dingin terus menggerus yang lemah
Keganasan dengan bangga melalap segala
Kekerasan mencabik-cabik persaudaraan
Dendam membakar sisa-sisa kemanusiaan
Kengerian mencekam di seantero kota dan desa
Ibu pertiwipun bersimbah darah
Air mata tak putus-putus pula mengalir di tanah air.
Dan kau sekeluarga bersendawa setelah mengeroyok makanan Amerika
Dan mereguk kaleng-kaleng coca cola
Pemandangan memilukan pun tak mampu mengusik seleramu
Apalagi kemudian sinetron yang seronok dengan cepat membawamu kembali ke duniamu.

Apakah kau terlalu bebal atau aku yang terlalu peka?
Kau dan kawan-kawanmu menyaksikan ibu dan saudara-saudara perempuanmu
Diperkosa dan dilecehkan dan birahi kalian tega tegang seperti menonton film biru picisan
O, virus apa gerangan yang telah menyerang nurani kalian?
Pemandangan yang mengerikan sekalipun tak mampu mengganggu nafsumu
Apalagi segera datang tayangan gosip selebritis
Yang penuh gelak tawa mengasyikkan dan menghiburmu.

Bila kau sesekali membicarakan bencana kemanusiaan ini di cafe-cafe
Sambil mendengarkan para artis bernyanyi atau di hotel-hotel berbintang
Sambil mendengarkan para pakar berteori
Kau pun telah merasa ikut berjasa dalam upaya mencari solusi.
Dan setelah itu kehidupan pun kalian jalani seperti biasa
Dengan gaya yang sama dan irama yang sama seolah-olah kalian berada di luar masalah manusia.

Hak Bersama Suami Istri

Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21).

Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 - Al-Hujuraat: 10)

Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)

Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)

SUAMI KEPADA ISTRI

Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)

Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah dan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)

Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)

Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)

Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’: 34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.

Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)

Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)

Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)

Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)

Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)

Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa’: 19)

Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).

Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)

Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)

Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)

Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)

Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)

Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: ?40)


ISTRI KEPADA SUAMI

Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa’: 34)

Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228)

Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)

Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami, e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)

Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i, Muttafaqun Alaih)

Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)

Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)

Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)

Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)

Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)

Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)

Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa’: 34)

Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari. (Muttafaqun Alaih)

Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-Nur: 30-31)

Sombong dengan Ilmu

Seorang yang memiliki ilmu kadang terkena penyakit sombong dan bangga diri. Kalau ilmu yang dimiliki adalah ilmu-ilmu dunia, sangat mungkin ini terjadi. Namun yang aneh jika ia mempelajari ilmu agama, seharusnya makin bertambah ilmunya bertambah pula kebaikannya.

Ada pertanyaan di sana: “Untuk apakah ia belajar?” Karena niat itulah yang akan menjawab mengapa seorang bertambah ilmu agamanya, malah semakin menjadikannya sombong. Jika ia meniatkan belajarnya untuk beramal dengan ilmunya, maka semakin bertambah ilmunya ia akan semakin shalih. Namun sebaliknya jika ia belajar hanya ingin disebut sebagai alim ulama, atau belajar untuk mengalahkan seseorang, maka tidak akan berkah ilmunya dan tidak akan berbuah dengan amalan-amalan.

Ka’b bin Malik radhiyallaahu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

مَنِ ابْتَغَى الْعِلْمَ لِيُبَاهِيَ بِهِ الْعُلَمَاءُ أَوْ يُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءُ أَوْ تَقْبَلُ أَفْئِدَةَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَإِلَى النَّارِ. (رواه الحاكم، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

“Barangsiapa yang mencari ilmu untuk mendapatkan sebutan sebagai ulama atau memperdaya orang-orang yang bodoh atau untuk memalingkan manusia kepadanya, maka atasnya api neraka.” (HR. Hakim, Syaikh Al-Albani menghasankannya dalam Shahihul Jami’ ash-Shaghir)

Berkata Abu Yusuf Al-Qadhi rahimahullaah: “Wahai kaumku, harapkanlah dengan ilmu kalian keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh tidaklah aku duduk di suatu majelis ilmu yang aku niatkan padanya tawadhu’, kecuali aku bangun dalam keadaan telah mendapat kemuliaan. Sebaliknya tidaklah aku duduk di satu majelis ilmu yang aku niatkan untuk mengalahkan mereka kecuali aku bangun dalam keadaan Allah bukakan aibku. Ilmu adalah salah satu ibadah dan taqarrub.” (Tadzkiratu As-Sami’ wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 47)

Khatib Al-Baghdadi rahimahullaah meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu ‘anhu, berkata: “Ilmu menuntut amalan. Kalau ia disambut (diamalkan) ia akan menetap, namun kalau tidak dia akan pergi.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi, melalui Hilya Thalabil ‘Ilmi, hal. 13-14)

Dikatakan pula dalam sebuah syair: “Ilmu akan menjauh dari seorang yang sombong, seperti air bah menjauh dari tempat yang tinggi.” Seringkali seorang yang baru mendapatkan sedikit ilmu terkena penyakit sombong, merasa dirinya sebagai ulama dan melihat orang lain sebagai orang-orang yang bodoh. Inilah yang dijuluki oleh para ulama dengan ‘Abu Syibrin’. Siapakah Abu Syibrin?

Abu Syibrin adalah orang yang baru mendapatkan ilmu pada jengkal pertama. Sedangkan para ulama menyatakan bahwa ilmu mempunyai 3 jengkal. Orang yang mencapai jengkal pertama menjadi sombong, pada jengkal kedua ia menjadi tawadhu’ (rendah hati), sedangkan pada jengkal ketiga ia akan merasa kalau dirinya belum tahu apa-apa. (Lihat sumber yang sama)

Juga sering terjadi pada sebagian pencari ilmu penyakit sombong, merasa dirinya paling shalih dan menganggap orang lain semuanya di bawahnya. Kemudian merasa diri paling dekat dengan Allah dan dicintai-Nya, sedangkan yang lain dianggap orang-orang yang jauh dan tidak dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan biasanya, pada puncaknya dia merasa dosa-dosanya diampuni, sedangkan dosa orang lain tidak akan diampuni.

Diriwayatkan dalam hadits qudsi dari Jundub Al-Bajaly radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ رَجُلاً قَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهَ لِفُلاَنٍ. قَالَ اللهُ: مَنْ ذَا الَّذِيْ يَتَأَلَى عَلَيَّ أَنْ لاَ أَغْفِرَ لِفُلاَنٍ؟ فَإِنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِفُلاَنٍ وَأَحْبَطْتُ عَمَلَكَ. (رواه مسلم)

Sesungguhnya ada seseorang berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni fulan.” Maka Allah berfirman: “Siapa yang lancang mengatakan atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni fulaan?! Sungguh Aku telah mengampuni fulan dan menggugurkan amal-amalmu.” (HR. Muslim)

Kisahnya secara rinci diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كَانَ رَجُلاَنِ فِي بَنِي إِسْرَائِيْلَ مُتَوَاخِيَانِ وَكَانَ أَحَدُهُمَا مُذْنِبًا وَالآخَرُ مُجْتَهِدًا فِي الْعِبَادَةِ وَكَانَ لاَ يَزَالُ الْمُجْتَهِدُ يَرَى الآخَرَ عَلَى الذَّنْبِ فَيَقُوْلُ: أَقْصِرْ! فَوَجَدَهُ يَوْمًا عَلَى ذَنْبٍ فَقَالَ لَهُ: أَقْصِرْ. فَقَالَ: خَلَّنِي وَرَبَّي أَبُعِثْتَ عَلَيَّ رَقِيْبًا؟! فَقَالَ: وَاللهِ لاَ يَغْفِرُ اللهَ لَكَ أَوْ لاَ يُدْخِلُكَ اللهُ الْجَنَّةَ. فَقُبِضَ رُوْحُهُمَا فَاجْتُمِعَا عِنْدَ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ فَقَالَ لِهَذَا الْمُجْتَهِدِ: أَكُنْتَ بِي عَالِمًا أَوْ كُنْتَ عَلَى مَا فِي يَدِي قَادِرًا؟! فَقَالَ لِلْمُذْنِبِ: اذْهَبْ فَادْخُلِ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِي وَقَالَ لِلآخَرِ: اذْهَبُوْا بِهِ إِلَى النَّارِ. (رواه أحمد وأبو داود، وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

Sesungguhnya dahulu di kalangan Bani Israil ada dua orang yang bersaudara. Salah satunya seorang pendosa, sedangkan yang lainnya seorang yang rajin beribadah. Dan bahwasanya sang ahli ibadah selalu melihat saudaranya bergelimang dosa, maka ia berkata: “Kurangilah!” Pada suatu hari ia mendapatinya dalam keadaan berdosa, maka ia berkata: “Kurangilah!” Berkata si pendosa: “Biarkanlah antara aku dan Rabb-ku! Apakah engkau diutus untuk menjadi penjagaku?” Sang ahli ibadah berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampunimu!” Atau: “Demi Allah, Allah tidak akan memasukkanmu ke dalam surga!” Dicabutlah ruh kedua orang tersebut dan dikumpulkan di sisi Allah. Maka Allah berfirman kepada ahli ibadah: “Apakah engkau mengetahui tentang Aku? Ataukah engkau merasa memiliki apa yang ada di tangan-Ku?” Dan Allah berkata kepada si pendosa: “Pergilah engkau dan masuklah ke surga dengan rahmat-Ku!” Dan berkata kepada ahli ibadah: “Bawalah ia ke dalam neraka!” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, Syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ ash-Shaghir)

Tidaklah kaum khawarij mengkafirkan kaum muslimin , kecuali karena kesombongan. Mereka merasa tidak pernah berdosa, sehingga menganggap orang yang berdosa sebagai kafir. Tidaklah mereka menghalalkan darah kaum muslimin kecuali karena kesombongan. Dan tidaklah kaum mu’tazilah dan rasionalis (JIL) meremehkan ilmu fiqh dan hadits, kecuali karena kesombongan pula.

Berkata Al-Anasi rahimahullaah: “Hati-hatilah dari penyakit para pembesar yaitu kesombongan. Sesungguhnya kesombongan, bangga diri dan kedengkian adalah awal dari kemaksiatan yang Allah dimaksiati dengannya. Maka ketahuilah bahwa merasa tinggi di hadapan gurumu, itu adalah kesombongan, menolak faedah ilmu dari orang-orang yang di bawahmu adalah kesombongan dan tidak beramal dengan apa yang diketahui juga merupakan belumbang kesombongan dan tanda kalau dia akan terhalangi dari ilmu.” (Siyar, juz IV, hal. 80)

Hubungan Adab dengan Ilmu Adab berkaitan erat dengan ilmu. Tidak ada adab tanpa ilmu dan tidak ada ilmu tanpa adab. Berkata ‘Abdullah ibnul Mubarak rahimahullaah: “Hampir-hampir adab itu merupakan dua pertiga ilmu.” (Sifatu Shafwah, Ibnul Jauzi, juz 4, hal. 120)

Oleh karena itu para ulama mendidik anak-anak mereka dengan adab dan akhlaq terlebih dahulu sebelum mendapatkan ilmu. Berkata Abu ‘Abdillah Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri rahimahullaah: “Mereka (para ulama) tidak mengirimkan anak-anaknya untuk mencari ilmu hingga mendidiknya dengan adab, akhlaq dan ibadah selama 20 tahun.” (Hilyatul Auliya, Abu Na’im Asbahani, juz 6, hal. 367 melalui Min Hadyi Salaf, Dr. Muhammad Zahrani, hal. 23)

Mereka membedakan antara pendidikan (tarbiyyah) dan pengajaran (ta’lim). Yakni anak-anak mereka dididik, dilatih dengan akhlaq dan adab yang baik, baru kemudian mereka dikirim kepada para ulama. Dengan demikian ketika menimba ilmu, mereka dalam keadaan memiliki adab dan akhlaq yang baik serta jauh dari kesombongan. Hingga ilmu yang mereka dapatkan menjadi berkah.

Berkata Abu Zakariya Yahya bin Muhammad An-Anbari (w 344H): “Ilmu tanpa adab adalah seperti api tanpa kayu bakar. Sedangkan adab tanpa ilmu seperti badan tanpa ruh.” (Al-Jami li Akhlaqi ar-Rawi, Al-Baghdadi 1/80, melalui Min Hadyi Salaf, Dr. Muhammad Zahrani, hal. 24)

Muhammad bin Isa Az-Zajjaj rahimahullaah juga mengatakan: “Aku mendengar Abu Ashim berkata: ‘Barangsiapa yang mencari ilmu hadits, maka ia sedang mencari ilmu yang paling mulia di dunia ini. Maka seharusnyalah ia menjadi orang yang paling mulia akhlaqnya.’” (Al-Jami’ li Akhlaqi ar-Rawi, 1/78) Lupakah kita kalau sesungguhnya ilmu yang kita punya akan ditanya tentang konsekuensi amalannya? Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ أَرْبَعٍ: عَنْ عُمْرِهِ فِيْمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ فِيْهِ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيْمَ أَبْلاَهُ. (رواه الترمذي وصححه الألباني في صحيح الجامع الصغير)

“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba hingga ditanya tentang empat perkara: tentang umurnya untuk apa dihabiskan, tentang ilmunya apa yang telah ia diamalkan, tentang hartanya darimana dia dapatkan dan kemana dikeluarkan, dan tentang badannya untuk apa ia gunakan.” (HR. Tirmidzi, Syaikh Al-Albani menshahihkannya dalam Shahih Jami’ ash-Shaghir) Tidakkah kita pernah mendengar kisah seorang yang dilemparkan ke tengah-tengah api neraka, keluar seluruh isi perutnya dan berputar-putar seperti keledai yang menggiling gandum? Siapakah ia?

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابَهُ فَيَدُوْرُ بِهَا فِي النَّارِ كَمَا يَدُوْرُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ. فَيُطِيْفُ بِهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ: يَا فُلاَنُ! مَا أَصَابَكَ؟ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَانَا عَنِ الْمُنْكَرِ؟ فَيَقُوْلُ: بَلَى قَدْ كُنْتُ آمَرَكُم بِالْمَعْرُوْفِ وَلاَ آتِيْهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَآتِيْهِ. (متفق عليه)

Didatangkan seseorang pada hari kiamat, kemudian dilemparkan ke dalam api neraka hingga keluar seluruh isi perutnya dan berputar-putar seperti keledai yang sedang menggiling gandum. Maka penduduk neraka mengelilinginya seraya berkata: “Apa yang menimpamu wahai fulaan? Bukankah engkau menyuruh kami pada yang baik dan mencegah kami dari yang mungkar?” Ia menjawab: “Sungguh aku memang menyuruh yang baik, tapi aku tidak mengerjakannya. Dan aku melarang yang mungkar, tapi aku justru mengerjakannya.” (HR. Bukhari Muslim)

Dengan kata lain, orang tersebut adalah seorang da’i yang berdakwah dengan ilmunya. Namun ia tidak mengamalkan apa yang telah diketahuinya. Seorang yang Berilmu tidak akan Berhenti Belajar Berkata Sa’id ibnu Jubair rahimahullaah: “Seseorang akan tetap disebut ulama (orang yang berilmu) selama dia belajar. Adapun jika dia berhenti mencari ilmu dan menganggap dirinya telah cukup, maka dia menjadi orang yang paling bodoh.” (Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Berkata Ibnu Jama’ah rahimahullaah: “Janganlah seorang sombong menolak untuk mengambil faedah ilmu yang ia belum ketahui dari orang yang di bawahnya! Bahkan hendaklah ia bersungguh-sungguh mencari faedah ilmu, karena hikmah adalah milik seorang mukmin di manapun ia temui hendaklah ia mengambilnya.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi, Khatib Al-Baghdadi, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Berkata murid dari Imam Syafi’i yang bernama Khumaidi rahimahullaah: “Aku menemani Imam Syafi’i dari Makkah ke Mesir. Maka aku mendapatkan faedah dari beliau masalah-masalah fiqh, dan beliau mengambil faedah dariku ilmu hadits. Dan telah shahih riwayatnya bahwa para shahabat juga mengambil riwayat dari kalangan tabi’in.” (Tadzkiratu as-Sami’ wal Mutakallim, Ibnu Jama’ah, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Berkata Waqi’, Sufyan ibnu Uyainah dan Abu ‘Abdillah Al-Bukhari rahimahumullaah: “Sungguh seorang ahli hadits tidak dikatakan sempurna atau seseorang tidak dikatakan berilmu, hingga ia mengambil dari orang yang di atasnya, dari yang sekelasnya dan juga dari yang di bawahnya.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi, Khatib Al-Baghdadi, melalui Min Hadyi Salaf, hal. 77)

Wallaahu a’lam.

Oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 121
17 Dzulqa’dah 1427 H (8 Desember 2006)

Liku-liku Laki-laki yang Tak Pernah Laku-laku

Keprihatinan kelompok yang protes terhadap ajang Miss Universe ini tidak lepas dari eksploitasi dan ekshibisionis. Seperti diketahui ada tiga prinsip utama dalam ajang kecantikan tersebut, yaitu beauty, brain, dan behavior (kabarnya peserta dari Indonesia dibekali satu lagi ”pemberi restu” dengan B keempat, yaitu belief).

Secara umum mungkin kita setuju dengan 3B itu meskipun kita tidak tahu keseluruhan proses penilaian. Khusus untuk 2B terakhir kita hanya diberi informasi sedikit sekali yang sudah terpotong-potong. Yang pasti, saat kontes diperlihatkan penekanannya lebih banyak pada kecantikan. Mereka dikatakan cantik jika semua pakaian yang dipakai serasi dengan tubuh.

Sayangnya, definisi cantik masih sangat bias. Ukuran cantik adalah jika memiliki tubuh tinggi, langsing, dan berkulit putih. Persis tipikal perempuan Barat. Lihat saja produk kecantikan yang selalu menggiring pemirsa pada pesan white is beautiful. Apakah putih identik dengan cantik? Saya pikir pendapat ini tidak adil.

Kembali pada standar cantik yang tidak hanya bias jender tetapi juga bias ras, bagaimana dengan peserta yang tidak berasal dari Barat? Kita bisa lihat mereka pasti lebih mendekati kriteria di atas. Misalnya peserta dari Afrika Selatan yang asli ”bule”. Tidak bisa dimungkiri ini adalah ajang eksploitasi, meskipun pesertanya melakukan secara sukarela.

Dunia perempuan pun tidak terlepas dari pro dan kontra tentang kriteria cantik. Gerakan feminis yang lebih suka mendahulukan brain dan behavior daripada beauty menolak konsep cantik yang diciptakan dunia kapitalis yang sesungguhnya berorientasi seksual patriarkis.

Di Australia bahkan di Amerika sebagai kiblatnya kapitalis, gerakan membuat ajang tandingan untuk protes terhadap Miss Universe yang bias tersebut. Pesan yang disampaikan adalah cantik itu tidak harus kurus, tinggi, langsing, putih, dan seksi. Cantik tidak dapat diukur oleh selera penilai (laki-laki), melainkan sangat individual. Setiap orang berhak yakin dirinya cantik tanpa harus ada tekanan dari luar. Cantik lebih berorientasi pada sikap dan kepribadian.

Peserta dalam ajang ”Miss Tandingan” dapat dilihat dalam berbagai tampilan, mulai dari sangat kurus, gemuk sekali, berkulit hitam, putih, coklat, pendek, tinggi, dan seterusnya. Penilaian ditekankan pada sikap sejauh mana seseorang dapat menerima dan menghargai kekurangan dan kelebihan dirinya secara positif. Tentu saja brain dan behavior diutamakan di sini. Tidak heran jika kita dapat menyaksikan ada ajang Miss Biggest, Miss Clever, dan sebagainya.

Sikap kelompok yang pro terhadap eksploitasi kecantikan (seksual) mungkin akan melontarkan kalimat sinis ”cemburu tanda tak mampu”. Namun, tidaklah senaif itu. Sebenarnya sikap yang tepat adalah memberi perlawanan terhadap patriarchy sexual oriented tersebut. Setiap perempuan memiliki kesadaran memelihara kebebasan diri untuk tidak dimanfaatkan kepentingan kapitalis yang patriarkis sehingga eksploitasi terhadap perempuan dalam segala bentuk dapat dihindari.

Ekshibisionis antara perempuan di Miss Universe dengan laki-laki di Muscle Mania menurut saya tetap berbeda orientasi. Saya setuju jika dikatakan eksploitasi dan komersialisasi lebih memegang peran di dalam Miss Universe meskipun itu dikatakan hak asasi.

Saya yakin antusiasme penonton (laki-laki) pada Miss Universe lebih besar jika dibandingkan dengan penonton (perempuan/laki-laki) untuk Muscle Mania. Dari sudut eksploitasi dan komersialisasi mungkin saja liku-liku laki-laki tidak pernah laku-laku. Lihat saja iklan dalam produk apa pun pasti disertai sosok perempuan.

Dalam dunia politik pun eksploitasi perempuan tetap ada. Misalnya dalam kampanye setiap kali pemilu termasuk pilkada, hampir semua calon mengundang artis cantik untuk memeriahkan kampanye mereka. Untuk menarik dan merebut perhatian massa? Mengapa harus perempuan? Semua tidak lepas dari eksploitasi.

Pertanyaan kemudian mengapa perempuan mau dieksploitasi? Banyak yang masih beranggapan eksploitasi sama dengan pemaksaan. Bahkan ada yang berkilah selama itu dilakukan dengan sukarela tidak ada yang namanya eksploitasi. Tetapi, jika ada bayaran? Nah...

Tolak eksploitasi

Saya yakin, masyarakat yang memprotes ajang Miss Universe menggunakan alasan kata Timur adalah untuk menunjuk pada prinsip adat ketimuran yang sebenarnya. Meskipun di Jepang marak pornografi, tetapi secara tradisi mereka memiliki nilai budaya yang menjunjung tinggi moral dan kemanusiaan.

Apa yang sekarang terjadi di banyak negara tidak lain adalah akibat perbenturan budaya. Dalam teori sosial dikatakan, persentuhan antara budaya lokal dan luar dapat mengubah tujuan dan orientasi masyarakat ke depan. Alangkah naifnya jika kita mengatakan pornografi merupakan budaya Jepang. Begitu juga di India, ajaran seks dalam Kamasutra tidak untuk dikomersialkan. Apa yang terjadi sekarang di Jepang, India, Indonesia, dan banyak negara Timur lain adalah perubahan dan pengaruh budaya global.

Memang sulit memberi batasan pada istilah pornografi dan pornoaksi jika hanya membatasi pada definisi yang merangsang berahi.

Ada perbedaan pendapat pada pembuat kebijakan tentang definisi yang tak pernah usai yang penuh kepentingan bias jender. Inilah kelemahan itu karena yang sangat sensitif dengan permasalahan demikian adalah perempuan.

Perempuan adalah subjek sekaligus objek utama dalam kedua masalah tersebut. Selama pembuat kebijakan didominasi kelompok patriarkis yang kapitalis, perubahan yang tidak mengeksploitasi perempuan masih sulit diharapkan. Tantangan bagi gerakan perempuan untuk masuk ke dalam dunia kebijakan tersebut. Sudah saatnya semua perempuan bersatu melewati batas partai, agama, ras, dan negara untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Say No to Exploitation!!!

Wanda F Muslim
Research School of Social Science, The Australian National University-Canberra
kompas 9 juli 05

Gerakan Syahwat Merdeka

(Atau tentang rasa malu yang redup tenggelam di tanah air kita)

Reformasi sebagai gelombang raksasa
Membawa perubahan politik dahsyat satu dasawarsa
Dan menumpang masuklah penghancur nilai-nilai luhur bangsa,
Penumpang destruktif pelaksana
Dengan ciri kerja gabungan utama:
Permisif: serba boleh
Adiktif: serba kecanduan
Brutalistik: serba kekerasan
Transgresif: serba melanggar aturan
Hedonistik: serba mau enak, foya-foya
Materialistik: serba benda, diukur

Dan mereka bekerja dengan leluasa, karena tidak ada rasa malu lagi dalam panca indera


Dengan mengusung nilai permisif, serba boleh begitu-begini
Hak orang lain diambil, tanpa rasa malu lagi
Populernya ini disebut korupsi
Dan menjadilah negeri ini menduduki papan atas di dunia koruptif kini
Karena rasa malu terkikis nyaris habis

Nilai permisif yang serba boleh itu menyebabkan hak penggunaan kelamin orang lain
Diambil dicuri tanpa rasa isi
Karena rasa malu sudah sangat erosi

Perilaku adiktif, serba kecanduan di negeri kita ini
Melingkupi alkohol, nikotin, narkotika dan pornografi
Dilakukan orang karena rasa malu yang makin kerdil mengecil

Tingkah laku brutalistik, serba kekerasan
Menyebabkan wajah Indonesia tak lagi ramah dan sopan

Sedikit-sedikit murka, kepalan teracung, kata-kata nista
Menggoyang pagar, merusak kantor, membakar kendara
Bringas, ganas, sampai membunuh sesama bangsa
Begitulah rasa malu sudah habis dan sirna

Kelakuan transgresif, serba melanggar peraturan
Mengakunya progresif, pelopor kemajuan
Tapi sejatinya transgresor, melangkahi merusak tatanan
Mendobrak tabu kepada yang muda diajarkan
Karena rasa malu sudah hancur berantakan

Perilaku hedonistik, serba mau enak dan foya-foya
Memperagakan kekayaan di lautan kemiskinan
Empati jadi direduksi luar biasa
Karena rasa malu sudah raib ke angkasa

Kelakuan materialistik, serba benda
Segala aspek kehidupan diukur dengan uang semata
Cengkeramannya makin terasa dalam perilaku hidup kita
Karena rasa malu akan kita cari kemana

Inilah adegan kehancuran budaya bangsa kita
Salah satu sebab utama, dari banyak faktor yang dapat dieja
Yang sepatutnya kita sebut sambil menangis

Di dalam praktik di masyarakat kita hari ini
Terutama berlangsung sejak Reformasi
Tak ada sosok dan bentuk organisasi resminya
Tapi jaringan kerjasamanya mendunia,
Kapital raksasa mendanainya,
Ideologi gabungan melandasinya
Dengan gagasan neo-liberalisme sebagai lokomotifnya
Dan banyak media massa jadi pengeras suaranya
Dan tak ada rasa malu dalam pelaksanaannya
Inilah Gerakan Syahwat Merdeka
Dan pornografi salah satu komponen pentingnya.

(Taufik Ismail)